Jakarta (Antaranews Babel) - Komisi I DPR RI berencana membentuk panitia kerja untuk menyelidiki adanya dugaan kebocoran data kependudukan selama proses pendaftaran kartu seluler hingga akhir Februari lalu.
"Untuk memastikan pengamanan perlindungan pelanggan kartu seluler, Komisi I membentuk panja untuk mendalami perbedaan data pelanggan antara yang tercatat di operator dan Dukcapil (Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil)," kata Wakil Ketua Komisi I Meutya Hafid di Jakarta, Rabu.
Pada masa pendaftaran nomor kartu penyedia jasa telekomunikasi seluler kemarin, Meutya mengatakan terdapat selisih pencatatan data antara yang diterima perusahaan operator dan Ditjen Dukcapil.
Menkominfo Rudiantara mengatakan terdapat selisih data pelanggan yang sudah teregistrasi. Perusahaan operator telekomunikasi mencatat data penduduk yang terdaftar ada 304 juta, sementara Dukcapil mencatat ada 350 juta.
"Selisihnya kurang lebih 20 persen, dan itu cukup banyak. Kalau ada selisih itu potensi kebocoran datanya memang besar," katanya.
Secara sistem, lanjutnya, Komisi I DPR RI tidak melihat adanya praktik kebocoran data pelanggan selama masa registrasi.
Namun, potensi kebocoran data kependudukan itu dapat terjadi ketika ada pelanggan yang mendaftarkan nomor kartu seluler di gerai-gerai penjual kartu seluler.
"Dalam praktiknya, mungkin ada orang yang minta tolong di gerai untuk registrasi. Melalui tangan ketiga itulah yang berpotensi kebocoran data, termasuk kebocoran data yang diserahkan sebelumnya, yang tidak terkait dengan registrasi, itu akan kami dalami oleh Panja nanti," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa data kependudukan yang digunakan untuk registrasi nomor kartu seluler tidak dapat digunakan untuk penyalahgunaan aktivitas perbankan.
"NIK (nomor induk kependudukan) dan nomor KK (kartu keluarga) yang dipakai untuk registrasi itu tidak dapat digunakan untuk 'fraud' perbankan. Karena yang digunakan oleh operator hanya NIK dan nomor KK yang berupa angka, tanpa bisa dibuka isi datanya," kata Mendagri.
Sementara itu, apabila terbukti ada pihak individu atau instansi perusahaan yang menyebarkan dan menyalahgunakan data penduduk tersebut, dapat dikenakan sanksi pidana hingga 10 tahun kurungan penjara dan denda Rp1 miliar.
Berita Terkait
Budi Arie tanggapi kabar Meutya Hafid bakal jadi menkominfo
1 Oktober 2024 22:07
Meutya Hafid: pemerintah tetap berkomitmen bebaskan pilot Susi Air
5 April 2024 14:36
TKN apresiasi sikap Ketum Nasdem Surya Paloh soal hasil pilpres
21 Maret 2024 10:08
Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid lahirkan anak pertama
10 September 2022 18:30
Dampak virus COVID-19, DPR: Pemerintah beri insentif perusahaan pers
10 April 2020 15:05