Jakarta (Antaranews Babel) - Doktor Biomedik dari Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI) Achmad Hudoyo menciptakan inovasi deteksi
dini kanker paru melalui hembusan napas dengan menggunakan balon karet.
Dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu, Achmad mengatakan ia
mendapatkan inspirasi dari penelitian tentang kemampuan anjing dalam
melacak keberadaan kanker paru dalam tubuh seseorang.
"Anjing pelacak yang sudah terlatih, dapat membedakan napas pasien
yang menderita kanker paru dan yang tidak dengan tingkat keakuratan
mencapai 93 persen.
Ini mengindikasikan bahwa ada suatu zat tertentu yang hanya terdapat
di napas para penderita kanker paru. Inilah yang kemudian menginspirasi
saya memulai penelitian ini," kata Achmad.
Ia mengembangkan sebuah deteksi dini kanker dengan cara
"memerangkap" napas hembusan pasien terduga kanker paru ke dalam sebuah
balon karet yang kemudian didinginkan dalam lemari es atau direndam
dalam air es agar napas-hembusan di dalam balon karet mengalami proses
pendinginan.
Tahap berikutnya, napas hembusan tersebut disemprotkan ke kertas saring khusus untuk menyimpan DNA.
Media kertas saring inilah yang akan dikirim ke laboratorium
biomolekular untuk pemeriksaan lebih lanjut terkait vonis kanker paru.
Metode ini dinilai memiliki keunggulan karena menggunakan alat yang
sederhana dan murah, yaitu berupa balon karet yang sering dimainkan
anak-anak yang dapat dengan mudah ditemukan di Indonesia. Tingkat
keakuratan metode ini juga mencapai diatas 70 persen.
Ada pun kanker paru merupakan salah satu penyakit penyebab kematian utama di Indonesia dan dunia.
Menurut laporan Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada 2015, dari 668
kasus keganasan rongga torak yang tercatat, sebesar 75 persen merupakan
kasus kanker paru.
Selain itu, angka kelangsungan hidup kanker paru juga rendah.
Tercatat, hanya 15 persen penderita pasien kanker paru yang bisa
bertahan hidup sampai 5 tahun. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan
angka tahan hidup kanker kolon (61 persen), kanker payudara (86 persen),
dan kanker prostat (96 persen).
Salah satu penyebab rendahnya angka kelangsungan hidup ini adalah
keterlambatan diagnosis. Tercatat, hampir 70 persen pasien kanker paru
ditemukan di tahap stadium lanjut, sehingga pilihan pengobatan menjadi
terbatas dan tidak maksimal.
Menurut Guru Besar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
FKUI, Anwar Jusuf, deteksi dini kanker paru menjadi sulit karena
paru-paru tidak mempunyai syaraf sehingga penderita terkadang tidak
merasakan sakit sama sekali sampai akhirnya kondisi penderita sudah
parah.
Menurutnya, selama ini dokter paru menggunakan dua metode untuk
mendeteksi dini kanker paru, yaitu melalui pemeriksaan dahak, dan foto
rontgen, tetapi semua metode tersebut memerlukan biaya yang tidak murah
dan tidak mudah dilakukan.
Achmad berharap metode yang ia temukan ini dapat meningkatkan
harapan hidup para penderita kanker paru dengan cara mendeteksi dini
kanker paru sedini mungkin.
Selain itu, ia juga ingin membantu para penderita pasien paru di
daerah-daerah yang belum terjangkau pelayanan kesehatan karena dengan
metode ini deteksi dini kanker paru dapat dilakukan melalui pengiriman
pos.
Doktor UI temukan deteksi kanker melalui napas
Rabu, 10 Januari 2018 23:14 WIB