Jakarta (ANTARA) - Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa mantan Direktur Utama PT Antam Tbk. sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas pada tahun 20102022.
"DA selaku Direktur Utama PT Antam Tbk. tahun 2019," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Selain DA, penyidik juga memeriksa tiga orang lainnya, yaitu AY selaku Operation Division Head Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk., LSS selaku Direktur SDM PT Antam Tbk. tahun 2019, dan SDY selaku pegawai PT Antam Tbk.
Sebelumnya, Rabu (7/8), penyidik juga memeriksa beberapa pejabat PT Antam Tbk. sebagai saksi, yaitu RNDM selaku Production Planning and Inventory Control Manager Unit UBPP LM PT Antam Tbk. masa jabatan 2018 hingga saat ini.
Saksi selanjutnya adalah GAG selaku Operation Senior Manager masa jabatan Juni 2023 sampai dengan saat ini, kemudian RSN selaku mantan Direktur Operasi dan Transformasi Bisnis PT Antam Tbk. tahun 2021.
Berikutnya BEP selaku Retail Region 2 Manager/Product Development periode 20182022, dan terakhir adalah CE selaku Reseller Emas PT Antam Tbk.
Saksi tersebut diperiksa, kata Kapuspenkum, atas nama tersangka HN dan kawan-kawan.
"Pemeriksaan saksi untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut," ucapnya.
Diketahui bahwa tersangka HN selaku General Manager UBPP LM PT Antam Tbk. periode 20112013 merupakan salah satu dari enam tersangka dalam kasus komoditas emas.
Para tersangka yang memiliki jabatan General Manager UBPP LM PT Antam Tbk. itu telah menyalahgunakan kewenangan mereka dengan melakukan aktivitas secara ilegal terhadap jasa manufaktur yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia.
Mereka secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah melekatkan logam mulia milik swasta dengan merek Logam Mulia (LM) Antam.
Akibat perbuatan para tersangka, selama periode tersebut telah tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sejumlah 109 ton, kemudian diedarkan di pasar secara bersamaan dengan logam mulai produk PT Antam yang resmi.
Dengan demikian, logam mulia yang bermerek secara ilegal telah menggerus pasar dari logam mulia milik PT Antam dan menyebabkan kerugian yang berkali lipat.