Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau para menteri dan pejabat setingkat menteri dalam Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 agar segera menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis, menyambut baik tujuh perintah Presiden Joko Widodo pada para menteri dan pejabat setingkat menteri Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 yang telah diumumkan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10).
"Khususnya perintah pertama yang pada pokoknya memerintahkan agar para menteri tidak melakukan korupsi sekaligus juga menciptakan sistem yang menutup celah terjadinya korupsi atau membangun upaya pencegahan korupsi," ucap Febri.
Dalam momentum tersebut, kata dia, sebagai bagian dari tindakan pencegahan korupsi, maka KPK mengimbau para menteri untuk segera menyampaikan LHKPN ke KPK.
"Dengan ketentuan, pertama bagi menteri yang telah menjadi penyelenggara negara sebelumnya dan pada tahun 2019 telah menyampaikan LHKPN periodik, maka LHKPN berikutnya cukup dilakukan dalam rentang waktu Januari sampai 31 Maret 2020 atau pelaporan periodik LHKPN untuk perkembangan kekayaan Tahun 2019," kata dia.
Kedua, bagi menteri yang tidak menjadi penyelenggara negara sebelumnya atau baru menjabat, maka pelaporan LHKPN dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan setelah menjabat.
"Ketiga, bagi mantan menteri Kabinet Kerja sebelumnya yang tidak lagi menjadi penyelenggara negara, maka diwajibkan melaporkan kekayaan setelah selesai menjabat dalam jangka waktu tiga bulan," ujar Febri.
Ia mengatakan kesadaran pucuk pimpinan untuk menyampaikan LHKPN merupakan contoh baik yang diharapkan bisa ditiru oleh para pejabat di lingkungannya.
"Proses pelaporan saat ini jauh lebih mudah, yaitu menggunakan mekanisme penyampaian LHKPN secara elektronik melalui website https://elhkpn.kpk.go.id/," kata Febri.
Selain itu, kata dia, setiap kementerian saat ini telah memiliki unit pengelola yang mengurusi penyampaian LHKPN dan berkoordinasi dengan KPK.
"Dengan demikian, diharapkan unit tersebut dapat membantu dan jika dibutuhkan, dapat berkoordinasi dengan KPK atau datang langsung ke KPK. Kami telah tugaskan tim untuk memfasilitasi pelaporan tersebut," tuturnya.
Ia juga menjelaskan dasar hukum kewajiban penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaannya.
Pertama, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
"Kedua, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Noor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi," ucap Febri.
Ketiga, Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, dan keempat, peraturan di masing-masing kementerian/lembaga.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis, menyambut baik tujuh perintah Presiden Joko Widodo pada para menteri dan pejabat setingkat menteri Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 yang telah diumumkan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10).
"Khususnya perintah pertama yang pada pokoknya memerintahkan agar para menteri tidak melakukan korupsi sekaligus juga menciptakan sistem yang menutup celah terjadinya korupsi atau membangun upaya pencegahan korupsi," ucap Febri.
Dalam momentum tersebut, kata dia, sebagai bagian dari tindakan pencegahan korupsi, maka KPK mengimbau para menteri untuk segera menyampaikan LHKPN ke KPK.
"Dengan ketentuan, pertama bagi menteri yang telah menjadi penyelenggara negara sebelumnya dan pada tahun 2019 telah menyampaikan LHKPN periodik, maka LHKPN berikutnya cukup dilakukan dalam rentang waktu Januari sampai 31 Maret 2020 atau pelaporan periodik LHKPN untuk perkembangan kekayaan Tahun 2019," kata dia.
Kedua, bagi menteri yang tidak menjadi penyelenggara negara sebelumnya atau baru menjabat, maka pelaporan LHKPN dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan setelah menjabat.
"Ketiga, bagi mantan menteri Kabinet Kerja sebelumnya yang tidak lagi menjadi penyelenggara negara, maka diwajibkan melaporkan kekayaan setelah selesai menjabat dalam jangka waktu tiga bulan," ujar Febri.
Ia mengatakan kesadaran pucuk pimpinan untuk menyampaikan LHKPN merupakan contoh baik yang diharapkan bisa ditiru oleh para pejabat di lingkungannya.
"Proses pelaporan saat ini jauh lebih mudah, yaitu menggunakan mekanisme penyampaian LHKPN secara elektronik melalui website https://elhkpn.kpk.go.id/," kata Febri.
Selain itu, kata dia, setiap kementerian saat ini telah memiliki unit pengelola yang mengurusi penyampaian LHKPN dan berkoordinasi dengan KPK.
"Dengan demikian, diharapkan unit tersebut dapat membantu dan jika dibutuhkan, dapat berkoordinasi dengan KPK atau datang langsung ke KPK. Kami telah tugaskan tim untuk memfasilitasi pelaporan tersebut," tuturnya.
Ia juga menjelaskan dasar hukum kewajiban penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaannya.
Pertama, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
"Kedua, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Noor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi," ucap Febri.
Ketiga, Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, dan keempat, peraturan di masing-masing kementerian/lembaga.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019