"Petugasnya masih tidur. Coba saja dua jam lagi ke sini," kata penjaga satu gedung di Jalan Raya Jiefangbei menjawab pertanyaan Antara yang pada Sabtu pagi (8/7) hendak mengunjungi masjid yang dibangun Saad bin Abi Waqqash, sahabat dan paman Nabi Muhammad SAW, di Guangzhou, China.
Tanpa melihat si penanya yang kebingungan mencari tempat menunggu pada pukul 06.10, si penjaga buru-buru keluar dari posnya menuju pinggir jalan yang pagi itu langitnya masih tertutup awan hitam setelah hampir sepekan penuh diguyur hujan.
Dari tempatnya berdiri, dia hanya memberi isyarat belok kanan-kiri, lalu lurus. Namun tanda-tanda lokasi yang dituju tak jua tampak setelah satu, dua, hingga tiga perempatan dilalui.
Setelah hampir dua kilometer berjalan kaki, seorang remaja datang menghampiri, memberi saran untuk menumpang taksi karena masih ada beberapa perempatan yang harus dilalui sebelum belokan ke kiri menuju Jalan Guangta, tempat Masjid Huaisheng yang dibangun oleh Saad bin Abi Waqqash berada.
Muslimah dari Gansu usai bersembahyang di Masjid Xianxian setelah ziarah ke Makam Saad bin Abi Waqqash di Guangzhou, China, Sabtu (8/7/2017). (ANTARA New/M. Irfan Ilmie)
Saat argometer menunjuk angka 10 RMB (sekitar Rp20.000), taksi berhenti. Tapi pintu gerbang bangunan tua berwarna merah bata itu belum dibuka.
"Masih terlalu pagi. Tunggu saja di situ," kata sopir taksi sambil menunjuk kursi kayu di depan pintu gerbang.
Suasana sepi di depan bangunan kuno itu kontras dengan di sekitarnya, khususnya yang berada di sebelah barat dan utara perempatan Guangta.
Trotoar yang basah akibat guyuran hujan semalam tak menyurutkan semangat para pedagang menggelar barang-barang kuno dan antik, mulai dari perkakas, perhiasan, buku, hingga jaket dari kulit harimau asli. Hiruk-pikuk tawar-menawar antara pembeli dan penjual memecah keheningan pagi itu.
Tanpa menghiraukan hiruk pikuk perdagangan itu, seorang pria tua bersepeda lewat dan berhenti di depan pintu gerbang masjid. Pria yang memperkenalkan diri sebagai Ismail bersedia membukakan pintu gerbang masjid dan mengantar Antara masuk ke kompleks masjid.
Masjid Huaisheng
Guangta yang artinya menara merupakan nama lain dari Masjid Huaisheng, yang dibangun oleh Saad bin Abi Waqqash di tepi Sungai Mutiara pada masa Dinasti Tang.
Di sisi selatan kompleks masjid yang dibangun lebih dari 1.300 tahun yang lalu itu ada menara setinggi 36,3 meter.
Keberadaan menara yang dulu berfungsi untuk menyuarakan azan sekaligus memberi rambu ke para pelaut yang hendak memasuki alur Sungai Mutiara itu maka Guangta diabadikan menjadi nama salah satu jalan di Ibu Kota Provinsi Guangdong.
Pada Sabtu (8/7) pagi, kompleks itu tidak seramai sehari sebelumnya, saat umat Islam berkumpul untuk melaksanakan shalat Jumat.
Restoran dan hotel yang menyediakan makanan halal di sepanjang Jalan Guangta masih tutup. Hanya penjual daging sapi dan kambing bersertifikat syar'i yang sudah melayani pembeli.
Hanya ada satu orang yang keluar dari masjid yang sebagian dindingnya berwarna putih itu.
"Sudah setengah delapan," sergah Ismail ketika Antara sedang mengamati prasasti beraksara Arab dan Mandarin kuno di sebelah barat bangunan utama masjid yang konon merupakan masjid pertama yang dibangun di luar jazirah Arab itu.
Ia lantas mengingatkan rencana mengunjungi masjid di Jalan Jiefangbei, yang ternyata hingga pukul 08.10 gerbang hijaunya belum kunjung dibuka.
