Jakarta (ANTARA) -
"Untuk kasus obat perangsang, inisial tersangka-nya adalah RCL, P, dan MS," kata Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Mukti Juharsa dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, barang bukti yang diamankan dalam kasus tersebut adalah 959 botol obat dan 710 kotak obat. Berdasarkan hasil penyelidikan, diketahui bahwa obat tersebut digunakan oleh kelompok tertentu untuk berhubungan seksual pria-wanita maupun sesama jenis.
Berkat pengungkapan ini, kata dia, sebanyak 1.669 jiwa berhasil terselamatkan.
Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit 3 Dittipidnarkoba Bareskrim Polri Kombes Pol Suhermanto menjelaskan bahwa obat perangsang itu mengandung isobutil nitrit dan sudah ada peringatan dari BPOM pada tanggal 13 Oktober 2021 terkait larangan penggunaan bahan kimia tersebut.
"Cara penggunaannya dihirup dan setelah itu dilarang. Mengapa dilarang? Karena berbahaya dan bisa menyebabkan struk, serangan jantung, hingga kematian," ucap dia.
Pengungkapan berawal ketika penyidik mendapatkan laporan dari masyarakat pada awal bulan Juli 2024 tentang maraknya peredaran obat tersebut. Lalu, kepolisian berhasil mengungkap peredaran "poppers" di Bekasi Utara dan menangkap tersangka RCL.
Tersangka mengaku bahwa obat perangsang tersebut diimpor langsung dari China melalui E dan menjualnya di toko daring (marketplace). Namun, setelah adanya pelarangan dari BPOM, RCL mengedarkan obat tersebut melalui komunitas tertentu serta melalui tawaran langsung ke pelanggan-pelanggan lamanya lewat media sosial.
Tidak hanya RCL, penyidik juga mengungkap kasus peredaran obat perangsang di wilayah Banten dan menangkap tersangka P dan MS.
Adapun P dan MS menjual obat perangsang sejak awal tahun 2022 dengan memanfaatkan media sosial "X" dan aplikasi khusus LQBTQ bernama "Hornet". Keduanya mengimpor obat berbahaya tersebut dari L yang merupakan WNA China.
Saat ini, E dan L selaku eksportir masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Para tersangka dijerat dengan Pasal 435 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terkait dengan sediaan farmasi dengan ancaman penjara maksimal 12 tahun dan denda Rp5 miliar.
Berita Terkait
Bareskrim sita aset senilai Rp13,8 miliar terkait situs judi online
9 November 2024 18:51
Azizah Salsha laporkan akun penyebar hoaks dan fitnah ke Bareskrim
21 Agustus 2024 23:04
Saka Tatal jelaskan alibinya kepada penyidik Bareskrim
13 Agustus 2024 22:05
Saka Tatal penuhi panggilan Bareskrim untuk beri kesaksian
13 Agustus 2024 14:11
Bareskrim Polri periksa tujuh terpidana kasus Vina di Lapas Bandung
5 Agustus 2024 16:31
Wanda Harra dilaporkan ke polisi atas tuduhan penistaan agama
25 Juli 2024 08:47
Bareskrim ungkap kasus TPPO modus eksploitasi prostitusi di Australia
23 Juli 2024 13:11
Bareskrim Polri sebut tengah proses laporan 7 terpidana kasus Vina
15 Juli 2024 18:50