Bagi komunitas Muslim di Inggris, Ramadhan tahun ini memang menjadi kesempatan penting untuk menunaikan ibadah secara optimal, di tengah pandemi COVID-19.
Pemerintah Inggris telah memperbolehkan kegiatan dan ritual ibadah di masjid-masjid dan tempat ibadah. Shalat lima waktu, shalat Jum’at dan shalat tarawih bersama sudah boleh diselenggarakan, dengan protokol kesehatan yang ketat.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Inggris Raya, Irlandia dan IMO, Desra Percaya, menyampaikan harapan agar warga Muslim Indonesia yang tinggal di Inggris memaknai Ramadhan dengan semangat beribadah, terus berjuang dan menjaga kesehatan.
“KBRI London berharap Ramadhan kali ini juga memberikan makna untuk bersyukur dan menghargai diri sendiri karena kita telah berjuang dan melewati kondisi apa pun yang menjadi ujian kita masing-masing termasuk pandemi COVID-19. Semoga Ramadhan kali ini memberikan semangat yang lebih lagi kepada kita semua untuk membentuk pribadi yang memiliki jiwa dengan pengaruh positif yang besar,” kata Desra pada ANTARA, akhir pekan ini.
Miftahul Ulum, Muslim Indonesia yang bermukim di Birmingham, mengungkapkan bahwa tahun ini memang menjadi Ramadhan yang istimewa.
Ia mengaku merasa lebih senang beribadah Ramadhan di Inggris daripada di Indonesia. Meski masih pandemi, situasi di Inggris mulai berangsur normal.
“Kalau boleh memilih, saya lebih senang Ramadhan di UK daripada di Indonesia. Mengapa? Khususnya di musim semi ini, dalam 24 jam ini kita serasa betul-betul ibadah. Setelah 17 jam puasa itu, malamnya tersisa sekitar 7 jam. Nah, pada malam itu saya terbiasa tidak tidur lagi, sehingga diisi dengan ritual ibadah malam. Dari ifthar atau buka puasa, lanjut shalat maghrib, lalu sholat sunnah, tarawih hingga witir dan qiyamul lail. Dengan diselingi tadarus al-Qur’an, jadi terasa betul 24 jam itu ibadah,” ungkap Ulum.
Ulum mengakui bahwa situasi pandemi saat ini memang tidak mudah, namun harus tetap disyukuri. Ia juga mengatakan bersemangat karena tahun ini masjid-masjid sudah dibuka kembali, hingga memudahkan untuk beribadah berjamaah.
“Situasi saat ini, alhamdulillah, berbeda dengan tahun lalu yang full tidak ada aktifitas tarawih di Masjid, karena full lockdown. Nah, saat ini sudah banyak masjid yang dibuka, ada aktifitas tarawih," kata mahasiswa doktoral di University of Warwick itu.
Di kota tempat tinggalnya, Birmingham, ada cukup banyak masjid. Tarawih, bahkan shalat lima waktu, sudah bisa dilakukan di masjid.
Bagi Ulum, pandemi tidak menyurutkan langkahnya untuk terus beribadah. Ia memotivasi diri untuk memaknai Ramadhan dengan ibadah yang sebaik-baiknya.
“Ya alhamdulillah, meski dengan protokol COVID-19 yang ketat. Yakni, kalau pas shalat, kita harus bawa perlengkapan yang dibutuhkan, yakni bawa sajadah, spray, kantong plastik dan lain-lain. Alhamdulillah, ala kulli hal, kami bisa shalat tarawih di masjid,” ungkap Ulum, yang juga penggerak PCI Muhammadiyah Inggris Raya..
Berbeda dengan Ulum, Nizam Shadiq lebih memilih shalat tarawih di rumah. Ia menjelaskan betapa situasi pandemi masih belum surut, sehingga harus tetap hati-hati.
“Situasinya masih belum stabil betul, selain itu anak-anak semangat tarawih kalau saya shalat bersama mereka di rumah. Jadi ini memang alasan yang prinsip, untuk mengedukasi anak-anak,” kata Nizam, yang bermukim di Southampton, Inggris.
Lebih lanjut, Nizam Shadiq menjelaskan betapa mengajak anak-anak untuk beribadah bersama sangat penting.
Lagi pula ia mengaku bahwa shalat tarawih di masjid di kotanya dimulai terlalu malam untuk anak=anak.
"Shalat Isya itu sekitar jam 20.30 BST (waktu setempat), lalu selesai tarawih hampir jam 12 malam. Sementara, anak-anak masih jadwal sekolah besok paginya, jadi memang kami shalat di rumah saja.”
Nizam mengaku ia beberapa kali mengajak anaknya shalat di masjid, baik ketika shalat Jumat ataupun ketika tarawih di bulan Ramadhan. Namun, kondisi itu lebih memungkinkan ketika mereka libur.
“Jadi saya ajak anak-anak untuk ke masjid, ketika weekend, akhir pekan, ataupun ketika waktu liburan sekolah. Jadi nanti mereka tidak terganggu sekolahnya. Kalau tarawih sampai tengah malam, paginya akan terasa mengantuk dan tubuh perlu istirahat,” terang Nizam.
