Pimpinan tim investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan mengatakan, sopir bus Sriwijaya jurusan Bengkulu - Kota Palembang diketahui tidak menginjak rem saat melaju di Liku Lematang, Desa Prahu Dipo, Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagaralam, Provinsi Sumatera Selatan sehingga bus terjun ke jurang.
Wildan menjelaskan, dugaan sopir bus Sriwijaya tidak meginjak rem ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan tim investigas KNKT di lokasi kejadian yang tidak menemukan adanya jejak atau bekas rem kendaraan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tim investigasi KNKT terhadap korban selamat pada kecelakaan tersebut diketahui bus melaju dengan kecepatan tinggi. Sopir juga diduga menggunakan persneling atau gigi tinggi saat melaju di kawasan Liku Lematang.
Kata Wildan, kontur jalan di kawasan Liku Lematang tempat bus Sriwijaya jatuh ke jurang ini menurun. Secara prosedur berkendara, seharusnya sopir menggunakan persneling atau gigi rendah dengan kecepatan rendah saat melaju di jalan dengan kontur menurun.
"Tidak ada jejak pengereman artinya pengemudi tidak ngerem. Sementara geometrik jalan disitu menurun. Prosedur mengemudi seharusnya di jalan menurun gunakan gigi rendah dengan kecepatan rendah," kata Ahmad Wildan saat diwawancarai usai melakukan pemeriksaan di kantor PO Sriwijaya Exress Bengkulu, Kamis (26/12).
Dijelaskan Wildan, hingga saat ini tim investigas KNKT belum bisa melakukan pemeriksaan terhadap bangkai bus Sriwijaya ini, mengingat hingga saat ini bangkai bus belum dievakuasi dan sebagian badan bus masih terendam di Sungai Lematang.
Kondisi bangkai bus yang belum dievakuasi menjadi kendala tim investigasi KNKT untuk membuktikan apakah benar sopir menggunakan persneling atau gigi tinggi saat melaju di kawasan Liku Lematang ini.
Kata Wildan, konsekuensi jika bus melewati jalan dengan kontur menurun menggunakan persneling atau gigi tinggi yakni roda akan mengalami overheat atau panas dan tekanan angin pada ban akan berkurang sehingga kemudi susah dikendalikan.
"Tapi saya belum buktikan hal ini. Sekarang busnya masih berada dibawah sekitar 150 meter, belum naik dan masih terendam air. Jadi saya nunggu orang Basarnas ngangkat transmisinya dulu baru bisa kita lakukan pemeriksaan, nanti posisi gigi terakhir pada saat laka itu di gigi berapa akan kelihatan di transmisi," papar Wildan.
Wildan menjelaskan, secara teori ada dua kemungkinan mengapa terjadi rem blong pada mobil. Pertama karena memang ada permasalahan pada mobil. Kedua karena pengemudi atau sopir mengalami kesalahan prosedur berkendara.
Dalam kasus kecelakaan bus Sriwijaya ini, kata Wildan, tim investigasi KNKT menemukan kecelakaan terjadi lebih karena kesalahan prosedur berkendara yang dilakukan sopir bus. Kendati demikian, tim investigasi KNKT tidak menemukan ada indikasi sopir bus Sriwijaya ini kelelahan, mengantuk atau hilang kesadaran.
"Kalau human eror itu kaitannya dengan ngantuk, kelelahan dan kehilangan kendali. Tapi dalam kasus ini kecenderungannya lebih pada ada prosedur berkendara yang tidak dijalankan oleh pengemudi," tegas Wildan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019
Wildan menjelaskan, dugaan sopir bus Sriwijaya tidak meginjak rem ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan tim investigas KNKT di lokasi kejadian yang tidak menemukan adanya jejak atau bekas rem kendaraan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tim investigasi KNKT terhadap korban selamat pada kecelakaan tersebut diketahui bus melaju dengan kecepatan tinggi. Sopir juga diduga menggunakan persneling atau gigi tinggi saat melaju di kawasan Liku Lematang.
Kata Wildan, kontur jalan di kawasan Liku Lematang tempat bus Sriwijaya jatuh ke jurang ini menurun. Secara prosedur berkendara, seharusnya sopir menggunakan persneling atau gigi rendah dengan kecepatan rendah saat melaju di jalan dengan kontur menurun.
"Tidak ada jejak pengereman artinya pengemudi tidak ngerem. Sementara geometrik jalan disitu menurun. Prosedur mengemudi seharusnya di jalan menurun gunakan gigi rendah dengan kecepatan rendah," kata Ahmad Wildan saat diwawancarai usai melakukan pemeriksaan di kantor PO Sriwijaya Exress Bengkulu, Kamis (26/12).
Dijelaskan Wildan, hingga saat ini tim investigas KNKT belum bisa melakukan pemeriksaan terhadap bangkai bus Sriwijaya ini, mengingat hingga saat ini bangkai bus belum dievakuasi dan sebagian badan bus masih terendam di Sungai Lematang.
Kondisi bangkai bus yang belum dievakuasi menjadi kendala tim investigasi KNKT untuk membuktikan apakah benar sopir menggunakan persneling atau gigi tinggi saat melaju di kawasan Liku Lematang ini.
Kata Wildan, konsekuensi jika bus melewati jalan dengan kontur menurun menggunakan persneling atau gigi tinggi yakni roda akan mengalami overheat atau panas dan tekanan angin pada ban akan berkurang sehingga kemudi susah dikendalikan.
"Tapi saya belum buktikan hal ini. Sekarang busnya masih berada dibawah sekitar 150 meter, belum naik dan masih terendam air. Jadi saya nunggu orang Basarnas ngangkat transmisinya dulu baru bisa kita lakukan pemeriksaan, nanti posisi gigi terakhir pada saat laka itu di gigi berapa akan kelihatan di transmisi," papar Wildan.
Wildan menjelaskan, secara teori ada dua kemungkinan mengapa terjadi rem blong pada mobil. Pertama karena memang ada permasalahan pada mobil. Kedua karena pengemudi atau sopir mengalami kesalahan prosedur berkendara.
Dalam kasus kecelakaan bus Sriwijaya ini, kata Wildan, tim investigasi KNKT menemukan kecelakaan terjadi lebih karena kesalahan prosedur berkendara yang dilakukan sopir bus. Kendati demikian, tim investigasi KNKT tidak menemukan ada indikasi sopir bus Sriwijaya ini kelelahan, mengantuk atau hilang kesadaran.
"Kalau human eror itu kaitannya dengan ngantuk, kelelahan dan kehilangan kendali. Tapi dalam kasus ini kecenderungannya lebih pada ada prosedur berkendara yang tidak dijalankan oleh pengemudi," tegas Wildan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019