Jakarta (ANTARA) - Kamis malam esok pukul 23.00 WIB, Indonesia menjalani pertandingan ketiga pada babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia melawan Bahrain di Stadion Nasional Bahrain.
Dengan luas wilayah 786 km persegi dan berpenduduk 1,47 juta jiwa, negeri pulau yang dijepit Arab Saudi dan Qatar itu adalah liliput dibandingkan Indonesia yang berluas wilayah 1,9 juta km persegi dan berpenduduk 280,7 juta orang.
Tetapi dalam urusan sepak bola, Bahrain berada di atas Indonesia, setidaknya berdasarkan peringkat FIFA. Jika Indonesia berperingkat 129, maka Bahrain berperingkat 76.
Bahrain juga tim yang lebih baik dari tujuh pertemuan sebelumnya dengan Garuda. Mereka menang tiga kali, sedangkan Indonesia menang dua kali.
Pertemuan terakhir kedua tim terjadi pada 29 Februari 2012 dalam kualifikasi Piala Dunia 2012 ketika Bahrain mencukur Garuda 10-0, yang menjadi salah satu catatan paling kelam dalam sepak bola Indonesia.
Dulu mungkin perbedaan peringkat mutlak menunjukkan kesenjangan kualitas. Tetapi kini tidak lagi. Grafik permainan Garuda menunjukkan peningkatan yang mengesankan, termasuk selama kualifikasi Piala Dunia 2026.
Pada babak kedua lalu, ketika Bahrain menjadi salah satu tim berperingkat tinggi di grupnya, Indonesia malah masuk gelanggang dengan bekal peringkat terendah di grupnya.
Tapi hasilnya mengejutkan. Indonesia yang diperkuat pemain-pemain naturalisasi yang teruji dalam kompetisi-kompetisi elite di Eropa, telah membuktikan kesenjangan itu telah mereka pangkas.
Sampai pertandingan terakhir yang dijalani kedua tim dalam kualifikasi Piala Dunia 2026, Indonesia mengalahkan tim-tim berperingkat di atasnya, sedangkan Bahrain hanya sekali melakukannya saat membungkam Australia di kandangnya akibat blunder seorang bek.
Sejauh ini selama kualifikasi Piala Dunia 2026, Indonesia sudah memasukkan 21 gol dan kebobolan 9 gol, sedangkan Bahrain memasukkan 12 gol dan 8 kali kebobolan.
Lalu, dalam lima pertandingan terakhir kualifikasi Piala Dunia 2026, catatan Indonesia lebih baik ketimbang Bahrain walau sama-sama menelan satu kekalahan dan mencatat dua kemenangan.
Bahrain menang dua kali. Pertama, dari Nepal yang berperingkat 176, dan Australia pada babak ketiga. Mereka seri melawan Yaman dan Uni Emirat Arab, sebelum dibantai 0-5 oleh Jepang pada 10 September.
Catatan itu memang sama dengan Indonesia, tapi performa Jay Idzes cs bisa dibilang lebih baik.
Termahal kedelapan
Sejak menyerah 0-2 kepada Irak pada 6 Juni 2024, Garuda tak terkalahkan dalam tiga laga terakhir kualifikasi Piala Dunia 2026.
Dalam lima pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2026 sebelumnya, Indonesia mengalahkan Vietnam dan Filipina pada babak kedua. Lalu, mengimbangi Arab Saudi di kandangnya, dan kemudian Australia, padahal dua tim ini adalah raksasa sepak bola Asia.
Dari lima laga terakhir kualifikasi Piala Dunia 2026, Indonesia memasukkan enam gol dan kebobolan tiga gol. Sebaliknya, Bahrain memasukkan lima gol tapi kebobolan enam gol.
Itu menunjukkan lini pertahanan Bahrain lebih rapuh ketimbang barisan pertahanan tim asuhan Shin Tae-yong.
Kedua tim sudah menghadapi tiga tim raksasa dalam Grup C kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Tetapi catatan Indonesia lebih mengesankan dari pada Bahrain.
Jika Indonesia membuat kejutan dengan mengimbangi Arab Saudi 1-1 dan memaksa Australia mendapatkan hasil serupa, maka Bahrain terlihat labil.
Setelah menumbangkan Australia berkat gol bunuh diri Harry Souttar, Bahrain malah dibantai 0-5 oleh Jepang.