"Saya juga tidak tahu (jam berapa bukanya)," kata Ma Wen Long, yang terlihat gelisah menunggu di samping pintu gerbang.
Namun kemudian datang seorang pria bersepeda yang membuka gerbang dan mengizinkan pengunjung masuk.
"Sebenarnya belum jam kunjungan. Tapi tidak apalah, kalian masuk saja," ujar pria berkemeja lengan panjang dengan celana selutut itu sambil menuntun sepeda pancalnya.
"Saya dari Gansu, 28 jam perjalanan ke sini," kata Ma begitu dipersilakan memasuki kompleks Masjid Xianxian.
Makam dan Masjid Saad
Kompleks tempat Masjid Xianxian berada di Jalan Jiefangbei jauh lebih luas dibandingkan dengan kompleks Masjid Guangta. Di kompleks itu juga ada makam Saad bin Abi Waqqash.
Makam Saad bin Abi Waqqash di Guangzhou. (ANTARA News/M.Irfan Ilmie)
Menurut manuskrip kuno Muslim China, Saad pertama menginjakkan kaki di daratan Tiongkok, tepatnya di Guangzhou, tahun 620 Masehi untuk berdagang.
Kemudian Saad kembali lagi ke China atas perintah khalifah Utsman bin Affan pada 650 Masehi dan oleh Dinasti Tang diterima sebagai duta besar.
Makam Saad, yang berada sekitar 2.151 kilometer sebelah selatan Beijing, tidak pernah sepi dari peziarah, mayoritas umat Islam Tiongkok beretnis Hui.
"Saya diutus ayah untuk berada di sini selama beberapa hari," kata Ma yang beretnis Hui. Ayah serta keluarga besarnya merupakan tokoh muslim di Provinsi Gansu.
Di dalam bangunan makam yang cukup untuk menampung 20 orang tersebut, Ma melafalkan beberapa surat Alquran. Namun dia merendah saat disebut hafiz.
Dua pasang suami-istri duduk bersimpuh di samping pusara berselimut permadani warna biru tua, pada ujung nisannya terlilit kain imamah warna putih dengan bercak darah. Namun tidak ada yang bisa memberi keterangan mengenai apakah itu darah asli dan darah siapa.
Bagian dalam Masjid Xianxian. (ANTARA News/M.Irfan Ilmie)
Masjid Xianxian berdiri sekitar 150 meter dari Makam Saad, yang dinding luarnya didominasi warna hijau.
Di masjid yang juga disebut Masjid Abi Waqqash itu, empat orang pria dan empat perempuan bersimpuh di karpet merah. Mereka bermarga Ma, marga mayoritas muslim etnis Hui.
"Saya baru sekali ke sini," kata Ma Gui Li, yang datang dari Lanzhou bersama lima orang lainnya.
Selain umat Islam, banyak juga wisatawan yang mengunjungi makam Saad bin Abi Waqqash yang berada di dekat stasiun Yuexiu dan halte bus Yuexiu Park.
"Bahkan saya lihat ada beberapa warga Indonesia yang menziarahi makam itu," kata Wakil Kepala Kantor Kebudayaan, Radio, dan Televisi Pemerintah Kota Guangzhou, Ou Caiqun, saat ditemui di kompleks museum Nanyue, Selasa (3/7).
Karena dianggap sebagai salah satu situs bersejarah dan salah satu ikon Jalur Sutera Maritim, Pemerintah Guangzhou memberikan lahan untuk perluasan makam Saad bin Abi Waqqash yang persis berada di sebelah barat Yuexiu Park.
Pemerintah kota juga memberikan dana untuk merenovasi Masjid Xianxian atau Masjid Abi Waqqash, yang bisa menampung 10.000 orang.
"Itulah bentuk perhatian kami terhadap umat Islam di sini karena kami juga berkewajiban melestarikan bangunan-bangunan bersejarah," kata pejabat pemerintahan yang menganut ateisme itu mengenai salah satu cagar budaya dunia di China yang berdiri di atas lahan seluas 25.000 meter persegi.