Jakarta (ANTARA) - Kanker payudara telah menyebabkan kematian terbanyak kedua bagi wanita di dunia. Meskipun pemeriksaan kanker payudara telah mengalami perkembangan mulai dari deteksi mamograf, hingga pengobatan, adanya vaksin menjadi potensial menawarkan secercah harapan.
Laman Popsugar pada Sabtu (10/8) waktu setempat melaporkan bahwa CEO Anixa Biosciences, perusahaan bioteknologi berbasis di California Amerika, Amit Kumar PhD membeberkan yang perlu diketahui tentang cara kerja vaksin kanker payudara yang masih dalam tahap awal.
Kumar mengatakan vaksin ini memerlukan serangkaian tiga suntikan yang dirancang untuk menargetkan sel-sel yang menghasilkan antigen tertentu, dalam hal ini, protein laktasi yang hanya muncul dua kali dalam hidup seorang wanita yakni setelah melahirkan (sampai orang tersebut berhenti menyusui) dan ketika kanker payudara muncul.
“Jika Anda berusia 25 tahun dan ingin memiliki anak serta ingin menyusui anak-anak tersebut , maka Anda tidak akan memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin tersebut," kata Dr. Kumar.
Saat ini, vaksin tersebut masih dalam uji klinis fase 1, yang berarti masih sangat dini dan jumlah pesertanya sangat sedikit. Saat ini, vaksin tersebut hanya diuji pada wanita yang sudah pernah menderita kanker, dan khususnya kanker payudara triple-negatif karena memiliki tingkat kekambuhan paling tinggi sehingga mereka menguji untuk melihat respons imun.
Ada beberapa rintangan besar yang harus diatasi tim sebelum vaksin seperti ini dipasarkan. Sebagai permulaan, jumlah peserta harus jauh lebih besar, baik dari segi jumlah maupun demografi.
"Jumlah peserta berikutnya harus sekitar 800 hingga 1000," kata Dr. Kumar. Penelitian itu akan berlangsung selama tiga hingga lima tahun, imbuhnya.
Ia berharap jika vaksin bisa diterapkan pada semua wanita, hal itu tidak hanya akan mengubah cara pandang terhadap kanker payudara, tetapi juga akan mengubah cara pandang terhadap kanker.