Jakarta (Antara Babel) - Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Mustafa
Ibrahim Al Mubarak menjelaskan bahwa keterangan mengenai proses hukum
Siti Zaenab sudah disampaikan ke perwakilan Indonesia di Arab Saudi.
"Proses hukuman terhadap warga negara Indonesia sudah dijelaskan sebelumnya, tapi pelaksanaan eksekusi, saya tidak bisa berbicara apa-apa, itu wewenang pengadilan," katanya menjawab pertanyaan wartawan di Istana Negara, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan Kementerian Luar Negeri Indonesia juga sudah menanyakan soal tidak adanya informasi dari Pemerintah Arab Saudi mengenai rencana eksekusi Siti Zaenab.
"Pemerintah Saudi tidak bisa mempengaruhi proses pengadilan, tapi sejauh yang saya tahu, masalah ini normal dalam pengadilan di Arab Saudi," katanya.
Dia juga mengatakan bahwa perwakilan Indonesia di Arab Saudi sudah pernah mengunjungi dan berkomunikasi langsung dengan Siti Zaenab di penjara.
"Kedutaan Indonesia di Arab Saudi sangat peduli terhadap warganya di sana, tapi masalahnya proses pengadilan, terutama hari eksekusi, saya tidak tahu apa-apa tentang itu," jelas.
Siti Zaenab, pekerja Indonesia di Arab Saudi, dipidana karena kasus pembunuhan terhadap istri pengguna jasanya pada 1999. Ia ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999.
Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001 Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Siti dan berdasarkan hukum di Arab Saudi, pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban.
Pelaksanaan hukuman mati Siti ditunda sampai putra bungsu korban mencapai usia akil baligh dan dapat membuat keputusan.
Pada 2013, setelah dinyatakan akil baligh putra korban menyatakan kepada pengadilan bahwa dia menolak memberikan maaf kepada Siti Zaenab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk membebaskan Siti Zaenab dari hukuman mati, baik upaya hukum maupun diplomatik.
Surat resmi kepada Raja Arab Saudi berisi permohonan pemberian maaf kepada Siti Zaenab sudah disampaikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada 2000, Susilo Bambang Yudhoyono pada 2011, dan Joko Widodo pada 2015.
Kepala Perwakilan RI di Riyadh maupun Jeddah juga telah mengirimkan surat resmi kepada Emir di Mekkah dan Madinah untuk mendorong pemberian maaf bagi Siti Zaenab.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi Maret lalu juga menyampaikan langsung kepada Wakil Menteri Luar Negeri Arab Saudi untuk membantu melakukan pendekatan kepada keluarga korban agar memberikan maaf kepada Siti Zaenab.
Pemerintah juga sudah melakukan pendekatan secara terus menerus kepada ahli waris korban, serta melakukan pendekatan kepada pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakat, khususnya dari kalangan Kabilah Al Ahmadi yang merupakan suku asal suami korban.
Selain itu pemerintah memfasilitasi kunjungan kakak dan anak Siti Zaenab ke penjara Madinah sekaligus untuk bertemu dengan para ulama dan Ketua Lembaga Pemaafan Madinah. Kunjungan terakhir kali dilakukan pada 24-25 Maret 2015.
Pemerintah pun telah menawarkan pembayaran diyat sebesar 600 ribu Real atau sekitar Rp2 miliar kepada keluarga korban melalui Lembaga Pemaafan Madinah.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Proses hukuman terhadap warga negara Indonesia sudah dijelaskan sebelumnya, tapi pelaksanaan eksekusi, saya tidak bisa berbicara apa-apa, itu wewenang pengadilan," katanya menjawab pertanyaan wartawan di Istana Negara, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan Kementerian Luar Negeri Indonesia juga sudah menanyakan soal tidak adanya informasi dari Pemerintah Arab Saudi mengenai rencana eksekusi Siti Zaenab.
"Pemerintah Saudi tidak bisa mempengaruhi proses pengadilan, tapi sejauh yang saya tahu, masalah ini normal dalam pengadilan di Arab Saudi," katanya.
Dia juga mengatakan bahwa perwakilan Indonesia di Arab Saudi sudah pernah mengunjungi dan berkomunikasi langsung dengan Siti Zaenab di penjara.
"Kedutaan Indonesia di Arab Saudi sangat peduli terhadap warganya di sana, tapi masalahnya proses pengadilan, terutama hari eksekusi, saya tidak tahu apa-apa tentang itu," jelas.
Siti Zaenab, pekerja Indonesia di Arab Saudi, dipidana karena kasus pembunuhan terhadap istri pengguna jasanya pada 1999. Ia ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999.
Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001 Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Siti dan berdasarkan hukum di Arab Saudi, pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban.
Pelaksanaan hukuman mati Siti ditunda sampai putra bungsu korban mencapai usia akil baligh dan dapat membuat keputusan.
Pada 2013, setelah dinyatakan akil baligh putra korban menyatakan kepada pengadilan bahwa dia menolak memberikan maaf kepada Siti Zaenab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk membebaskan Siti Zaenab dari hukuman mati, baik upaya hukum maupun diplomatik.
Surat resmi kepada Raja Arab Saudi berisi permohonan pemberian maaf kepada Siti Zaenab sudah disampaikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada 2000, Susilo Bambang Yudhoyono pada 2011, dan Joko Widodo pada 2015.
Kepala Perwakilan RI di Riyadh maupun Jeddah juga telah mengirimkan surat resmi kepada Emir di Mekkah dan Madinah untuk mendorong pemberian maaf bagi Siti Zaenab.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi Maret lalu juga menyampaikan langsung kepada Wakil Menteri Luar Negeri Arab Saudi untuk membantu melakukan pendekatan kepada keluarga korban agar memberikan maaf kepada Siti Zaenab.
Pemerintah juga sudah melakukan pendekatan secara terus menerus kepada ahli waris korban, serta melakukan pendekatan kepada pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakat, khususnya dari kalangan Kabilah Al Ahmadi yang merupakan suku asal suami korban.
Selain itu pemerintah memfasilitasi kunjungan kakak dan anak Siti Zaenab ke penjara Madinah sekaligus untuk bertemu dengan para ulama dan Ketua Lembaga Pemaafan Madinah. Kunjungan terakhir kali dilakukan pada 24-25 Maret 2015.
Pemerintah pun telah menawarkan pembayaran diyat sebesar 600 ribu Real atau sekitar Rp2 miliar kepada keluarga korban melalui Lembaga Pemaafan Madinah.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015