Jakarta (Antara Babel) - Sebagai negara kepulauan yang perairannya lebih luas, yakni 3,1 juta kilometer dibandingkan daratannya seluas 1,9 juta kilometer, Indonesia tentu memiliki banyak sumber daya air dari laut dan sungai.

Namun, sebagian masyarakat Indonesia mengalami krisis air bersih di sejumlah wilayah, baik untuk konsumsi, sanitasi maupun untuk kegiatan lainnya.

Contohnya, 77 desa di 13 kecamatan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, rawan kekeringan dan krisis air bersih selama musim kemarau, sebagaimana diungkap Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat.

Demikian pula sejumlah wilayah kabupaten/kota di Maluku Utara (Malut) mengalami krisis air bersih, terutama di dataran tinggi yang tidak memiliki sumber air bersih.

Direktur Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Halmahera Barat Suwibno Nurmidin mengatakan ada sejumlah wilayah yang mengalami kesulitan air bersih, namun akan diupayakan pelayanan air bersih ke semua wilayah itu tersedia pada 2015.

Selain itu, Pulau Dewata diperkirakan akan mengalami krisis air bersih pada 2015 sebagaimana diungkap Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bali.

"Perkiraan itu berdasarkan data yang dikumpulkan kami, dan saat ini kelangkaan air bersih sudah dirasakan di wilayah Bali selatan," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bali Putu Astawa.

Ia mengatakan penyebabnya antara lain kepadatan penduduk dan semakin terbatasnya daya dukung resapan tanah akibat alih fungsi lahan besar-besaran.

"Karena itu perlu penanganan serius untuk menghindari terjadinya kelangkaan air bersih. Kami imbau supaya masyarakat tidak terlalu mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan," tuturnya.

Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) Prof Arief Rachman mengingatkan pemerintah untuk mengendalikan dan mengawasi pemakaian air bersih.

"Indonesia, terutama di kota-kota besar mempunyai masalah yang sangat besar. Masalah yang paling penting di kota-kota besar adalah pengendalian dan pengawasan terhadap pemakaian air bersih," katanya.

Ia mengatakan banyak masyarakat di daerah perkotaan masih mengalami sanitasi buruk yang disebabkan kurangnya ketersediaan air bersih.

"Di kota-kota besar banyak sekali keluarga yang tidak mempunyai sistem sanitasi yang baik," ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, sumber air yang segar, bersih dan sehat juga makin lama makin surut. Ini dikarenakan ketidakmampuan menjaga air di pegunungan untuk turun ke daerah yang lebih rendah secara teratur dan alami.

"Kita melihat sendiri di daerah-daerah tertentu seperti Bandung, Jakarta dan daerah lainnya, banjir hampir tidak bisa dikendalikan, ini karena masalah tidak ada pengendalian dan pengawasan tentang air itu," tuturnya.

Ia  berharap Indonesia dapat membenahi pengelolaan air sehingga tidak ada lagi krisis air.

"Saya memimpikan suatu negara Indonesia yang betul-betul nanti menonjol yang didatangi orang-orang dari mana saja karena kita mempunyai manajemen tentang air itu dengan sebaik-baiknya," kata Arief.

    
Eksploitasi Sumber Air

Terkait krisis air, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai perizinan pengelolaan sumber daya air kepada swasta mengakibatkan krisis air karena pemanfaatannya yang tidak terkontrol langsung dari sumber mata air.

"Kita krisis air karena banyak izin pengelolaan air yang diberikan kepada swasta. Ambil contoh saja di dalam perkotaan banyak izin-izin yang diberikan untuk bagaimana memanfaatkan air tanah atau ada yang kemudian mendapatkan porsi yang lebih besar dibandingkan masyarakat," kata Manajer Kampanye Walhi Nasional Edo Rakhman.

Menurutnya, pengelolaan sumber daya air harus mengutamakan kepentingan masyarakat daripada swasta sehingga kebutuhan air bersih bagi seluruh masyarakat bisa terpenuhi.

Ia mengatakan krisis air, terutama di kota-kota besar bisa terjadi bukan karena krisis sumbernya, melainkan pengelolaan sumber daya air yang tidak tepat sehingga menjadi kendala distribusi yang mencakup seluruh warga.

"Krisis di kota-kota bisa saja tidak krisis sumber airnya, tapi krisis pengelolaannya sampai tidak bisa terdistribusi dengan baik," tuturnya.

Untuk itu, lanjutnya, pemerintah harus mengevaluasi perizinan untuk swasta yang mengelola atau memanfaatkan sumber daya air sehingga tidak terjadi eksploitasi.

"Misalnya, terlihat kelompok usaha atau badan usaha atau kelompok swasta yang menguasai air dan lebih dipergunakan untuk kepentingan bisnisnya itu saya kira itu harus dilihat kembali terutama bagaimana pemerintah harus mengelola kemudian harus mendistribusikannya dengan baik kepada masyarakat," katanya.

Menurutnya, jika pemerintah sejak awal mengelola sumber daya air dengan baik dan berkelanjutan maka tidak akan terjadi krisis air di level pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.

"Ini persoalannya adalah karena pemerintah lebih mementingkan pemberian izin kepada dunia usaha atau swasta," tuturnya.

Ia berharap pemerintah dapat mengelola sumber daya air dan memperhatikan pemanfaatan air oleh swasta sehingga kebutuhan masyarakat luas tercukupi.

Walhi mendesak pemerintah agar membangun infrastruktur penyaluran air, khususnya di wilayah terpencil untuk mendekatkan sumber daya air ke masyarakat sehingga masyarakat tidak kekurangan dan kesulitan mendapatkan air bersih.

