Pangkalpinang (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama TNI AD berkolaborasi membangun sumber air bersih guna menurunkan angka stunting.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Maruli Simanjuntak dalam keterangan rilis yang diterima di Pangkalpinang, Kamis (25/4) mengatakan akan membantu menurunkan stunting dengan membangun sumber air bersih.
Hal tersebut disampaikan jenderal bintang empat tersebut saat menerima kunjungan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter Hasto, di kantor Mabes TNI AD, Jakarta, Selasa siang (23/4).
Dokter Hasto mengatakan kesiapannya untuk berkolaborasi dengan TNI Angkatan Darat (TNI AD) dan berencana mengidentifikasi kantong-kantong stunting yang beririsan dengan kantong-kantong air bersih. Dokter Hasto meyakini air sebagai sumber kehidupan.
“Kami mengidentifikasi kantong-kantong stunting sekaligus yang beririsan dengan kantong-kantong air bersih. Jujur, hari ini banyak yang sudah dikasih makanan tapi diare masih banyak. Sumbernya dari air tidak bersih. Meski makanan banyak diberikan, anak tetap stunting, karena berat badan tidak naik-naik karena diare. TBC juga seperti itu. Rumahnya kumuh, airnya tidak ada, kotor, akhirnya TBC. TBC juga mengakibatkan berat badan anak tidak naik-naik,” jelas dokter Hasto.
KSAD berbagi pengalamannya bagaimana membangun sumber air bersih, kegiatan pembangunan berjalan sehingga memberikan penghidupan bagi masyarakat setempat.
“Kita lagi buat di Halmahera 20. Papua akan kita banyakin. NTT udah jalan. Kita sudah masuk Banten, 25," jelas Jenderal Maruli Simanjuntak.
"Kenapa orang-orang tidak mau membuat sumber air di daerah-daerah itu. Biasanya memang sulit alamnya, entah perlu daam, atau batu, sehingga tukang bor pun ga mau, kalo kami ga ada urusan, hajar dulu,“ tambahnya
Ia mengatakan dengan adanya sumber air bersih memungkinkan masyarakat mempunyai penghasilan ekonomi.
“Di beberapa daerah mungkin bapak bisa lihat bagaimana sesudah ada air, mereka mulai punya kebun. Kita coba dulu begitu, terus bikin kebun kecil-kecil, udah pada jadi. Kalau sudah jadi, paling tidak ada barangnya, bisa beternak, ada ayam. Saran saya jangan hanya emergency bantuan, tapi mempercepat sarana air bersih akan sangat berpengaruh,” lanjut KSAD.
“Setelah saya bikin beberapa puluh (sumber air, red) di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, TTS jadi kabupaten yang mengatasi stunting nomor tiga di Indonesia. Ada pengakuan,” lanjut KSAD Maruli.
KSAD juga mengatakan mempunyai data valid. Dari 2000 sumber air yang TNI AD bangun, jumlah itu hanya bisa mendekatkan air tidak sampai satu juta orang. Dibanding dengan orang yang belum punya akses air, jumlahnya 27 juta lebih, sekitar 9,9 persen.
Intinya, tandas KSAD, secara operasional TNI AD siap mendukung upaya penanganan stunting.
"Apa yang kami punya, personilnya, kendaraannya, koordinasinya. Tapi saya menyarankan air ini agak fokus,” tegas KSAD.
Lebih lanjut, KSAD menyampaikan bahwa masyarakat sudah meyakini air sebagai sumber kehidupan. Dari air beberapa data menunjukkan betapa pentingnya masyarakat mendapatkan akses air bersih. Dari air masyarakat juga bisa membangun sanitasi yang asri, mengentaskan kemiskinan, bahkan air bisa memunculkan konflik sosial.
Bicara Air, Bicara Sanitasi
Menanggapi apa yang disampaikan KSAD, dokter Hasto sepakat tentang pentingnya sumber air bagi masyarakat. “Sebesar 70 persen pengaruh stunting dari itu (sanitasi yang buruk), 30 persen dari yang sakit-sakit,” jelas dokter Hasto.
Jika melihat data, jumlah keluarga berisiko stunting (KRS) secara nasional hingga semester II tahun 2023, berdasarkan penapisan faktor lingkungan, jumlah KRS dengan sanitasi tidak layak sebanyak 6.299.565 keluarga (Pemutakhiran PK-23). Begitupun jumlah KRS dengan sumber air minum tidak layak sebanyak 2.611.453 keluarga.
“Kalau di desa, bicara air bicara sanitasi," jelas dokter Hasto, seraya berharap lahan-lahan tidur yang ada bisa dikembangkan menjadi tempat budidaya dengan memanfaatkan air yang ada.
"DI lahan tidur, kami ingin sekali dikembangkan budidaya. Karena jika ibu-ibu kader tidak melakukan budidaya, maka telur harus beli, ikan harus beli. Padahal lahan masih luas. Kalau ada air, lele pun hidup,“ ujar dokter Hasto.
TNI Manunggal KB Kesehatan
Dalam kunjungannya kali ini ke Markas Besar TNI AD, dokter Hasto juga menyampaikan apresiasinya kepada Persit Kartika Chandra Kirana, yang diketuai Ibu Uli Simanjuntak, yang sebelumnya sudah mendahului hadir di BKKBN dan bersepakat untuk membina posyandu bersama-sama.
“yang kami lakukan terakhir dengan Persit adalah membina posyandu bersama-sama. Melaunching aplikasi untuk laporan teman-teman kader posyandu yang di bina Persit Kartika Chandra. Di situ termasuk data stunting, dan kita kumpulkan melalui posyandunya Persit. Satu posyandu di fasilitas kesehatan (faskes) jajaran TNI AD membina posyandu yang ada di sekitarnya. Jadi, kita punya binaan posyandu jumlahnya 6000,“ lanjut dokter Hasto.
Dokter Hasto juga berterima kasih atas dukungan Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang selama ini membantu mengantarkan telur dan makanan tambahan bagi keluarga berisiko stunting.
Selain itu, dokter Hasto juga menyampaikan tujuannya bertemu KSAD untuk menindaklanjuti TNI Manunggal KB Kesehatan (TMKK) yang sudah dilakukan bersama-sama sejak lama.
“Sekarang dengan tema kualitas SDM, seperti arahan presiden, kemudian stunting. Artinya, TNI Manunggal KB Kes selain untuk pelayanan KB, kita juga memberikan pelayanan untuk mencegah stunting, keluarga berisiko tinggi stunting,” jelas dokter Hasto.
Hal tersebut merupakan terobosan baru yang bisa dilakukan di masa datang. "Tema tentang kualitas SDM ini rasanya sudah saatnya. Yang paling berat yang kami rasakan dalam rangka bonus demografi adalah tentang kualitas SDM," tambah dokter Hasto.
Saat bertemu KSAD, dokter Hasto didampingi Deputi Advokasi, Penggerakan, Informasi BKKBN, Sukaryo Teguh Santoso; Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, Wahidin; Deputi Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga BKKBN, Nopian Andusti.
Hadir juga jajaran BKKBN lainnya, yaitu Direktur Komunikasi, Informasi, Edukasi, Soetriningsih; Direktur Bina Pelayanan KB Wilayah Sasaran Khusus, dr. Fajar Firdawati; dan Plt. Direktur Advokasi dan Hubungan Antar Lembaga, Niken Akhirini.