"Like father like son", seperti apa ayahnya demikian juga anaknya, menjadi pepatah yang bisa digambarkan untuk sosok Susilo Bambang Yudhoyono dan Agus Harimurti Yudhoyono.
Keduanya memiliki kesamaan dalam memasuki masa kampanye pemilihan umum, yakni menyampaikan pidato politik.
Susilo Bambang Yudhoyono, biasa disapa dengan SBY pada 1 Juni 2004 menyampaikan pidato politik saat memasuki musim kampanye Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun itu.
Sementara pada masa kampanye untuk memasuki periode kedua pemerintahannya, SBY juga menyampaikan pidato politik pada 4 Juni 2009 di Pekan Raya Jakarta.
Kini Agus menapaki jejak yang sama dengan ayahnya, dengan menyampaikan pidato politik pada hari ketiga kampanye Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017 di Jakarta Theatre pada Minggu 30 Oktober 2016.
Pidato politik merupakan pidato yang disampaikan oleh tokoh politik atau pemimpin partai dalam suatu kampanye atau pertemuan politik.
Pidato politik SBY dan Agus tersebut merupakan yang pertama dalam sejarah politik nasional kontemporer dalam kurun 2004-2016 yang ditunjukkan oleh ayah dan anak.
Pada masanya masing-masing, mereka menjadi yang pertama dalam menyampaikan pidato politik saat memasuki masa kampanye.
Meskipun untuk keperluan kampanye yang berbeda, SBY untuk Pemilu Presiden sedangkan Agus untuk Pemilu Kepala Daerah, keduanya menunjukkan niat dan sikap memberitahukan kepada publik atau rakyat pemilih sejak awal mengenai rencana dan program kerja yang akan diusung serta mengajak publik untk memilihnya.
Biasanya pidato politik itu mengajak atau menjanjikan perubahan.
Hal itu pula yang ditunjukkan oleh SBY dalam pidato politik pertama pada 2004. Bersama pasangannya, Jusuf Kalla untuk menjadi Wakil Presiden, ketika itu SBY mengajak rakyat untuk bersama-sama melakukan perubahan menuju Indonesia yang lebih baik.
Saat itu, pasangan SBY-JK mengagendakan dua hal besar yaitu pertama menata kembali sistem kenegaraan, pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan jiwa, semangat dan konsensus berdirinya negara Indonesia terutama Pancasila dan UUD, dengan mengembangkan sistem sosial politik yang berkelanjutan dan sistem kelembagaan ketata negaraan yang tahan mengikuti segala guncangan; dan kedua, melakukan pembangunan di segala bidang termasuk ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan HAM serta pertahanan dan keamanan.
SBY-JK mengusung tema "Membangun kembali Indonesia pascakrisis" yang mereka anggap menjadi inti agenda dari reformasi gelombang kedua yang mereka canangkan.
Pada kampanye untuk memasuki periode kedua pemerintahannya, SBY yang pada 2009 berpasangan dengan Boediono, menyatakan tidak ingin banyak membuat janji yang sulit dipenuhi. Tidak ingin memberikan angin surga kepada rakyat, terlebih ketika situasi dunia sedang dilanda krisis besar di bidang perekonomian dewasa ini.
SBY memilih untuk tidak dipuji karena kurang menjanjikan sasaran-sasaran yang spektakuler, langkah-langkah yang amat agresif, serta perubahan-perubahan yang amat dramatis.
Dia memilih sasaran yang lebih realistis, dapat kita jangkau dan secara nyata manfaat dan dampak positifnya, dapat dirasakan oleh rakyat. Tiada lain adalah sebuah kesinambungan dan perubahan.
Sementara Agus menggelorakan semangat untuk melakukan perubahan dan mengubah nasib warga Jakarta agar lebih baik, dengan bekerja keras melakukan 10 program unggulan.
Mulai dari bantuan langsung kepada golongan miskin dan kurang mampu; penciptaan lapangan kerja dan pengurangan pengangguran; peningkatan pendidikan dan kesejahteraan guru; peningkatan kesehatan; peningkatan pertumbuhan ekonomi, investasi dan stabilisasi harga; peningkatan pembangunan infrastruktur dan perumahan, menjadikan Jakarta sebagai kota pintar, kreatif dan ramah lingkungan; peningkatan keamanan kota dan kerukunan warga; pemberantasan korupsi tanpa tebang pilih, patroli keamanan serta pemberantasan narkoba; dan peningkatan kualitas pemerintahan dan birokrasi.
Isi pidato politik intinya memang menyentuh empat hal yakni selain informatif, deskriptif, dan argumentatif, juga persuasif mengajak khalayak untuk ikut serta dalam berbagai hal yang disampaikan dalam pidato tersebut. Apalagi dalam masa kampanye ini. Pidatonya kental dengan ajakan untuk memilih calon yang menyampaikan pidato tersebut.
