Pangkalpinang (ANTARA) - Konsul Republik Indonesia di Tawau, Malaysia, Aris Heru Utomo, mengusulkan omnibus law di bidang digital sebagai landasan hukum untuk pelestarian dan keamanan data digital serta menjadi panduan dalam mengelola keamanan, integritas data.
"Memperhatikan ancaman di dunia digital seperti tampak dari peretasan terhadap Pusat Data Nasional dan instansi pemerintah lainnya, kiranya dipandang perlu untuk membuat semacam omnibus law di bidang digital, terutama terkait dengan pelestarian digital,” kata Aris ketika menjadi pembicara "3rd International Conference Digital Humanities and Environmental Sustainability, The Next Stick and Stone of Civilization, Road to CODHES-2024 Webinar Series" di Jakarta, Rabu malam.
Dalam paparan yang berjudul “The Urgency of Digital Preservation "A Legal Perspective” pada acara yang diadakan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Binus University itu, ia mengemukakan bahwa selama ini memang sudah ada beberapa regulasi terkait kegiatan di dunia digital seperti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Selain itu, sejumlah Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, termasuk Peraturan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan tentang Kewajiban Penyimpanan Data dan Informasi Elektronik oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, namun belum terdapat peraturan semacam omnibus law di bidang digital, khususnya terkait pelestarian digital.
“Pelestarian digital penting karena bukan sekedar mendigitalisasi data berupa teks dan angka, tetapi juga melestarikan warisan budaya dan kearifan lokal serta nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat,” ujar Aris yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pengkajian Materi BPIP itu.
Ia menegaskan penting bagi setiap instansi dan individu untuk memiliki omnibus law bidang digital yang dapat digunakan sebagai landasan hukum untuk praktik-praktik pelestarian dan keamanan data digital serta menjadi panduan dalam mengelola keamanan dan integritas data.
"Mereka tentunya akan dipaksa untuk mematuhi kewajiban hukum yang berlaku,” tegas Aris.
Selain Aris, bertindak pula sebagai narasumber adalah Profesor Rahadian Zainal dari Universitas Negeri Padang (UNP) yang membawakan makalah berjudul “Tech Tempest: Preserving Our Humanities in the Digital Era”. Hadir sebagai peserta adalah sejumlah dosen/akademisi dari ITB, UNP dan Binus University.
Berita Terkait
Organisasi Profesi Kesehatan Babel tolak RUU Kesehatan Omnibus Law
3 Juni 2023 17:49
Hanya 31,2 persen publik tahu "Omnibus Law" UU Cipta Kerja
16 Oktober 2020 10:18
Lihut pastikan Omnibus Law tidak dikerjakan buru-buru
16 Oktober 2020 06:06
Rossdinal Salim menyebut omnibus law menebas "para rente" Amdal
13 Oktober 2020 10:29
Buruh di Belitung tolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja
7 Oktober 2020 22:03
Dua wartawan cedera saat liputan demo penolakan Omnibus Law
7 Oktober 2020 12:58
Baleg kirimkan surat ke Pimpinan DPR laporkan RUU Ciptaker
5 Oktober 2020 13:46
KSPI harapkan UU 13/2003 tidak direvisi jika nanti ada Omnibus Law
25 Agustus 2020 15:12