Bangka Belitung memiliki hubungan erat dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia, karena menjadi salah satu lokasi pengasingan para pendiri bangsa, seperti Bung Karno, Bung Hatta, M Roem, serta tokoh pahlawan nasional lainnya.
Selain sebagai lokasi pengasingan para tokoh pahlawan nasional, Bangka Belitung juga tercatat memiliki sejumlah tokoh yang dinilai berperan besar dalam perjuangan bangsa, di antaranya Depati Amir, tokoh kelahiran Pulau Bangka pada 1805 yang telah diberi gelar Pahlawan Nasional pada 2018 karena jasanya dalam mengusir dan melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Depati Amir yang kini dijadikan nama bandara di Pulau Bangka ini karena memiliki semangat kepahlawanannya menggema hampir di seluruh Pulau Bangka melawan penjajahan Belanda yang saat itu memiliki kepentingan terhadap aktivitas tambang timah. Karena perlawanannya dinilai merugikan aktivitas tambang mereka, akhirnya ia diasingkan ke Air Mata, Kota Lama, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Selain Depati Amir, Bangka Belitung juga memiliki tokoh pahlawan, yakni HAS Hanandjoeddin yang menjadi nama bandara di Pulau Belitung. Sejarah kepahlawanan telah tercatat di sejarah, namun hingga kini pemerintah belum menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional.
Pj Bupati Belitung Micron Antariksa kepada ANTARA di Tanjungpandan, Sabtu, mengatakan pihaknya telah mengusulakan gelar pahlawan nasional untuk HAS Hanandjoeddin ini sejak 2022, namun belum diterima pemerintah pusat karena ada beberapa hal yang belum terpenuhi.
Pemerintah Kabupaten Belitung telah mempersiapkan dan telah membentuk tim untuk melengkapi persyaratan agar segera memiliki pahlawan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan RI ini yang berasal dari Pulau Belitung.
"Kami terus akan menggelorakan ke seluruh instansi-instansi dan ke seluruh masyarakat. Kami juga minta dukungan dari DPR RI dan DPRD Provinsi dan juga menggelorakan ke berbagai seminar-seminar atas kepahlawanan HAS Hanandjoeddin," kata Micron.
Dengan mengelorakan ke berbagai penjuru, diharapkan gelar pahlawan nasional untuk Letnan Kolonel Haji AS Hanandjoeddin merupakan tokoh TNI Angkatan Udara yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Belitung ke delapan pada tahun 1967 hingga 1972 ini bisa terwujud.
Hanandjoeddin yang lahir di Tanjung Tikar, Sungai Samak, Badau, Belitung, ini menempuh pendidikan di Volkschool dan melanjutkan ke Ambacht School (AS). Setelah lulus, ia mulai bekerja sebagai bank werken (pekerja teknik) di Naamloze Vennootschap Gemeenschappelijke Mijnbouwmaatschappij Billiton (NVGMB).
"AS" pada namanya merupakan singkatan dari "Akademi Senter", gelar yang diberikan oleh Presiden RI Pertama Soekarno atau Bung Karno menunjukkan sekolah tempat menempa diri (Akademi) dan Senter yang berarti pusat pelaksana.
Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, HAS Hanandjoeddin pindah ke Malang dan tergabung dalam Ozawa Butai (Satuan Permukaan Darat Jepang), di mana ia dipercaya menjadi Hancho (pemimpin kelompok). Ketika Jepang kalah perang kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945, Ozawa Butai dibubarkan.
Setelah Indonesia merdeka, Kelompok Pemuda Bagian Udara yang dipimpin oleh HAS Hanandjoeddin bergabung bersama Badan Keamanan Rakyat (BKR) Malang yang berubah nama menjadi Divisi III Jawa Timur. Pada Oktober 1945, dibentuk BKR Udara (BKRO) Malang yang kemudian berubah nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat.
HAS Hanandjoeddin diangkat sebagai pelaksana teknis lapangan di BKRO Malang. HAS Hanandjoeddin mengikuti sekolah militer yang didirikan oleh Panglima Divisi III pasca jatuhnya Surabaya ke tangan Sekutu pada 12 November 1945.
Pada Januari 1946, HAS Hanandjoeddin ditugaskan sebagai Komandan Pertahanan Teknik Udara Pangkalan Bugis dan telah menyumbangkan beberapa keberhasilan seperti memperbaiki pengebom Shoki (Ki-48) dan memberikan pesawat Cukiu kepada Sekola Penerbangan Darurat Yogyakarta. Pada 9 April 1946, HAS Hanandjoeddin diberi pangkat Opsir Muda III (Letnan Muda Udara) oleh Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma
Pada Agresi Militer Belanda I di tahun 1947, HAS Hanandjoeddin dan anggota teknik lainnya berhasil menyelamatkan 15 pesawat terbang yang ada di Pangkalan Udara Bugis. HAS Hanandjoeddin kemudian dipercaya untuk menjadi Komandan Pertempuran Sektor I STC III Front Malang Timur dan Komandan Pertempuran Sektor II.
