Ankara (ANTARA) - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan bahwa kesepakatan gencatan senjata di Gaza yang ditandatangani di Mesir bukanlah solusi akhir bagi permasalahan Palestina.
“Kesepakatan ini tidak dapat dianggap sebagai dokumen yang mampu mengakhiri konflik Palestina secara menyeluruh. Ini hanyalah sebuah langkah gencatan senjata,” ujar Erdogan kepada awak media pada Selasa.
Menurut Erdogan, satu-satunya jalan keluar yang adil dan permanen adalah pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dalam batas wilayah tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Kesepakatan gencatan senjata tersebut ditandatangani oleh Erdogan bersama Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani dalam pertemuan puncak di Kairo pada Senin (13/10).
Erdogan menekankan bahwa implementasi penuh dari perjanjian itu harus dipastikan, dan menuntut agar Amerika Serikat terus menekan Israel agar mematuhi isi kesepakatan. Ia menyebutkan bahwa pertukaran sandera dan tahanan merupakan langkah awal menuju penerapan kesepakatan tersebut.
“Yang terpenting saat ini adalah memastikan pemerintah Israel memenuhi komitmen mereka. Reputasi Israel dalam hal ini sangat buruk, dan saya yakin para pemain utama, khususnya AS, akan terus mendorong ke arah yang benar,” tambahnya.
Erdogan juga menegaskan bahwa Turki akan tetap berperan aktif dalam mendukung terwujudnya solusi dua negara.
Pada hari yang sama, gerakan Hamas melepaskan 20 sandera terakhir yang ditahan sejak 7 Oktober 2023, sebagai bagian dari kesepakatan dengan Israel.
Sementara itu, Kantor Media Tahanan Palestina melaporkan bahwa Israel telah membebaskan 1.718 tahanan dari Jalur Gaza serta 250 tahanan lainnya dari Tepi Barat, Yerusalem, dan luar negeri.
Rencana perdamaian 20 poin untuk Gaza yang disusun oleh Presiden Trump diumumkan pada 29 September. Dokumen itu menyerukan penghentian segera pertempuran dengan syarat pembebasan seluruh sandera dalam waktu 72 jam.
Rencana tersebut juga menetapkan bahwa Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya tidak akan memiliki peran dalam pemerintahan Gaza. Pengelolaan wilayah akan diserahkan kepada komite teknokratis di bawah pengawasan badan internasional yang dipimpin oleh Trump.
Sumber: Sputnik / RIA Novosti – OANA
