Jakarta (Antara Babel) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan pernikahan di usia dini sangat berbahaya bagi remaja perempuan.
"Jika pernikahan di usia dini terus terjadi, maka banyak sekali resiko-resiko yang akan dihadapi oleh anak tersebut, misalnya pada saat dia hamil, resiko kematiannya sangat tinggi," katanya saat menghadiri Perayaan Hari Internasional Anak Perempuan yang digelar Plan Internasional Indonesia di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan bahwa anak di usia di bawah 18 tahun masih memerlukan gizi dalam proses tumbuh kembangnya, sehingga saat hamil, remaja perempuan tersebut akan berebut makanan dan asupan gizi dengan bayi yang dikandungnya.
"Tentu saja ini sangat berbahaya bagi remaja perempuan yang hamil dan anak yang dikandungnya," katanya.
Ia mengatakan hasil penelitian yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa, perempuan yang hamil saat berusia 10-15 tahun beresiko meninggal lima kali lipat saat hamil atau saat persalinan dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun.
Selain itu, lanjutnya, remaja perempuan yang menikah di usia anak, juga cenderung tidak memiliki hak suara terhadap suaminya.
Hal ini menyebabkan sering terjadinya pertengkaran yang dapat menimbulkan stres dan gangguan jiwa terhadap anak tersebut.
"Untuk itu, perlu dilakukan upaya pencegahan perkawinan dini melalui berbagai strategi, misalnya melalui pendidikan dan peningkatan ekonomi keluarga," katanya.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh semua pihak, ia menekankan bahwa bangsa Indonesia dapat mewujudkan cita-cita bersama untuk menghapuskan perkawinan paksa terhadap remaja perempuan di usia dini, agar dapat menghasilkan remaja Indonesia yang cerdas dan berkualitas.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014
"Jika pernikahan di usia dini terus terjadi, maka banyak sekali resiko-resiko yang akan dihadapi oleh anak tersebut, misalnya pada saat dia hamil, resiko kematiannya sangat tinggi," katanya saat menghadiri Perayaan Hari Internasional Anak Perempuan yang digelar Plan Internasional Indonesia di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan bahwa anak di usia di bawah 18 tahun masih memerlukan gizi dalam proses tumbuh kembangnya, sehingga saat hamil, remaja perempuan tersebut akan berebut makanan dan asupan gizi dengan bayi yang dikandungnya.
"Tentu saja ini sangat berbahaya bagi remaja perempuan yang hamil dan anak yang dikandungnya," katanya.
Ia mengatakan hasil penelitian yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa, perempuan yang hamil saat berusia 10-15 tahun beresiko meninggal lima kali lipat saat hamil atau saat persalinan dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun.
Selain itu, lanjutnya, remaja perempuan yang menikah di usia anak, juga cenderung tidak memiliki hak suara terhadap suaminya.
Hal ini menyebabkan sering terjadinya pertengkaran yang dapat menimbulkan stres dan gangguan jiwa terhadap anak tersebut.
"Untuk itu, perlu dilakukan upaya pencegahan perkawinan dini melalui berbagai strategi, misalnya melalui pendidikan dan peningkatan ekonomi keluarga," katanya.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh semua pihak, ia menekankan bahwa bangsa Indonesia dapat mewujudkan cita-cita bersama untuk menghapuskan perkawinan paksa terhadap remaja perempuan di usia dini, agar dapat menghasilkan remaja Indonesia yang cerdas dan berkualitas.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014