Oslo (Antara Babel) - Kemampuan hutan hujan Amazon menyerap gas rumah kaca dari udara turun drastis, kemungkinan karena perubahan iklim dan kekeringan membuat lebih banyak pohon mati menurut tim ilmuwan internasional.

Hutan hujan terluas di dunia itu telah menyerap karbon dioksida dalam jumlah sangat besar. Tumbuhan menggunakan gas penjebak panas itu untuk tumbuh dan melepaskannya ketika membusuk atau terbakar, tapi laporan para ilmuwan pada Rabu (18/3) menyatakan bahwa peran hutan hujan itu dalam menahan pemanasan global berada dalam ancaman.

Menurut perkiraan yang dibuat berdasarkan penelitian di 321 plot di bagian Amazon yang belum tersentuh kegiatan manusia, yang meliputi pengukuran 200.000 pohon serta pencatatan pertumbuhan dan kematian pohon sejak 1980an, jumlah neto karbon dioksida yang diserap hutan hujan itu sudah turun 30 persen menjadi 1,4 miliar ton per tahun pada 2000an dari dua miliar ton per tahun pada 1990an.

"Pertumbuhan hutan mendatar dalam dekade terakhir," kata penulis utama studi Roel Brienen dari University of Leeds kepada kantor berita Reuters tentang temuan yang dipublikasikan di jurnal Nature itu.

Ia mengatakan seluruh hutan tumbuh lebih cepat dengan pepohonan tumbuh lebih cepat dan mati lebih cepat pada saat yang sama.

"Serapan karbon hutan melemah signifikan," katanya tentang studi yang dilakukan oleh hampir 100 ahli itu.

Siaran pers University of Leeds menyebutkan bahwa untuk pertama kalinya emisi karbon manusia di Amerika Latin melampaui jumlah karbon yang diserap oleh Amazon.

Menurut hasil studi itu, peningkatan kematian pepohonan kemungkinan berhubungan dengan kekeringan parah seperti yang terjadi tahun 2005.

Kemungkinan lainnya adalah bahwa karbon dioksida buangan manusia membuat pohon-pohon tumbuh lebih cepat dan mati lebih muda dan bahwa kematian jadi makin banyak.

Jika kecenderungan itu berlanjut, susunan hutan hujan Amazon bisa berubah. Liane atau anggur tropis yang cepat tumbuh mungkin menjadi beberapa penerima manfaat, kata Brienen.

Christof Bigler, ahli hutan dari Swiss Federal Institute of Technology di Zurich yang tidak terlibat dalam studi itu, mengatakan bahwa pohon-pohon yang tumbuh cepat di luar daerah tropis juga sering berumur pendek.

"Pohon-pohon yang tumbuh cepat cenderung punya kepadatan akar rendah dan bisa jadi lebih rentan terhadap serangan serangga dan patogen," katanya kepada kantor berita Reuters tentang temuannya di Swiss dan Amerika Utara.

Para ilmuwan mengatakan bahwa belum jelas apakah penurunan kemampuan Amazon dalam menyerap karbon dioksida akan berlanjut dan apakah kecenderungan yang sama terjadi pada hutan tropis lain seperti yang ada di Kongo atau Indonesia.

Pewarta:

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015