Jakarta (Antara Babel) - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli
Amar menegaskan tidak ada penggunaan senjata api dalam upaya membubarkan
pengunjuk rasa yang melakukan aksi damai di sekitar Monumen Nasional
dan Istana Merdeka pada Jumat malam.
"Sekitar pukul 19.30 WIB diputuskan langkah pembubaran dengan
menembakkan gas air mata yang bunyinya seperti suara ledakan senjata
(api). Itu bukan senjata api melainkan pelontar gas air mata," kata Boy
kepada wartawan di Jakarta, Sabtu.
Pembubaran massa menggunakan gas air mata terpaksa dilakukan aparat
kepolisian karena selepas bada Isya terjadi tindakan yang memicu
provokasi yakni penyerangan petugas polisi oleh seorang laki-laki dengan
menggunakan bambu runcing, yang disusul dengan pelemparan botol, batu,
kayu, dan benda-benda berbahaya lainnya ke arah petugas.
Pengunjuk rasa juga mencoba mendekati kompleks Istana Merdeka dengan
merusak barikade keamanan dan bahkan merusak kendaraan aparat
kepolisian dan TNI.
"Tercatat ada tiga kendaraan yang dibakar (massa) dan 18 rusak
karena dilempari batu. Padahal ini kendaraaan dinas negara yang dibeli
dari uang rakyat untuk membekali para petugas yang berdinas," kata Boy.
Insiden tersebut mengakibatkan 160 warga sipil sempat dirawat di RS Budi Kemuliaan karena gas air mata yang sangat pekat.
Sementara dari aparat keamanan dilaporkan 79 personel polisi dirawat
jalan, dua polisi, lima anggota TNI, dan satu petugas pemadam kebakaran
dirawat intensif di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.
Pihak kepolisian juga mengonfirmasi satu korban meninggal dunia atas
nama Syachrie Oy Bcan (55), dengan dugaan sementara karena penyakit
asma.
"Kami sangat menyesalkan peristiwa ini terjadi. Kami menghormati dan
mengawal warga masyarakat yang berunjuk rasa, ternyata niatnya bukan
hanya unjuk rasa tetapi ingin menyerang petugas," ungkap Boy.
Unjuk rasa yang dilakukan ratusan ribu elemen masyarakat dari ormas
Islam ini dilakukan untuk menuntut percepatan proses hukum atas dugaan
penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki
Tjahaja Purnama.