Jakarta (Antara Babel) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk pertama kalinya menerapkan ujian nasional (UN) berbasis komputer atau "computer based test" (CBT) di Tanah Air.

Namun, sesungguhnya UN berbasis komputer tersebut bukanlah yang pertama kali diselenggarakan oleh Kemdikbud.

"Pada 2014, UN CBT diselenggarakan di sekolah-sekolah Indonesia di Malaysia dan Singapura. Untuk tahun ini, pertama kalinya diuji coba di Tanah Air," ujar Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemdikbud, Nizam.

Pelaksanaan UN berbasis komputer diselenggarakan di 585 sekolah yang ada di 26 provinsi di 140 kabupaten/kota dengan total sekolah 42 SMP, 138 SMA dan 405 SMK.

Nizam menjelaskan sebelumnya ada sekitar 800 sekolah yang diverifikasi, namun yang terpilih hanya 585 sekolah.

Ada beberapa syarat bagi sekolah untuk bisa menyelenggarakan UN berbasis komputer itu yakni rasio komputer minimal satu berbanding tiga atau satu komputer untuk tiga siswa, adanya server minimum dengan rasio satu berbanding 40, ada "backup" daya seperti "uninterruptible power ssupply" (UPS) atau generator.

Selanjutnya, ada teknisi, pengawas serta guru komputer. Syarat terakhir, siswa dan orang tua mendukung atau tidak menolak.

"UN hanya dilaksanakan pada sekolah siap melaksanakan dan infrastruktur mendukung," katanya.

Untuk soal UN berbasis kertas dan komputer, Nizam mengatakan kisi-kisi sama, bentuk soal sama, tingkat kesulitan sama, tapi soalnya berbeda.

"UN berbasis kertas dan komputer sama-sama pilihan ganda," tambah dia.

Tidak ada perbedaan untuk bobot maupun proporsi UN berbasis kertas dan komputer untuk masuk perguruan tinggi.

Nizam menjelaskan tidak ada potensi kebocoran soal UN berbasis komputer.

    
Hemat
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan UN berbasis komputer lebih hemat dalam segala hal baik biaya, kertas hingga waktu pengerjaannya.

Anies menjelaskan biasanya siswa mengerjaan soal selama dua jam tetapi dengan menggunakan UN CBT hanya 1,5 jam.

Selain itu, katanya, soal-soal juga tidak akan bocor dan siswa tidak bisa mencontek karena setiap siswa soalnya berbeda-beda.

"Kami juga mengantisipasi, misalnya misalnya jika komputer rusak atau "hang" maka pengerjaannya dapat dilanjutkan kembali seusai dengan pengerjaan lanjutannya," ujar Anies.

Mendikbud mengatakan UN berbasis komputer juga mencegah terjadinya kecurangan karena waktu dan soalnya berbeda.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan dan dijadikan sebagai pemetaan serta pertimbangan masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Kelulusan sepenuhnya ditentukan oleh satuan pendidikan. UN berbasis kertas untuk tingkat SMA/SMK akan dilangsungkan pada 13 April hingga 15 April.

Sementara UN berbasis komputer tingkat SMA/SMK dilangsungkan pada 13 April hingga 16 April serta 20 April dan 21 April. UN berbasis komputer tingkat SMP pada 4 Mei hingga 7 Mei.

"Jadi ini bukan ujian nasional "online", tetapi menggunakan komputer. Ujian nasional berbasis komputer. Ini kan tidak tersambung dengan internet, tetapi pakai jaringan wilayah lokal atau LAN," tegas Mendikbud.

    
Bertahap
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistyo, mengatakan UN berbasis komputer harus dipersiapkan dengan baik.

"PGRI mendukung adanya UN berbasis komputer karena terkait peningkatan mutu," kata Sulistyo.

Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat, Popong Otje Djundjunan, mengatakan UN berbasis komputer harus dilaksanakan secara bertahap.

"UN berbasis komputer harus dilangsungkan bertahap dan melihat situasi serta kondisi," kata Popong.

Popong menilai UN berbasis komputer tersebut sangat baik untuk kemajuan pendidikan di Tanah Air.

"Jadi usaha apapun untuk kemajuan pendidikan, akan kami dukung," tambah Popong.

Politisi Golkar itu menilai wajah pendidikan di Tanah Air masih timpang, karena mutu pendidikan di Jakarta berbeda dengan Papua.

Untuk itu perlu adanya upaya perbaikan mutu pendidikan sebelum menerapkan UN berbasis komputer secara keseluruhan.

    
Timbulkan Masalah
Anggota Komisi X DPR Elviana mengkhawatirkan UN berbasis komputer dapat memunculkan masalah baru.

"Saya hanya khawatir persoalan UN berbasis komputer ini malah memunculkan masalah baru," kata legislator dari fraksi PPP itu.

Masalah baru yang dimaksud seperti persoalan komputer hingga masalah teknis dalam pelaksanaan UN tersebut.

Elviana membandingkan pelaksanaan UN berbasis komputer di Cheska yang penduduknya hanya berjumlah 10 juta jiwa dan pelaksanaan UN sukses tanpa kendala.

"Sementara jumlah siswa yang akan ikut UN, berjumlah 7,3 juta jiwa," katanya.

Di beberapa daerah seperti Padang, hampir seluruh sekolah menolak UN berbasis komputer itu.

Begitu juga di Jambi, hanya ada tiga sekolah yang ikut melaksanakan UN berbasis komputer itu.

"Saya juga mengkhawatirkan ketidakadilan dengan sekolah-sekolah yang melaksanakan UN berbasis komputer dan yang berbasis kertas," jelas Elviana.

Pakar ergonomi dunia Andrew Dillon dalam jurnalnya "Reading from paper versus screens: a critical review of the empirical literature" yang diterbitkan pada 1992, menyebutkan membaca pada layar komputer lebih rendah 20 hingga 30 persen dibandingkan tes berbasis kertas.

Dillon menyebut ketepatan membaca melalui layar komputer juga lebih rendah dibanding kertas. Membaca melalui kertas juga melelahkan. Pada sisi fleksibilitas, membaca melalui kertas lebih unggul.

Pewarta: Indriani

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015