Pada 17 Januari 1948, Perjanjian Renville ditandatangani yang memiliki dampak ditarik mundurnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Jawa Barat dan Jawa Timur.
Agresi Militer Belanda II yang berlangsung pada 19 Desember 1948, HAS Hanandjoeddin kembali ke medan pertempuran sebagai komandan memimpin pasukannya di Sektor Watulimo. Pasca Belanda menguasai Pangkalan Udara Campurdarat, Hanandjoeddin ditunjuk untuk menangani urusan pertahanan AURI sebagai Wakil Danlanud Campurdarat.
Instruksi Panglima Besar Jenderal Soedirman 19 Desember 1948 agar seluruh Angkatan Perang RI melakukan perang gerilya membuat HAS Hanandjoedin dipercaya sebagai Komandan Onder Distrik Militer (ODM) Pakel.
Walaupun pada 7 Mei 1948 ditandatanganinya Perjanjian Roem-Roijen, tapi Panglima Besar Jenderal Soedirman telah mengeluarkan seruan agar seluruh prajurit Angkatan Perang RI tidak angkat tangan.
Setelah dilangsungkan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949, Pangkalan Udara Bugis Malang diserahkan dari Belanda kepada Angkatan Udara RI (AURI). Setelah itu, HAS Hanandjoeddin pun kembali ke Malang dan menjabat sebagai Kepala Jawatan Teknik Udara Pangkalan Udara Bugis.
Pemprov Babel saat kepemimpinan Pj Gubernur Syafrizal ZA mengusulkan kembali HAS Hanandjoedin sebagai pahlawan nasional karena telah berjuang dan berjasa memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Syafrizal pada saat itu mengatakan bahwa Pemprov Kepulauan Babel telah membentuk tim untuk melengkapi dokumen pendukung agar pemerintah pusat melalui Dewan Kepahlawanan menyetujui dan menetapkan Hanandjoedin dari Pulau Belitung tersebut sebagai pahlawan nasional.
Semua data dan fakta sejarah terkait dengan Hanandjoeddin sudah dikumpulkan, bahkan bandar udara di Tanjungpandan sudah sematkan nama HA. Hananjoeddin. Demikian pula jalan lintas Belitung-Belitung Timur juga diberi nama Jalan HAS Hanandjoeddin sebagai bentuk penghormatan jasa-jasa kepahlawanannya.
Semoga dengan usaha yang dilakukan pemerintah Kabupaten Belitung dan Pemprov Babel ini bisa diterima oleh pemerintah pusat dan gelar pahlawan nasional untuk HAS Hanandjoeddin bisa terwujud.
Selain sebagai lokasi pengasingan para tokoh pahlawan nasional, Bangka Belitung juga tercatat memiliki sejumlah tokoh yang dinilai berperan besar dalam perjuangan bangsa, di antaranya Depati Amir, tokoh kelahiran Pulau Bangka pada 1805 yang telah diberi gelar Pahlawan Nasional pada 2018 karena jasanya dalam mengusir dan melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Depati Amir yang kini dijadikan nama bandara di Pulau Bangka ini karena memiliki semangat kepahlawanannya menggema hampir di seluruh Pulau Bangka melawan penjajahan Belanda yang saat itu memiliki kepentingan terhadap aktivitas tambang timah. Karena perlawanannya dinilai merugikan aktivitas tambang mereka, akhirnya ia diasingkan ke Air Mata, Kota Lama, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Selain Depati Amir, Bangka Belitung juga memiliki tokoh pahlawan, yakni HAS Hanandjoeddin yang menjadi nama bandara di Pulau Belitung. Sejarah kepahlawanan telah tercatat di sejarah, namun hingga kini pemerintah belum menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional.
Pj Bupati Belitung Micron Antariksa kepada ANTARA di Tanjungpandan, Sabtu, mengatakan pihaknya telah mengusulakan gelar pahlawan nasional untuk HAS Hanandjoeddin ini sejak 2022, namun belum diterima pemerintah pusat karena ada beberapa hal yang belum terpenuhi.
Pemerintah Kabupaten Belitung telah mempersiapkan dan telah membentuk tim untuk melengkapi persyaratan agar segera memiliki pahlawan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan RI ini yang berasal dari Pulau Belitung.
"Kami terus akan menggelorakan ke seluruh instansi-instansi dan ke seluruh masyarakat. Kami juga minta dukungan dari DPR RI dan DPRD Provinsi dan juga menggelorakan ke berbagai seminar-seminar atas kepahlawanan HAS Hanandjoeddin," kata Micron.
Dengan mengelorakan ke berbagai penjuru, diharapkan gelar pahlawan nasional untuk Letnan Kolonel Haji AS Hanandjoeddin merupakan tokoh TNI Angkatan Udara yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Belitung ke delapan pada tahun 1967 hingga 1972 ini bisa terwujud.
