Jakarta (Antaranews Babel) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir mengatakan pihaknya menurunkan persentase minimal Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada 2019, yakni dari sebelumnya 30 persen menjadi 20 persen.
"Penurunan ini dilakukan, karena kami telah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan SNMPTN tahun-tahun sebelumnya dan bandingkan dengan hasil akademiknya," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Kedua, lanjut Menteri, pihaknya ingin mencoba melihat dari hasil penelusuran dan portofolio dan kecenderungan hampir sama semua. Akibatnya mencari perbedaannya sangat sulit, karena itu kesulitan mengidentifikasi mana yang terbaik.
Dari perspektif seleksi, lanjut dia, setelah masuk kuliah tidak mencerminkan korelasi yang baik dibandingkan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Pola seleksi masuk PTN tahun 2019 akan dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu, Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan daya tampung minimal 20 persen, Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) minimal 40 persen dan Seleksi Mandiri maksimal 30 persen dari kuota daya tampung tiap prodi di PTN.
"Sementara untuk SBMPTN, melalui tes wawancara yang mana pada masing-masing PTN yang tidak punya standar yang baik, karena itu kami lakukan dengan cara lain," kata dia.
Kemudian jika pada tahun sebelumnya, pihaknya tidak melihat portofolio atau raihan prestasi yang diraih siswa. Maka dengan tes seleksi PTN 2019 akan mempertimbangkan hal tersebut.
Pada pelaksanaan SBMPTN 2019 hanya ada satu metode tes yaitu Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). Metode Ujian Tulis Berbasis Cetak (UTBC) ditiadakan dan UTBK berbasis Android sementara belum diterapkan, karena akan masih dikembangkan.
Penerimaan mahasiswa baru, tidak lagi dilaksanakan panitia seleksi namun dilakukan oleh institusi bernama Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT).
LTMPT merupakan lembaga nirlaba penyelenggara tes masuk PTN bagi calon mahasiswa baru.
Penyelenggaraan tes PTN sama halnya dengan tes seperti TOEFL ataupun IELTS, yang mana hasil tes tersebut berlaku selama satu tahun dan digunakan untuk masuk PTN. Masing-masing PTN memiliki batas nilai kelulusan.
Sekretaris LTMPT, Joni Hermana, mengatakan pihaknya melakukan kajian dalam tiga tahun terakhir nilai rapor yang digunakan untuk ikut SNMPTN dan hasil akademik tahun pertama di PTN.
"Kemudian digunakan untuk menentukan korelasinya," kata Joni.
Joni mengatakan nilai rapor yang diberikan memiliki standar yang berbeda-beda untuk tiap sekolah. Misalnya, nilai 90 untuk di luar Jawa diberikan untuk mencapai pembelajaran sekian, sementara di Jawa nilai 90 untuk pembelajaran yang lebih banyak.
"Sehingga ketika masuk PTN, modalnya lebih banyak dan nilainya lebih bagus sehingga korelasinya mendekati. Sementara, untuk yang luar daerah, itu yang lebih kacau karena dia belum mendapatkan materi tersebut. Itu kenyataannya," jelas Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) itu.
Pada tahun sebelumnya, lanjut dia lagi, Menristekdikti ingin memberikan kuota yang lebih besar untuk siswa yang berasal dari wilayah lain. Contohnya di Papua, kalau menggunakan hasil tes maka mereka tidak akan bersaing dengan siswa dari Jawa.
"Tapi dengan tes yang baru ini, dengan terbuka seperti itu. Peluang mereka (dari luar daerah) lebih besar dan kriteria disesuaikan dengan daerah masing-masing. Rektor bisa menentukan kriteria yang digunakan," papar Joni.
Materi tes yang dikembangkan dalam UTBK tahun 2019 yaitu Tes Potensi Skolastik (TPS) dan Tes Kompetensi Akademik (TKA) dengan kelompok ujian Saintek atau Soshum.
Bagi prodi Keolahragaan dan/atau Seni cukup mengunggah dokumen prestasi atau portofolio saja, tidak ada Ujian Keterampilan (UK).