Jakarta (Antaranews Babel) - Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menegaskan, tidak mengundang dosen asing untuk mengajar di kampus-kampus di Tanah Air, tetapi mengundang profesor kelas dunia.
"Bukan dosen asing, tapi profesor kelas dunia. Orang Indonesia pun bisa mengikuti program ini, asalkan dia mengajar di universitas di luar negeri dan mempunyai koneksi dengan peraih Nobel," kata Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemristekdikti Ali Ghufron Mukti di Jakarta, Selasa.
Ghufron membantah pernyataan banyak pihak yang menyebutkan bahwa dosen asing yang didatangkan tersebut, murni berkewarganegaraan asing. Profesor kelas dunia tersebut didatangkan ke Tanah Air dalam rangkaian program World Class Professor (WCP).
Jika pada tahun sebelumnya, para profesor tersebut hanya berada di Tanah Air maksimal satu bulan, mulai tahun ini diperpanjang hingga dua tahun, tergantung permintaan perguruan tinggi yang mengajukan.
"Perguruan tinggi yang mengajukan minimal akreditasinya B. Saat ini sudah ada 70 perguruan tinggi yang mengajukan keinginan untuk mengundang profesor," katanya.
Para profesor tersebut akan membantu perguruan tinggi dalam meningkatkan penelitiannya dan juga menulis jurnal internasional. Selain itu juga, kata Ghufron, para profesor itu diminta untuk mentransfer pengetahuan kepada dosen-dosen di Tanah Air.
Untuk gaji, kata Ghufron, tergantung pada pengajuan kampus. Pihaknya membatasi maksimal gaji para profesor tersebut sebanyak 4.000 dolar Amerika Serikat atau Rp52 juta.
"Gajinya bisa mulai dari nol hingga maksimal 4.000 dolar Amerika Serikat," cetus dia.
Keberadaan profesor kelas dunia tersebut harus bisa menghasilkan jurnal bereputasi internasional serta dana internasional untuk penelitian.
Pada tahun ini, Kemristekdikti berencana mendatangkan sebanyak 200 profesor kelas dunia ke Tanah Air.
Pada tahun sebelumnya, profesor kelas dunia yang hadir ke Indonesia banyak berasal dari Jepang. Menariknya, sejumlah ilmuwan diaspora Indonesia yang sudah meniti karier akademik di luar negeri juga ikut ambil bagian pada program ini.
"Tahun kemarin terdapat 26 dosen asal Jepang, disusul Amerika, Australia, Malaysia dan Prancis. Sedangkan dari Tiongkok hanya dua orang, sama jumlahnya dengan yang dari Arab Saudi. Saya juga mengapresiasi para ilmuwan diaspora kita yang sangat antusias pada program ini, seperti Saudara Hadi Susanto dan Saudara Oki Muraza, ada beberapa lagi, serta nama perempuan Indonesia tetapi tidak hafal semua namanya," jelas Dirjen Ghufron.
Berita Terkait
BPJS Kesehatan ajak mitra untuk maksimalkan kendali mutu dan biaya
17 Juni 2021 09:59
Kemristekdikti: dosen asing akan dukung penelitian di kampus
18 April 2018 14:38
Kemristekdikti: publikasi jurnal internasional tidak harus Scopus
6 Maret 2018 11:58
Kemristekdikti siapkan rencana induk kebutuhan SDM
26 Februari 2018 16:06
Kemristekdikti: profesor bukan gelar tapi jabatan
22 Februari 2018 20:31
Kemristekdikti akan tambah kuota penerima bidikmisi tahun 2019
9 Januari 2019 22:59
Kemristekdikti turunkan persentase minimal SNMPTN
22 Oktober 2018 11:27
Kemristekdikti: mutu pendidikan tinggi masih memprihatinkan
11 Mei 2018 09:46