Pangkalpinang (ANTARA) - Pemerintah daerah di Indonesia kini banyak yang mengembangkan smart city atau kota cerdas. Program yang dulunya hanya konsep akademis mulai diterapkan untuk memperbaiki pelayanan publik melalui teknologi digital. Namun setelah beberapa tahun berjalan, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa membangun kota cerdas tidak mudah.
Beberapa daerah sudah menunjukkan hasil baik dalam mengembangkan smart city. Kabupaten Sumenep menerapkan enam aspek kota cerdas yaitu ekonomi, masyarakat, pemerintahan, lingkungan, hidup, dan transportasi cerdas.
Pemerintah membantu UMKM menggunakan teknologi digital untuk memasarkan produk lokal seperti kerupuk ikan, terasi, dan kerajinan kayu. Hasilnya, produk lokal kini lebih dikenal dan terjual hingga ke luar daerah.
Kota Makassar menunjukkan pencapaian lebih tinggi dengan meraih 178 penghargaan nasional hingga internasional, termasuk Smart City Award 2017 dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Walikota Danny Pomanto berhasil mewujudkan visi "Makassar Kota Dunia" melalui berbagai program digital yang mendapat pengakuan internasional.
Contoh nyata inovasi smart city adalah aplikasi SIAPP (Sistem Integrasi Aduan Pamong Praja) di Kabupaten Kendal. Aplikasi berbasis GPS ini memungkinkan masyarakat melaporkan masalah keamanan langsung ke Satpol PP atau Damkar. Saat ada kebakaran atau gangguan ketertiban, petugas langsung mengetahui lokasi dan bisa segera datang. Makassar juga memiliki website makassarkota.go.id yang menyediakan layanan dari kesehatan hingga perizinan online.
Namun di balik keberhasilan tersebut, penelitian "Smart City: Konsep Kota Cerdas Era Kontemporer" oleh Imam Hidayat dan Hadi Soetarto menunjukkan smart city Indonesia masih menghadapi masalah besar. Studi "Implementasi Kebijakan Smart City dalam Mewujudkan Makassar Kota Dunia" oleh Annisa Nurdiassa dan tim menemukan empat kendala utama: koordinasi antar instansi yang lemah, aturan yang belum lengkap, kurangnya SDM yang paham teknologi, dan infrastruktur yang terpisah-pisah.
Kendala terbesar terletak pada sumber daya manusia. Banyak pegawai pemerintah belum menguasai teknologi yang dibutuhkan untuk menjalankan smart city. Di sisi lain, masyarakat juga masih banyak yang kesulitan menggunakan teknologi digital. Penelitian di Makassar menunjukkan banyak warga yang tidak paham konsep smart city, sehingga aplikasi yang sudah dibuat tidak digunakan optimal.
Masalah infrastruktur juga serius. Data masih tersebar di berbagai instansi tanpa terhubung, internet belum merata di semua wilayah, dan keamanan data masih lemah. Akibatnya, sering terjadi data ganda atau informasi yang tidak konsisten antar instansi.
Penelitian "Inovasi Pemerintah Daerah: Aplikasi Siapp Sebagai Dukungan Smart City Di Kabupaten Kendal" oleh Maulida Putri Rahmawati dan Muhammad Fatchuriza menunjukkan bahwa keberhasilan smart city sangat bergantung pada partisipasi masyarakat. Masyarakat bukan hanya pengguna teknologi, tetapi mitra yang menentukan berhasil tidaknya program ini. Tanpa dukungan masyarakat, teknologi secanggih apapun akan sia-sia.
Pengalaman berbagai daerah membuktikan bahwa smart city bukan hanya soal teknologi, tetapi perubahan total cara pemerintah bekerja. Prosesnya membutuhkan perubahan pola pikir, peningkatan kemampuan SDM, perbaikan aturan, dan komitmen jangka panjang dari kepala daerah. Smart city adalah proses panjang yang membutuhkan konsistensi, bukan program jangka pendek.
Ketiga penelitian tersebut mengungkap bahwa pendekatan smart city selama ini masih terpisah-pisah dan belum terpadu. Meskipun beberapa daerah sudah mendapat banyak penghargaan, dampak jangka panjangnya masih perlu dievaluasi lebih dalam. Smart city yang sebenarnya membutuhkan sistem digital yang menghubungkan semua aspek kehidupan kota, bukan hanya kumpulan aplikasi yang berdiri sendiri.
Kondisi implementasi smart city di Indonesia menunjukkan bahwa meskipun pencapaian di permukaan terlihat positif, masih ada kesenjangan besar antara target ideal dengan kondisi lapangan. Hal ini membuktikan bahwa perjalanan Indonesia menuju kota cerdas masih membutuhkan waktu panjang dan kerja keras berkelanjutan. Diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang kompleksitas transformasi digital dalam konteks pemerintahan dan masyarakat Indonesia yang beragam.