Paling ditunggu
Dalam proses demokrasi, pidato politik merupakan saat yang paling ditunggu-tunggu oleh publik.
Kita masih ingat pidato politik Megawati Soekarnoputri pada 29 Juli 1999 yang bergelora ketika partai politik yang dipimpinnya, PDI Perjuangan, memenangkan Pemilu 1999, setelah bertahun-tahun ditekan oleh rezim Orde Baru sejak dia terpilih sebagai Ketua Umum PDI dalam Kongres Luar Biasa di Surabaya pada 2-6 Desember 1993 dan baru diakui oleh pemerintah melalui Munas PDI pada tahun pada 22-23 Desember 1993.
Seiring dengan pemilu era multipartai pertama pada masa reformasi yang mencapai 48 partai politik ketika itu, PDI Perjuangan mengantongi 35,6 juta suara rakyat dan menduduki 153 kursi di DPR RI dengan kemenangan yang diraih sebesar 33,74 persen.
Megawati berhasil menyedot perhatian publik di dalam dan luar negeri sebagai politisi perempuan yang gigih berjuang, meskipun mendapatkan berbagai tekanan rezim yang akhirnya tumbang seiring dengan gerakan reformasi pada 1998.
Pada Sidang Umum MPR 1999, Megawati bahkan terpilih sebagai Wakil Presiden, berpasangan dengan Presiden Abdurrahman Wahid.
Begitu pula pidato politik kemenangan Joko Widodo pada 22 Juli 2014 ketika baru saja ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umumm bahwa dia terpilih sebagai Presiden dalam Pemilu Presiden 2014.
Dalam pidato yang diberi judul "Saatnya Bergerak Bersama". Hal pertama yang disampaikan oleh Jokowi adalah mengucapkan terima kasih dan penghargaan tinggi kepada Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, pasangan calon presiden dan wakil presiden lain, yang telah menjadi sahabat dalam kompetisi politik untuk mendapatkan mandat rakyat untuk memimpin negeri ini lima tahun ke depan.
Masih teringat Jokowi menyampaikan bahwa kemenangan ini adalah kemenangan seluruh rakyat Indonesia. Kemenangan rakyat ini akan melapangkan jalan untuk mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara kebudayaan.
Disebutkan pula bahwa dengan kerendahan hati mereka, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, menyerukan kepada saudara-saudara sebangsa dan se-Tanah Air untuk kembali ke takdir sejarahnya sebagai bangsa yang bersatu; bangsa yang satu, bangsa Indonesia. Pulihkan kembali hubungan keluarga dengan keluarga, tetangga dengan tetangga, serta teman dengan teman yang sempat renggang.
Kita bersama sama bertanggung jawab untuk kembali membuktikan kepada diri kita, kepada bangsa-bangsa lain, dan terutama kepada anak-cucu kita, bahwa politik itu penuh keriangan; politik itu di dalamnya ada kegembiraan; politik itu ada kebajikan; politik itu adalah suatu pembebasan.
Jokowi juga menyampaikan bahwa Pemilu 2014 memunculkan optimisme baru bagi bangsa ini. Jiwa merdeka dan tanggung jawab politik bermekaran dalam jiwa generasi baru.
Kesukarelaan yang telah lama terasa mati suri kini hadir kembali dengan semangat baru. Pemilihan Umum Presiden telah membawa politik ke sebuah fase baru bukan lagi sebagai sebuah peristiwa politik semata-mata, tetapi peristiwa kebudayaan.
Apa yang ditunjukkan para relawan, mulai dari pekerja budaya dan seniman, sampai pengayuh becak, memberikan harapan bahwa ada semangat kegotong-royongan, yang tak pernah mati.
Semangat gotong royong itulah yang akan membuat bangsa Indonesia bukan saja akan sanggup bertahan dalam menghadapi tantangan tetapi juga dapat berkembang menjadi poros maritim dunia, locus dari peradaban besar politik masa depan.
"Lupakanlah nomor 1 dan lupakanlah nomor 2, marilah kembali ke Indonesia Raya," kata Jokowi-JK yang bernomor urut 2 dan Prabowo-Hatta yang bernomor urut 1, ketika itu.
Ternyata, hubungan mereka hingga kini tetap baik, bahkan pada hari Senin (31/10) ini, Jokowi bertemu untuk kesekian kalinya dengan Prabowo yang menunjukkan bahwa mereka tetap berhubungan baik.
Ke depan, akan banyak pidato-pidato politik yang akan disampaikan oleh para politisi, entah sebagai calon kepala daerah atau setelah mereka dinyatakan memenangkan pilkada serentak pada 15 Februari 2017.
Dengan pidato politik, publik mendapatkan gambaran tentang apa yang menjadi komitmen mereka untuk memajukan dan menyejahterakan rakyat.
