Jakarta (Antara Babel) - Memasuki bulan Maret, ingatan sebagian orang
Indonesia tertuju ke Pak Harto (Soeharto, Presiden RI ke-2).
Kenapa? Tidak lain karena pada 1 Maret 1949 terjadi Serangan Oemoem
yang melibatkan Pak Harto di Yogyakarta dengan tujuan mempertahankan
Kemerdekaan Republik Indonesia.
Ketika itu, Soeharto muda berkedudukan sebagai Komandan Brigade
X/Wehrkreise III Yogyakarta. Letkol Soeharto merupakan penanggung jawab
perjuangan di wilayah Yogyakarta yang memimpin pertempuran merebut
Ibukota Negara yang ketika itu berkedudukan di Yogyakarta.
Menguasai Yogyakarta selama enam jam mampu membuka mata dunia,
melalui diplomasi di Markas Besar Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di
New York Amerika Serikat, serta meyakinkan dunia bahwa Republik
Indonesia masih ada.
Peristiwa penting kedua yang terjadi di bulan Maret adalah
keluarnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) pada 1966 dari Presiden
Soekarno untuk Pak Harto.
Surat tersebut berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto,
selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib)
untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu guna mengatasi
situasi keamanan yang buruk ketika itu.
Sebagai tindak lanjut keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966,
Letnan Jenderal Soeharto sebagai pengemban Supersemar segera mengambil
tindakan untuk menata kembali kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara sesuai Pancasila dan UUD 1945.
Tindakan penting yang dilakukan terutama adalah dikeluarkannya
surat keputusan yang berisi pembubaran dan larangan Partai Komunis
Indonesia (PKI) beserta ormas-ormasnya yang bernaung dan berlindung atau
senada dengannya serta beraktivitas dan hidup di seluruh wilayah
Indonesia.
Keputusan tersebut diperkuat dengan Keputusan Presiden/Pangti
ABRI/Mandataris MPRS No.1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966. Keputusan
pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya mendapat sambutan dan dukungan
dari seluruh rakyat karena merupakan salah satu realisasi dari Tritura.
Kemudian, pada bulan Maret juga, tepatnya pada 27 Maret 1968
Jenderal Soeharto ditetapkan menjadi Presiden Republik Indonesia melalui
Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968).
Sejarah mencatat, Jenderal Besar TNI (Purn) HM Soeharto lahir di
Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul,
Yogyakarta, pada 8 Juni 1921.
Segenap bangsa Indonesia mencatat perjalanan "cah ndeso" (anak
desa), sang pemberani di berbagai peristiwa penting dan genting yang
menjadi bagian dari sejarah perjalanan bangsa yang bisa tetap berdiri
kokoh hingga saat ini.
Pembangunan yang dilaksanakan di era Pak Harto merupakan
pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
sebagaimana diperintahkan Bung Karno, pendahulunya yang telah meletakkan
dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bernegara ("nation and character
building").
Pada era Pak Harto, ekonomi dibangun dengan mengedepankan dua
unsur dari Trilogi, yaitu pertumbuhan dan pemerataan. Satu unsur
lainnya, yakni stabilitas sangat dibutuhkan untuk mengatur ekonomi
secara terencana dan terarah.
Pembangunan yang relatif merata dengan tahapan-tahapan yang
terukur dan terstruktur memberikan dampak sistemik terhadap pertumbuhan
ekonomi yang mantap di kisaran tujuh persen rata-rata per tahun,
sementara kemiskinan mampu ditekan, daya beli masyarakat relatif
meningkat, dan kebutuhan dasar terpenuhi.
Cerdaskan kehidupan bangsa
Salah satu sisi yang menarik dari perjalanan hidup Pak Harto
adalah visi dan pemikirannya yang mendorong dengan sungguh-sungguh
pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia sesuai amanah UUD 1945,
yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kenyataan kala itu kemampuan negara masih lemah dalam mencetak
SDM yang berkualitas karena kendala biaya. Banyak potensi generasi muda
Indonesia yang ketika itu mengalami kesulitan menyelesaikan studinya
karena kekurangan biaya.
Maka, pada 1974 Pak Harto mendirikan Yayasan Supersemar untuk
membantu biaya pendidikan para mahasiswa dan pelajar dari golongan
masyarakat yang kurang mampu di bidang ekonomi, tetapi berprestasi
tinggi dalam studi.
Yayasan Supersemar hingga 8 Desember 2015 telah memberikan
bantuan beasiswa kepada 2.021.521 mahasiswa, pelajar, dan atlet nasional
di berbagai perguruan tinggi pada sejumlah daerah di Indonesia. Total
dana yang telah disalurkan mencapai lebih dari Rp700 miliar.
Hasilnya bisa dirasakan sekarang. Kini banyak alumni penerima
beasiswa Supersemar yang sukses di bidangnya masing-masing serta banyak
berkiprah dan berperan dalam mengisi pembangun Indonesia di berbagai
bidang.
Siapa tak kenal Prof. Dr. Mahfud MD. (Pakar Hukum Tatanegara,
mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), Prof. Dr. Mohammad Nuh (mantan
Menteri Pendidikan), atau Prof. Yohannes Surya, Ph.D (pakar Matematika
dan Fisika)? Mereka adalah beberapa tokoh terpandang di Tanah Air yang
pada masa lalunya pernah menerima beasiswa Supersemar.
Beberapa alumni penerima beasiswa Supersemar juga kini masuk di
Kabinet Kerja, di antaranya Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc selaku Menteri
Sekretaris Negara, Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, SE,
MUP, Ph.D sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas, dan Prof. Dr. Muhadjir Effedy, MAP sebagai Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan.
Sebagai wujud rasa syukur dan hormat kepada Pak Harto, pada 1
Maret 2017 Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar
(KMA-PBS) dan beberapa pihak terkait menyelenggarakan seminar di
Universitas Mercu Buana Yogyakarta untuk memperingati Serangan Oemoem
satu Maret (SO 1 Maret).
Selain itu, khusus untuk memperingati keluarnya Surat Perintah 11
Maret (Supersemar), pada 11 Maret 2017 akan diadakan Seminar Bela
Negara di Universitas Negeri Makassar serta Shalawat dan Dzikir di
Masjid At-Tien Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.
Selain itu panitia mengagendakan Seminar Kepemimpinan Soeharto di
Jakarta pada 27 Maret 2017 dengan menghadirkan mantan Perdana Menteri
Malaysia Dr. Mahathir Mohammad dan mantan Presiden Filipina Fidel Ramos.
Memang, almarhum Pak Harto dengan segala kekurangan (kelemahan)
dan kelebihannya layak dikenang serta pantas menjadi pahlawan di hati
segenap rakyat Indonesia.
*Penulis, Wakil Sekjen Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMA-PBS).
Maret, Bulan Soeharto
Selasa, 7 Maret 2017 21:10 WIB