Pengumuman ini disampaikan pada Senin (6/1) oleh pemerintah Brasil, sebagai pemegang presidensi BRICS tahun ini.
BRICS awalnya didirikan pada 2009 oleh Brasil, Rusia, India, dan China, dengan Afrika Selatan bergabung pada 2010. Saat ini, BRICS memiliki total 10 anggota penuh.
Kalangan pakar Indonesia memuji keputusan pemerintah untuk bergabung dengan BRICS, menyoroti potensi manfaatnya bagi Indonesia, seperti mendorong ekonomi, menarik investasi, memperluas akses pasar, dan memperkuat status internasionalnya.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan menekankan bahwa keanggotaan BRICS akan memperluas akses pasar Indonesia, memastikan resiliensi di tengah ketidakpastian perekonomian global.
"Bergabung dengan BRICS akan membebaskan Indonesia dari ketergantungan yang berlebihan pada pasar-pasar tradisional. Dengan bergabungnya negara-negara Timur Tengah ke dalam BRICS, hal ini sejalan dengan tujuan pemerintah untuk memasuki pasar Timur Tengah. Manfaat keanggotaan BRICS sangat signifikan," kata Nailul.
Telisa Aulia Falianty, profesor ekonomi moneter di Universitas Indonesia (UI), mengatakan bahwa BRICS memiliki dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Indonesia dapat mengambil peran yang lebih kuat dalam organisasi ini jika dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik untuk persaingan bisnis.
"Beberapa pihak memperkirakan bahwa dengan keterlibatan Indonesia di BRICS, pertumbuhan ekonomi dapat meningkat 0,3 persen," katanya.
"Kita melihat Indonesia dipandang sebagai negara penting untuk bisa segera bergabung (dengan BRICS)," Menteri Luar Negeri RI Sugiono mengatakan dalam pidatonya di Pernyataan Pers Tahunan Menteri (PPTM), di Jakarta, Jumat, 10 Januari 2025.
"Keanggotaan Indonesia di BRICS ini merupakan wujud politik luar negeri itu sendiri. Karena keputusan ini bukanlah hasil kerja semalam. Melainkan buah dari kiprah konsistensi dan keteguhan diplomasi Indonesia selama puluhan tahun," kata Sugiono.
Menurut dia, Indonesia sebagai anggota BRICS akan memastikan untuk menjembatani kepentingan negara berkembang dan seluruh kawasan, dan akan terus aktif mencegah meruncingnya persaingan geoekonomi dan geopolitik.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia (RI) pada Selasa (7/1) mengatakan bahwa Indonesia memandang keanggotaannya di BRICS sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kolaborasi dengan negara-negara berkembang lainnya, yang berakar pada prinsip-prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan pembangunan berkelanjutan.
"Pencapaian ini mencerminkan peran aktif Indonesia yang semakin meningkat dalam isu-isu global, serta komitmennya untuk memperkuat kerja sama multilateral demi menciptakan tatanan global yang lebih inklusif dan adil," ujar pihak kementerian dalam sebuah pernyataan.
"BRICS adalah sebuah platform penting bagi Indonesia untuk memperkuat kerja sama Selatan-Selatan, memastikan bahwa suara dan aspirasi negara-negara Global South didengar dan terwakili dalam proses pengambilan keputusan global," menurut pernyataan itu.
"Dengan menjadi anggota BRICS, peran dan lingkup pengaruh Indonesia akan meluas," kata Ahmad Heryawan, wakil ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dia menambahkan bahwa keanggotaan BRICS memungkinkan Indonesia untuk memainkan peran yang lebih besar dalam menjaga keseimbangan global dan mengatasi isu-isu penting seperti perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, dan tantangan-tantangan kemanusiaan.
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menggambarkan keanggotaan BRICS sebagai langkah strategis untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia di kancah global. "Ini juga memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk membentuk arah dan kerangka kerja organisasi ini di masa depan," katanya.
Muhammad Syaroni Rofii, pakar hubungan internasional di Universitas Indonesia, mengatakan keanggotaan di BRICS dapat digunakan untuk memperluas jaringan kemitraan Indonesia untuk agenda-agenda global. "Dengan bergabung dalam BRICS, Indonesia dapat menyuarakan aspirasi negara-negara Global South," katanya.