PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) menguatkan manajemen pelayanan serba digital dalam menjalankan bisnis untuk menjawab tantangan kemajuan zaman dan bentuk transformasi korporasi.
"PT KBI sebagai salah satu BUMN dengan lini bisnis sebagai lembaga kliring penjaminan dan penyelesaian transaksi di perdagangan berjangka komoditi, pasar fisik dan pusat registrasi resi gudang, saat ini telah melakukan proses digitalisasi bisnis," kata Direktur PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) Fajar Wibhiyadi melalui rilis yang diterima Antara di Pangkalpinang, Senin.
Bagi PT KBI digitalisasi bisnis merupakan salah satu perhatian khusus yang akan terus dikembangkan dalam proses transformasi korporasi seiring dengan gelombang disrupsi teknologi.
Menurut dia, pola kehidupan masyarakat sudah berubah menuju arah serba digital dan KBI sudah menyiapkan perencanaan jangka panjang.
"Ke depan KBI akan bertransformasi dari perusahaan kliring yang menggunakan teknologi digital, menjadi perusahaan digital berlisensi kliring," katanya.
Ia menambahkan, tantangan KBI bukan hanya digitalisasi dalam proses bisnis dan memenuhi perangkat digitalnya, namun juga menyiapkan pola pikir para karyawan agar paham dan sadar kuatnya perubahan menuju digitalisasi.
"Semua proses menuju arah digital sudah berjalan sejak beberapa waktu yang lalu. Digitalisasi yang dilakukan di KBI, tidak hanya untuk layanan eksternal, yaitu untuk para pemangku kepentingan, tapi juga digitalisasi dalam operasional internal," Fajar menambahkan.
Dalam hal layanan untuk pemangku kepentingan terkait peran KBI sebagai lembaga kliring, saat ini semua laporan terkait kegiatan kliring penjaminan dan penyelesaian transaksi, semua sudah dilakukan secara digital.
Dalam sistem resi gudang, KBI belum lama ini telah melakukan pembaruan aplikasi registrasi dengan mengaplikasikan teknologi blockchain dan smart contract, sedangkan dari sisi internal, berbagai program digitalisasi telah dan sedang dilakukan, seperti aplikasi nota elektronik, Human Resources Information System (HRIS), dan sistem internal otomatis.
Digitalisasi bisnis yang dilakukan KBI sejalan dengan core value BUMN yaitu AKHLAK yang salah satu nilai utamanya adalah adaptif.
"Dalam nilai adaptif ini, KBI senantiasa terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan maupun menghadapi perubahan," ujarnya.
Istilah digitalisasi belakangan ini menjadi topik yang banyak dibicarakan di tengah gelombang disrupsi teknologi, pandemi COVID-19 dan ketatnya persaingan dunia usaha.
Hal ini dikatakan Menteri BUMN Erick Tohir beberapa waktu lalu yang mendorong perusahaan BUMN menjadikan digitalisasi dan inovasi sebagai pondasi dalam menghadapi persaingan agar tidak mati karena kalah saing.
Terkait digitalisasi bisnis di BUMN, Toto Pranoto, Pengamat BUMN dari Lembaga Manajemen Universitas Indonesia mengatakan disrupsi teknologi tidak bisa dihindari, memaksa BUMN melakukan langkah adaptasi serta transformasi menuju digitalisasi.
"Sebagian BUMN saya kira sudah adaptasi dengan perubahan radikal akibat disrupsi teknologi tersebut. Artinya memang sudah mengaplikasikan 'digital age' dalam operasional perusahaan, serta 'people mindset' dalam organisasi," kata Toto Pranoto.
Namun ia mengingatkan, dari proses digitalisasi tersebut yang lebih penting adalah adanya transformasi budaya di BUMN untuk menuju perusahaan negara yang memiliki "digital mindset" dan budaya yang kuat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021
"PT KBI sebagai salah satu BUMN dengan lini bisnis sebagai lembaga kliring penjaminan dan penyelesaian transaksi di perdagangan berjangka komoditi, pasar fisik dan pusat registrasi resi gudang, saat ini telah melakukan proses digitalisasi bisnis," kata Direktur PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) Fajar Wibhiyadi melalui rilis yang diterima Antara di Pangkalpinang, Senin.
Bagi PT KBI digitalisasi bisnis merupakan salah satu perhatian khusus yang akan terus dikembangkan dalam proses transformasi korporasi seiring dengan gelombang disrupsi teknologi.
Menurut dia, pola kehidupan masyarakat sudah berubah menuju arah serba digital dan KBI sudah menyiapkan perencanaan jangka panjang.
"Ke depan KBI akan bertransformasi dari perusahaan kliring yang menggunakan teknologi digital, menjadi perusahaan digital berlisensi kliring," katanya.
Ia menambahkan, tantangan KBI bukan hanya digitalisasi dalam proses bisnis dan memenuhi perangkat digitalnya, namun juga menyiapkan pola pikir para karyawan agar paham dan sadar kuatnya perubahan menuju digitalisasi.
"Semua proses menuju arah digital sudah berjalan sejak beberapa waktu yang lalu. Digitalisasi yang dilakukan di KBI, tidak hanya untuk layanan eksternal, yaitu untuk para pemangku kepentingan, tapi juga digitalisasi dalam operasional internal," Fajar menambahkan.
Dalam hal layanan untuk pemangku kepentingan terkait peran KBI sebagai lembaga kliring, saat ini semua laporan terkait kegiatan kliring penjaminan dan penyelesaian transaksi, semua sudah dilakukan secara digital.
Dalam sistem resi gudang, KBI belum lama ini telah melakukan pembaruan aplikasi registrasi dengan mengaplikasikan teknologi blockchain dan smart contract, sedangkan dari sisi internal, berbagai program digitalisasi telah dan sedang dilakukan, seperti aplikasi nota elektronik, Human Resources Information System (HRIS), dan sistem internal otomatis.
Digitalisasi bisnis yang dilakukan KBI sejalan dengan core value BUMN yaitu AKHLAK yang salah satu nilai utamanya adalah adaptif.
"Dalam nilai adaptif ini, KBI senantiasa terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan maupun menghadapi perubahan," ujarnya.
Istilah digitalisasi belakangan ini menjadi topik yang banyak dibicarakan di tengah gelombang disrupsi teknologi, pandemi COVID-19 dan ketatnya persaingan dunia usaha.
Hal ini dikatakan Menteri BUMN Erick Tohir beberapa waktu lalu yang mendorong perusahaan BUMN menjadikan digitalisasi dan inovasi sebagai pondasi dalam menghadapi persaingan agar tidak mati karena kalah saing.
Terkait digitalisasi bisnis di BUMN, Toto Pranoto, Pengamat BUMN dari Lembaga Manajemen Universitas Indonesia mengatakan disrupsi teknologi tidak bisa dihindari, memaksa BUMN melakukan langkah adaptasi serta transformasi menuju digitalisasi.
"Sebagian BUMN saya kira sudah adaptasi dengan perubahan radikal akibat disrupsi teknologi tersebut. Artinya memang sudah mengaplikasikan 'digital age' dalam operasional perusahaan, serta 'people mindset' dalam organisasi," kata Toto Pranoto.
Namun ia mengingatkan, dari proses digitalisasi tersebut yang lebih penting adalah adanya transformasi budaya di BUMN untuk menuju perusahaan negara yang memiliki "digital mindset" dan budaya yang kuat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021