Pangkalpinang (ANTARA) - Kamis 13 Februari 2025, saat Adzan Magrib berkumandang di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung, ada pemandangan berbeda dibanding hari biasanya. Masyarakat Pulau Bangka yang terkenal religius, seperti biasa langsung menuju ke masjid-masjid sekitar untuk menjalankan Sholat Magrib berjamaah. Perbedaan yang muncul, yang biasanya hanya membawa peralatan sholat saja, pada hari ini mereka membawa makanan yang diletakkan di sebuah nampan dan ditutup penutupan makanan yang berbentuk bulat dari bahan bambu atau terkenal sebutan "dulang". Memang tidak semua mereka membawa makanan dalam "dulang", ada juga membawa nasi kotak beserta minuman dalam botol.
Dengan raut wajah yang nampak bahagia mereka berbondong-bondong ke masjid untuk menyambut malam Nifsu Syaban. Malam Nisfu Syaban merupakan salah satu momen penting dalam kalender Islam yang dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Di Bangka Belitung, malam ini tidak hanya diisi dengan ibadah dan doa, tetapi juga dihiasi dengan tradisi unik yang kental akan budaya lokal, yaitu budaya "Nganggung".
Malam Nisfu Syaban jatuh pada pertengahan bulan Syaban, yaitu bulan ke delapan dalam kalender Hijriah. Malam ini dianggap sebagai malam yang penuh berkah, di mana Allah Subhanahu wa ta'ala (SWT) memberikan pengampunan dan rahmat-Nya kepada umat manusia. Banyak umat Muslim yang memanfaatkan malam ini untuk beribadah, berdoa, dan memohon ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan.
Di berbagai daerah di Indonesia, Malam Nisfu Syaban dirayakan dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada budaya dan tradisi setempat. Di Bangka Belitung, perayaan ini tidak hanya bernuansa religius, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan yang tercermin dalam budaya "Nganggung".
Budaya Nganggung: Kekuatan Kebersamaan Masyarakat Bangka Belitung
Budaya "Nganggung" adalah tradisi gotong royong yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Bangka Belitung. Kata "Nganggung" sendiri berasal dari bahasa Melayu Bangka yang berarti "memikul bersama" atau "berbagi beban". Dalam konteks sosial, budaya "Nganggung" mengajarkan pentingnya kebersamaan, saling membantu, dan berbagi dalam menghadapi berbagai situasi, baik dalam suka maupun duka.
Tradisi ini biasanya dilakukan dalam berbagai acara, seperti pernikahan, khitanan, atau bahkan saat membangun rumah. Setiap anggota masyarakat akan berkontribusi sesuai dengan kemampuannya, baik dalam bentuk tenaga, materi, atau dukungan moral. Nilai-nilai inilah yang kemudian diintegrasikan dalam perayaan Malam Nisfu Syaban di Bangka Belitung.
Di Bangka Belitung, perayaan Malam Nisfu Syaban tidak hanya dilakukan secara individu, tetapi juga secara kolektif oleh masyarakat setempat. Sebelum Malam Nisfu Syaban tiba, masyarakat biasanya akan berkumpul untuk mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan. Mulai dari membersihkan masjid atau mushala, menyiapkan hidangan untuk berbuka puasa sunnah, hingga mendekorasi tempat ibadah. Semua kegiatan ini dilakukan secara gotong royong, di mana setiap orang berkontribusi sesuai dengan kemampuannya. Budaya "Nganggung" terlihat jelas dalam proses ini, misalnya, ada yang membawa beras, ada yang menyumbangkan lauk-pauk, dan ada pula yang membantu memasak. Tidak ada beban yang terlalu berat karena semua dilakukan bersama-sama.
Pada malam Nisfu Syaban, masyarakat akan berkumpul di masjid atau musala untuk melaksanakan sholat berjamaah dan mendengarkan pengajian. Ustadz atau tokoh agama setempat biasanya akan memberikan tausiyah tentang keutamaan malam Nisfu Syaban serta pentingnya memohon ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
Selain itu, pengajian juga sering diisi dengan ceramah tentang pentingnya menjaga kebersamaan dan persatuan dalam masyarakat, yang sejalan dengan nilai-nilai budaya nganggung. Hal ini menjadi pengingat bagi masyarakat untuk selalu saling membantu dan mendukung satu sama lain.
Setelah sholat dan pengajian, acara dilanjutkan dengan pembacaan doa dan zikir bersama. Doa-doa yang dipanjatkan biasanya berkaitan dengan permohonan ampunan, keselamatan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Dalam momen ini, semua orang merasa terhubung satu sama lain, tidak hanya secara spiritual tetapi juga secara emosional.
Budaya "Nganggung" juga tercermin dalam kegiatan ini. Setiap orang merasa memiliki tanggung jawab untuk mendoakan sesama, karena mereka percaya bahwa kebahagiaan dan keselamatan seseorang juga akan memengaruhi kebahagiaan dan keselamatan orang lain.
Setelah rangkaian ibadah selesai, masyarakat biasanya akan menikmati hidangan yang telah disiapkan bersama-sama. Hidangan ini biasanya terdiri dari berbagai macam makanan khas Bangka Belitung, seperti lempah kuning, martabak Bangka, dan lainnya. Makan bersama ini menjadi simbol kebersamaan dan rasa syukur atas berkah yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Budaya "Nganggung" terlihat dalam proses pembagian makanan. Setiap keluarga akan membawa makanan dari rumah untuk dibagikan kepada orang lain. Tidak ada yang merasa kekurangan karena semua orang saling berbagi. Budaya "Nganggung" ini mencerminkan kebersamaan dan persatuan dalam masyarakat. Momen malam Nisfu Syaban di Bangka Belitung adalah perpaduan yang indah antara nilai-nilai religius dan budaya lokal. Melalui budaya "Nganggung", masyarakat tidak hanya merayakan
malam yang penuh berkah ini dengan penuh khidmat, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan kebersamaan. Semoga tradisi ini terus dilestarikan dan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang untuk selalu menjaga nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian dalam kehidupan sehari-hari.
Malam Nisfu Syaban dengan balutan budaya "Nganggung" di Pulau Bangka
Oleh Joko Susilo Sabtu, 15 Februari 2025 22:26 WIB
