Jakarta (Antara Babel) - Pengamat politik Timur Tengah dan dunia Islam Hasibullah Satrawi mengatakan sebenarnya tidak ada yang menarik dari paham Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), tetapi selama ini dibuat menarik melalui kebijakan yang tidak bersinergi dan pemberitaan yang masif di media massa.

"Di kalangan kelompok-kelompok jihadi, baik di Timur Tengah maupun di Indonesia, sebenarnya tidak kompak terhadap kelompok ISIS," kata Hasibullah Satrawi dihubungi di Jakarta, Minggu.

Direktur Aliansi Indonesia Damai (AIDA) itu mengatakan kelompok ISIS masih relatif baru bila dibandingkan dengan kelompok-kelompok jihadi yang lain yang sudah beroperasi di Timur Tengah maupun di Indonesia selama bertahun-tahun.

Karena itu, kelompok ISIS belum dianggap dan diterima oleh kelompok-kelompok jihadi yang lain. Apalagi, di Indonesia belum ada satu pun tindak kriminal maupun teror yang terbukti didalangi oleh ISIS.

"Kalau ISIS diterima oleh kelompok-kelompok jihadi yang lain, gerakannya pasti jauh lebih dahsyat daripada sekarang," ujarnya.

Yang kemudian membuat ISIS menjadi menarik adalah penanganan radikalisme yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penegak hukum dan keamanan di Indonesia yang selama ini tidak saling bersinergi.

Selain itu, pernyataan pejabat-pejabat yang menangani radikalisme justru seolah memberi panggung bagi ISIS di media massa.

"Banyak pernyataan pejabat negara ini yang sepertinya seolah yang penting masuk media tetapi tidak menyentuh substansinya. ISIS terlalu dibesar-besarkan, tetapi paham nasionalisme Negara Kesatuan Republik Indonesia justru tidak disentuh," tuturnya.

Hasib mengatakan paham ISIS dan radikalisme lainnya, pada dasarnya adalah antitesis terhadap NKRI. Bila pemahaman terhadap NKRI diperkuat, paham radikal yang anti-NKRI tidak akan muncul.

Pewarta: Dewanto Samodro

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015