Jakarta (Antara Babel) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar
aset-aset dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) berupa tanah didaftarkan ke
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
"Prinsipnya supaya semua aset Kereta Api harus diamankan. Diamankan
dua hal, yaitu semua aset-aset Kereta Api ini didaftarkan ke BPN, itu
dari segi aspek legal. Yang kedua dari segi aspek fisik di lapangan
supaya dapat dijaga secara baik untuk tidak diokupasi oleh penduduk,"
kata Sekretaris Jenderal Kementerian ATR M Noor Marzuki di gedung KPK,
Jakarta, Senin.
KPK menyelenggarakan Forum Diskusi Kelompok (FGD) dengan
Kementerian Perhubungan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional (ATR/BPN) serta PT Kereta Api Indonesia (KAI)
membahas penyelematan aset KAI.
"Satu, dari segi legalitas harus didaftarkan di BPN supaya
mendapatkan sertifikat. Secara fisik di lapangan, tanah ini harus dijaga
dan didayagunakan dan dimanfaatkan," kata Noor.
Menurut Noor, banyak dari tanah tersebut merupakan peninggalan dari
zaman penjajahan Belanda yang kemudian banyak diduduki masyarakat.
"Ini kan tanah-tanah masa lalu, peninggalan Belanda kemudian terjadi
nasionalisasi yang waktu itu tidak melihat kondisi di lapangan banyak
diduduki masyarakat yang harus kita selesaikan. Kami inventarisasi
siapa-siapa yang mendudukinya kemudian kami cari langkah-langkah
solusinya," ungkap Noor.
Menurut dia, dalam hal BPN mempunyai tanggung jawab agar tanah KAI
itu segera didaftarkan untuk memastikan mulai dari letak, luas hingga
batasnya.
"Ya kalau kami kan bagaimana tanggung jawab semua bidang tanah ini
kami daftarkan. Kami pastikan bidang letaknya, luasnya, batasnya. Siapa
pun pemiliknya itu tugas kami," ucap Noor.
KPK menyelenggarkan Forum Diskusi Kelompok tersebut mulai Senin (18/12) sampai Selasa (19/12).
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa
Forum Diskusi Kelompok itu untuk membahas aset KAI, yaitu ruang milik
jalan atau "rumija" sekitar enam meter sepanjang rel di seluruh
Indonesia.
"Telah teridentifikasi sekitar 5.500 hektare di seluruh Indonesia dengan nilai sekitar Rp14 triliun," kata Febri.
Febri menyatakan bahwa masih terjadi pencatatan ganda antara KAI
dengan Kemenhub yang diduga terjadi sejak 2007 sehingga perlu dibahas
untuk memaksimalkan penerimaan negara dari penggunaan "rumija" tersebut.
"Misalnya, ada pihak swasta yang menggunakan ruang di pinggir rel
kereta api seperti kabel, pipa atau yang lain. Masih ada kendala dalam
pembayaran karena adanya perbedaan pandangan tentang pencatatan aset
itu. Apakah aset KAI atau Kemenhub karena keduanya mencatat sebagai aset
Rp14 triliun itu," ungkap Febri.
Saat ini, kata dia, dari informasi yang pihaknya terima, penerimaan
KAI dari "rumija" yang dihitung sebesar Rp744 miliar pertahun
sebagiannya tertunggak karena sengketa itu, yaitu sekitar Rp144 miliar.
"Jadi peran KPK di sini adalah menjalankan fungsi "trigger
mechanisme" di bidang pencegahan agar kepemilikan aset lebih jelas dan
penerimaan negara lebih maksimal," tuturnya.
KPK Minta Aset KAI Didaftarkan ke BPN
Senin, 18 Desember 2017 20:14 WIB
Telah teridentifikasi sekitar 5.500 hektare di seluruh Indonesia dengan nilai sekitar Rp14 triliun.