Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 100/2021 tentang Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah Terhadap Obat Remdesivir, yang mengatur tentang kebijakan akses terhadap obat Remdesivir yang saat ini masih dilindungi paten.
Dalam Perpres yang diunggah di laman jdih.setneg.go.id, dan dikutip di Jakarta, Jumat, disebutkan pertimbangan Perpres itu diterbitkan berkenaan penyebaran Covid-19 telah dinyatakan WHO sebagai pandemi global, dan Indonesia pun telah menetapkannya sebagai bencana nasional.
Sehubungan dengan kebutuhan yang sangat mendesak dalam upaya penanggulangan Covid-19 di Indonesia, maka perlu menetapkan kebijakan akses terhadap obat Remdesivir yang masih dilindungi paten.
Adapun berdasarkan ketentuan pasal 109 ayat (3) UU Nomor 13/2016 tentang Paten sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja, pelaksanaan paten oleh pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Dalam pasal 1 ayat (1) Perpres itu, diputuskan pemerintah melaksanakan paten terhadap obat Remdesivir. Pada pasal 1 ayat (2) dijelaskan Pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat Remdesivir dimaksudkan untuk memenuhi ketersediaan dan keperluan yang sangat mendesak untuk pengobatan penyakit Covid-19.
Pada Pasal 1 ayat (3) ditetapkan pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat Remdesivir dilaksanakan untuk jangka waktu tiga tahun sejak Peraturan Presiden itu mulai berlaku. Sementara pasal 1 ayat (4) dinyatakan apabila setelah jangka waktu tiga tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pandemi belum
berakhir, pelaksanaan paten oleh pemerintah diperpanjang sampai dengan pandemi Covid-19 ditetapkan berakhir oleh pemerintah.
Pada pasal 2 disebutkan pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat Remdesivir memuat nama zat aktif, nama pemegang paten, nomor permohonan paten/nomor paten, dan judul invensi.
Sementara itu dalam pasal 3 dijelaskan menteri kesehatan akan menunjuk industri farmasi sebagai pelaksana paten obat Remdesivir dan atas nama pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Industri farmasi sebagaimana dimaksud, melaksanakan tugas sebagai pelaksana paten obat Remdesivir secara terbatas, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan bersifat nonkomersial.
Syarat industri farmasi yang ditunjuk adalah memiliki fasilitas dan mampu melaksanakan paten; tidak mengalihkan pelaksanaan paten dimaksud kepada pihak lain; dan memiliki cara produksi yang baik, peredaran, dan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada pasal 4 ditetapkan industri farmasi memberikan imbalan kepada pemegang paten sebesar satu persen dari nilai jual netto obat Remdesivir. Dan pada pasal 5 disebutkan pemberian imbalan dilaksanakan setiap tahun serta dilaksanakan sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (3) dan ayat (4).
Perpres itu ditandatangani Presiden 10 November 2021 dan diundangkan pada tanggal yang sama oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021
Dalam Perpres yang diunggah di laman jdih.setneg.go.id, dan dikutip di Jakarta, Jumat, disebutkan pertimbangan Perpres itu diterbitkan berkenaan penyebaran Covid-19 telah dinyatakan WHO sebagai pandemi global, dan Indonesia pun telah menetapkannya sebagai bencana nasional.
Sehubungan dengan kebutuhan yang sangat mendesak dalam upaya penanggulangan Covid-19 di Indonesia, maka perlu menetapkan kebijakan akses terhadap obat Remdesivir yang masih dilindungi paten.
Adapun berdasarkan ketentuan pasal 109 ayat (3) UU Nomor 13/2016 tentang Paten sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja, pelaksanaan paten oleh pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Dalam pasal 1 ayat (1) Perpres itu, diputuskan pemerintah melaksanakan paten terhadap obat Remdesivir. Pada pasal 1 ayat (2) dijelaskan Pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat Remdesivir dimaksudkan untuk memenuhi ketersediaan dan keperluan yang sangat mendesak untuk pengobatan penyakit Covid-19.
Pada Pasal 1 ayat (3) ditetapkan pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat Remdesivir dilaksanakan untuk jangka waktu tiga tahun sejak Peraturan Presiden itu mulai berlaku. Sementara pasal 1 ayat (4) dinyatakan apabila setelah jangka waktu tiga tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pandemi belum
berakhir, pelaksanaan paten oleh pemerintah diperpanjang sampai dengan pandemi Covid-19 ditetapkan berakhir oleh pemerintah.
Pada pasal 2 disebutkan pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat Remdesivir memuat nama zat aktif, nama pemegang paten, nomor permohonan paten/nomor paten, dan judul invensi.
Sementara itu dalam pasal 3 dijelaskan menteri kesehatan akan menunjuk industri farmasi sebagai pelaksana paten obat Remdesivir dan atas nama pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Industri farmasi sebagaimana dimaksud, melaksanakan tugas sebagai pelaksana paten obat Remdesivir secara terbatas, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan bersifat nonkomersial.
Syarat industri farmasi yang ditunjuk adalah memiliki fasilitas dan mampu melaksanakan paten; tidak mengalihkan pelaksanaan paten dimaksud kepada pihak lain; dan memiliki cara produksi yang baik, peredaran, dan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada pasal 4 ditetapkan industri farmasi memberikan imbalan kepada pemegang paten sebesar satu persen dari nilai jual netto obat Remdesivir. Dan pada pasal 5 disebutkan pemberian imbalan dilaksanakan setiap tahun serta dilaksanakan sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (3) dan ayat (4).
Perpres itu ditandatangani Presiden 10 November 2021 dan diundangkan pada tanggal yang sama oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021