Ramadhan di tengah pandemi ini, bagi komunitas Muslim di Inggris memang kurang semarak di bandingkan dengan waktu sebelumnya. Namun, tetap disyukuri karena sudah bisa berjamaah shalat tarawih di masjid.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021
Pemerintah Inggris telah memperbolehkan kegiatan dan ritual ibadah di masjid-masjid dan tempat ibadah. Shalat lima waktu, shalat Jum’at dan shalat tarawih bersama sudah boleh diselenggarakan, dengan protokol kesehatan yang ketat.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Inggris Raya, Irlandia dan IMO, Desra Percaya, menyampaikan harapan agar warga Muslim Indonesia yang tinggal di Inggris memaknai Ramadhan dengan semangat beribadah, terus berjuang dan menjaga kesehatan.
“KBRI London berharap Ramadhan kali ini juga memberikan makna untuk bersyukur dan menghargai diri sendiri karena kita telah berjuang dan melewati kondisi apa pun yang menjadi ujian kita masing-masing termasuk pandemi COVID-19. Semoga Ramadhan kali ini memberikan semangat yang lebih lagi kepada kita semua untuk membentuk pribadi yang memiliki jiwa dengan pengaruh positif yang besar,” kata Desra pada ANTARA, akhir pekan ini.
Miftahul Ulum, Muslim Indonesia yang bermukim di Birmingham, mengungkapkan bahwa tahun ini memang menjadi Ramadhan yang istimewa.
Ia mengaku merasa lebih senang beribadah Ramadhan di Inggris daripada di Indonesia. Meski masih pandemi, situasi di Inggris mulai berangsur normal.
“Kalau boleh memilih, saya lebih senang Ramadhan di UK daripada di Indonesia. Mengapa? Khususnya di musim semi ini, dalam 24 jam ini kita serasa betul-betul ibadah. Setelah 17 jam puasa itu, malamnya tersisa sekitar 7 jam. Nah, pada malam itu saya terbiasa tidak tidur lagi, sehingga diisi dengan ritual ibadah malam. Dari ifthar atau buka puasa, lanjut shalat maghrib, lalu sholat sunnah, tarawih hingga witir dan qiyamul lail. Dengan diselingi tadarus al-Qur’an, jadi terasa betul 24 jam itu ibadah,” ungkap Ulum.
Ulum mengakui bahwa situasi pandemi saat ini memang tidak mudah, namun harus tetap disyukuri. Ia juga mengatakan bersemangat karena tahun ini masjid-masjid sudah dibuka kembali, hingga memudahkan untuk beribadah berjamaah.
“Situasi saat ini, alhamdulillah, berbeda dengan tahun lalu yang full tidak ada aktifitas tarawih di Masjid, karena full lockdown. Nah, saat ini sudah banyak masjid yang dibuka, ada aktifitas tarawih," kata mahasiswa doktoral di University of Warwick itu.
Di kota tempat tinggalnya, Birmingham, ada cukup banyak masjid. Tarawih, bahkan shalat lima waktu, sudah bisa dilakukan di masjid.
Bagi Ulum, pandemi tidak menyurutkan langkahnya untuk terus beribadah. Ia memotivasi diri untuk memaknai Ramadhan dengan ibadah yang sebaik-baiknya.
“Ya alhamdulillah, meski dengan protokol COVID-19 yang ketat. Yakni, kalau pas shalat, kita harus bawa perlengkapan yang dibutuhkan, yakni bawa sajadah, spray, kantong plastik dan lain-lain. Alhamdulillah, ala kulli hal, kami bisa shalat tarawih di masjid,” ungkap Ulum, yang juga penggerak PCI Muhammadiyah Inggris Raya..
Berbeda dengan Ulum, Nizam Shadiq lebih memilih shalat tarawih di rumah. Ia menjelaskan betapa situasi pandemi masih belum surut, sehingga harus tetap hati-hati.
“Situasinya masih belum stabil betul, selain itu anak-anak semangat tarawih kalau saya shalat bersama mereka di rumah. Jadi ini memang alasan yang prinsip, untuk mengedukasi anak-anak,” kata Nizam, yang bermukim di Southampton, Inggris.
Lebih lanjut, Nizam Shadiq menjelaskan betapa mengajak anak-anak untuk beribadah bersama sangat penting.
Lagi pula ia mengaku bahwa shalat tarawih di masjid di kotanya dimulai terlalu malam untuk anak=anak.
"Shalat Isya itu sekitar jam 20.30 BST (waktu setempat), lalu selesai tarawih hampir jam 12 malam. Sementara, anak-anak masih jadwal sekolah besok paginya, jadi memang kami shalat di rumah saja.”
Nizam mengaku ia beberapa kali mengajak anaknya shalat di masjid, baik ketika shalat Jumat ataupun ketika tarawih di bulan Ramadhan. Namun, kondisi itu lebih memungkinkan ketika mereka libur.
“Jadi saya ajak anak-anak untuk ke masjid, ketika weekend, akhir pekan, ataupun ketika waktu liburan sekolah. Jadi nanti mereka tidak terganggu sekolahnya. Kalau tarawih sampai tengah malam, paginya akan terasa mengantuk dan tubuh perlu istirahat,” terang Nizam.
Ramadhan di tengah pandemi ini, bagi komunitas Muslim di Inggris memang kurang semarak di bandingkan dengan waktu sebelumnya. Namun, tetap disyukuri karena sudah bisa berjamaah shalat tarawih di masjid.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021