"Saya kira menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memikirkan solusinya, bagaimana mendekatkan kepada masyarakat sumber daya air itu," kata Edo Rakhman.

Ia mengatakan pemerintah harus mengalokasikan dana yang memadai untuk pembangunan infrastruktur sehingga dapat mengalirkan air yang sumber mata airnya berada jauh dari pemukiman warga ke tempat tinggal masyarakat.

"Tidak ada salahnya pemerintah mengalokasikan dana sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat di pulau-pulau yang terpencil sekalipun karena itu adalah tanggung jawab pemerintah, dan itu adalah perintah perundang-undangan kita," ujarnya.

Dengan meningkatkan infrastruktur penyaluran air, akses air dapat dimiliki seluruh warga untuk kebutuhan sehari-hari sehingga tidak ada lagi daerah yang mengalami krisis air, katanya.

Permasalahan air yang sering terjadi seperti di Nusa Tenggara Timur, Papua, dan wilayah kepulauan lainnya, dapat segera diatasi pemerintah, harapnya.

Pemerintah di setiap daerah, menurutnya, memiliki tanggung jawab untuk terus mendorong masyarakat memperoleh hidup layak dengan ketersediaan air bersih, khususnya untuk konsumsi.

"Kita tidak bisa serta merta menyalahkan sumber daya manusia atau berbicara geografis wilayah dan seterusnya karena secara logika juga di mana pun wilayah pasti ada pemerintah di situ, sekecil apa pun komunitasnya pasti ada pemerintah di situ," katanya.

Untuk itu, lanjutnya, pemerintah harus terus berupaya menjamin akses air yang memadai bagi masyarakat, salah satunya dengan pembangunan infrastruktur sehingga air dapat tersalur hingga ke tempat tinggal warga bahkan di tempat terpencil sekalipun.

    
Peduli Kelestarian

Pemerintah mengimbau dunia pendidikan Indonesia peduli air dengan menjaga sumber daya melalui pemanfaatan secara lestari dan berkelanjutan.

"Saya ingin mengundang semua siswa, guru, mahasiswa, dosen untuk terus menanamkan bahwa air ini adalah pemberian dari Allah yang harus kita jaga amanah ini sebaik-baiknya," kata Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia UNESCO pada Kemendikbud Arief Rachman.

Menurut dia, dunia pendidikan menjadi kekuatan bangsa untuk melahirkan generasi yang memiliki pemahaman tentang pentingnya air dan perawatannya sejak dini.

"Bangsa ini mempunyai 51 juta murid dan 2,7 juta guru, pertanyaan yang penting apakah kelompok terdidik ini paham bahwa dunia ini mengalami suatu keadaan yang kritis karena tidak mempunyai kekuatan dalam menjaga air yang kita miliki ini," ujarnya.

Dalam pendidikan untuk kehidupan berkelanjutan, katanya, ada tiga pilar yang mengatur kehidupan manusia termasuk hubungan dengan lingkungan seperti melestarikan sumber daya air.

Pilar yang pertama adalah hubungan kita dengan budaya, agama, dengan keadaan sosial. Pilar kedua, pendidikan itu harus bisa menjamin setiap orang dapat hidup dengan layak.

Pilar ketiga, semua pendidikan harus menyadarkan manusia bahwa manusia tidak bisa memisahkan dirinya dari lingkungan alam.

Itu berarti manusia memiliki tanggung jawab untuk peduli terhadap kelestaraian lingkungan alam termasuk sumber daya air bukan merusak sumber air yang ada, katanya.

"Ketidakmampuan kita mengendalikan daerah-daerah yang harus kita pertahankan sebagai tempat menyimpan air karena dibuat gedung-gedung, karena dibuat hal-hal yang sifatnya untuk kemajuan ekonomi saja tetapi bukan untuk kemajuan kehidupan," ujarnya.

Menurutnya, kemajuan kehidupan suatu bangsa tidak hanya identik dengan kemajuan ekonomi melainkan kesehatan manusianya yang dapat dipengaruhi akses masyarakat terhadap air bersih.

"Itu sebabnya negara yang disebut maju tidak bisa diukur hanya dari berapa banyak uang yang dia miliki, tetapi dia harus bisa diukur dari berapa sehatkah hidup manusia yang ada di negara itu dan saya pikir ini sangat kritis," katanya.

Lebih lanjut Arief mengatakan jika ingin menjaga keberlanjutan sumber daya air dan ketersediaannya, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan, yakni memahami pentingnya air, mengatur air dan sumber dayanya dengan kebijakan yang tepat.

"Pertama, kalau mau menjaga kita harus tahu tentang air itu sendiri, apa sih air itu, untuk apa air itu, bagaimana air itu dipergunakan? Kedua, yang sangat penting sekali adalah mempunyai orang-orang yang paham dan bisa mengatur tentang air ini," katanya.

Jadi, kementerian-kementerian yang terlibat dalam mengatur kebijakan pengelolaan air tidak hanya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tetapi juga kementerian lainnya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan universitas juga harus mempunyai program studi tentang air, lanjutnya.

Lebih lanjut ia mengatakan cara ketiga untuk menjaga air agar berkelanjutan adalah mengawasi pemanfaatan air dan menghukum dengan tegas setiap kegiatan yang merusak sumber daya air.

"Kalau ada orang yang menyedot air umpamanya gedung yang tinggi yang ada di Jakarta ini menyedot air ratusan meter ke bawah itu, apakah undang-undangnya bisa dijaga atau tidak? Lalu bagaimana pengenndaliannya, sudah pernahkah kita menghukum orang yang melanggar itu," katanya.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015