Hanandjoeddin yang lahir di Tanjung Tikar, Sungai Samak, Badau, Belitung, ini menempuh pendidikan di Volkschool dan melanjutkan ke Ambacht School (AS). Setelah lulus, ia mulai bekerja sebagai bank werken (pekerja teknik) di Naamloze Vennootschap Gemeenschappelijke Mijnbouwmaatschappij Billiton (NVGMB).
"AS" pada namanya merupakan singkatan dari "Akademi Senter", gelar yang diberikan oleh Presiden RI Pertama Soekarno atau Bung Karno menunjukkan sekolah tempat menempa diri (Akademi) dan Senter yang berarti pusat pelaksana.
Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, HAS Hanandjoeddin pindah ke Malang dan tergabung dalam Ozawa Butai (Satuan Permukaan Darat Jepang), di mana ia dipercaya menjadi Hancho (pemimpin kelompok). Ketika Jepang kalah perang kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945, Ozawa Butai dibubarkan.
Setelah Indonesia merdeka, Kelompok Pemuda Bagian Udara yang dipimpin oleh HAS Hanandjoeddin bergabung bersama Badan Keamanan Rakyat (BKR) Malang yang berubah nama menjadi Divisi III Jawa Timur. Pada Oktober 1945, dibentuk BKR Udara (BKRO) Malang yang kemudian berubah nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat.
HAS Hanandjoeddin diangkat sebagai pelaksana teknis lapangan di BKRO Malang. HAS Hanandjoeddin mengikuti sekolah militer yang didirikan oleh Panglima Divisi III pasca jatuhnya Surabaya ke tangan Sekutu pada 12 November 1945.
Pada Januari 1946, HAS Hanandjoeddin ditugaskan sebagai Komandan Pertahanan Teknik Udara Pangkalan Bugis dan telah menyumbangkan beberapa keberhasilan seperti memperbaiki pengebom Shoki (Ki-48) dan memberikan pesawat Cukiu kepada Sekola Penerbangan Darurat Yogyakarta. Pada 9 April 1946, HAS Hanandjoeddin diberi pangkat Opsir Muda III (Letnan Muda Udara) oleh Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma
Pada Agresi Militer Belanda I di tahun 1947, HAS Hanandjoeddin dan anggota teknik lainnya berhasil menyelamatkan 15 pesawat terbang yang ada di Pangkalan Udara Bugis. HAS Hanandjoeddin kemudian dipercaya untuk menjadi Komandan Pertempuran Sektor I STC III Front Malang Timur dan Komandan Pertempuran Sektor II.
Pada 17 Januari 1948, Perjanjian Renville ditandatangani yang memiliki dampak ditarik mundurnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Jawa Barat dan Jawa Timur.
Agresi Militer Belanda II yang berlangsung pada 19 Desember 1948, HAS Hanandjoeddin kembali ke medan pertempuran sebagai komandan memimpin pasukannya di Sektor Watulimo. Pasca Belanda menguasai Pangkalan Udara Campurdarat, Hanandjoeddin ditunjuk untuk menangani urusan pertahanan AURI sebagai Wakil Danlanud Campurdarat.
Instruksi Panglima Besar Jenderal Soedirman 19 Desember 1948 agar seluruh Angkatan Perang RI melakukan perang gerilya membuat HAS Hanandjoedin dipercaya sebagai Komandan Onder Distrik Militer (ODM) Pakel.
Walaupun pada 7 Mei 1948 ditandatanganinya Perjanjian Roem-Roijen, tapi Panglima Besar Jenderal Soedirman telah mengeluarkan seruan agar seluruh prajurit Angkatan Perang RI tidak angkat tangan.
Setelah dilangsungkan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949, Pangkalan Udara Bugis Malang diserahkan dari Belanda kepada Angkatan Udara RI (AURI). Setelah itu, HAS Hanandjoeddin pun kembali ke Malang dan menjabat sebagai Kepala Jawatan Teknik Udara Pangkalan Udara Bugis.
Pemprov Babel saat kepemimpinan Pj Gubernur Syafrizal ZA mengusulkan kembali HAS Hanandjoedin sebagai pahlawan nasional karena telah berjuang dan berjasa memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Syafrizal pada saat itu mengatakan bahwa Pemprov Kepulauan Babel telah membentuk tim untuk melengkapi dokumen pendukung agar pemerintah pusat melalui Dewan Kepahlawanan menyetujui dan menetapkan Hanandjoedin dari Pulau Belitung tersebut sebagai pahlawan nasional.
Semua data dan fakta sejarah terkait dengan Hanandjoeddin sudah dikumpulkan, bahkan bandar udara di Tanjungpandan sudah sematkan nama HA. Hananjoeddin. Demikian pula jalan lintas Belitung-Belitung Timur juga diberi nama Jalan HAS Hanandjoeddin sebagai bentuk penghormatan jasa-jasa kepahlawanannya.
Semoga dengan usaha yang dilakukan pemerintah Kabupaten Belitung dan Pemprov Babel ini bisa diterima oleh pemerintah pusat dan gelar pahlawan nasional untuk HAS Hanandjoeddin bisa terwujud.