Dari dua pertandingan pertama kedua tim di Grup C itu, Garuda membuat total 13 peluang yang empat di antaranya tepat sasaran, sedangkan Bahrain hanya membuat enam peluang yang dua di antaranya tepat sasaran.
Walau bukan tim yang ofensif, Garuda lebih piawai dalam memainkan bola ketimbang Bahrain. Jika penguasaan bola Bahrain pada kisaran 23-28 persen, maka Indonesia bercatatan 34-36 persen.
Salah satu faktor yang membuat Indonesia lebih bisa mengontrol lapangan adalah materi pemain.
Diperkuat pemain-pemain naturalisasi yang terbiasa bermain dalam kompetisi level puncak termasuk di Belanda dan Italia, materi Garuda lebih unggul ketimbang Bahrain yang hampir seluruhnya produk lokal.
Pemain-pemain naturalisasi itu sama sekali bukan pemoles tim. Mereka semua justru berkualitas. Dan dalam sepak bola profesional, kualitas pemain nyaris selalu tegak lurus dengan harga.
Faktanya, tim-tim yang diperkuat pemain-pemain mahal seperti Korea Selatan dan Jepang, mendapatkan hasil bagus dari setiap laga.
Dan omong-omong soal harga, skuad asuhan Shin Tae-yong ternyata menempati urutan kedelapan paling mahal di Asia.
Sulit ditembus
Menurut Transfermarkt, kapitalisasi skuad Indonesia memang di bawah Jepang dan Korea Selatan (di atas 100 juta euro), Iran, Australia, UEA, Uzbekistan dan Saudi (antara 47-29 juta euro), tapi Merah Putih di atas Bahrain, dan China.
Jika Marselino Ferdinan cs berkapitalisasi 24,53 juta euro, maka Bahrain bernilai 9,1 juta euro, sedangkan China pada 9,03 juta euro. Dalam kata lain, "nilai" skuad kedua tim itu jauh di bawah Indonesia.
Semoga saja itu menjadi petunjuk untuk lebih baiknya skuad Garuda dibandingkan dengan Bahrain, dan China yang akan menjamu Garuda pada 15 Oktober.
Kabar baiknya, nilai pasar acap berkorelasi dengan kualitas tim yang akhirnya berkaitan dengan hasil pertandingan. Sukses Garuda mengimbangi Saudi dan Australia adalah bukti awal untuk itu.
Dari laga melawan Saudi dan Australia itu, ada bukti kuat bahwa teknik dan mental Garuda semakin bagus. Mereka juga semakin padu dan terbiasa bermain sebagai tim.
Aspek seperti itu bisa menjadi kunci Garuda dalam menghasilkan hasil positif.
Kini, tinggal bagaimana Shin Tae-yong meracik timnya. Apakah tetap setia memasang tiga bek tengah dan Rafael Struic sebagai ujung tombak tunggal dalam pola 5-4-1, atau perlu modifikasi lain?
Pertanyaan serupa menyelimuti diri pelatih Bahrain "the Dilmun's Warriors", Dragan Talajic.
Apakah dia tetap memasang 4-4-2 yang menempatkan Mahdi Abduljabbar dan Kamil Al Aswad sebagai ujung tombak kembar, atau menempatkan tiga bek tengah dan empat gelandang dalam formasi 3-4-3 ketika melumat Yaman yang berperingkat rendah seperti Indonesia.
Tetapi itu akan salah besar jika Talajic menganggap Indonesia serendah itu, apalagi menyamakan skuad Garuda saat ini dengan tim yang dibantai Bahrain 10 gol tanpa balas 12 tahun lalu.
Sebaliknya, Talajic akan mendapati timnya menghadapi tim yang sulit sekali dibobol, tidak saja karena Garuda memiliki kiper setangguh Marteen Paes, tapi juga oleh tim pertahanan yang solid di bawah kepemimpinan Jay Idzes.
Bayangkan, dari 37 peluang yang sembilan di antaranya tepat sasaran yang dibuat Saudi dan Australia, hanya satu yang berbuah gol. Padahal, Australia dan Saudi memiliki penyerang-penyerang yang jauh lebih berbahaya dan berpengalaman ketimbang yang dimiliki Bahrain.
Oleh karena itu, tak berlebihan jika mengatakan Indonesia akan lebih menyulitkan Bahrain ketimbang Indonesia yang disulitkan oleh Bahrain.