Jombang (Antara Babel) - Warga Nahdlatul Ulama di daerah terpencil dan pelosok perdesaan luar Pulau Jawa sangat membutuhkan distribusi informasi mengenai paham Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) secara lebih merata guna membentengi "nahdliyin" dari gempuran paham Wahabi.
Aspirasi itu menguat adalam persidangan komisi program pada Mukmatar NU Ke-33 di Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso-Peterongan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Selasa.
Aswaja secara umum dimaknai sebagai orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW dan mayoritas sahabat, dan "nahdliyin" adalah julukan bagi warga NU.
Dalam berbagi literatur Wahabi adalah gerakan yang dikembangkan oleh seorang teolog Muslim abad ke-18 Muhammad bin Abdul Wahhab dari Najd, Arab Saudi, yang menganjurkan membersihkan Islam dari "ketidakmurnian", dan Wahhabisme adalah bentuk dominan dari Islam di Arab Saudi. Kaum Wahabi biasanya selalu bersikap keras kepada pekerjaan sunnah yang sudah biasa dilakukan umat Muslim ahlus sunnah wal jama'ah (Sunni).
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif NU KH Arifin Djunaidi itu, wakil peserta dari Pengurus NU Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel melaporkan bahwa bahan informasi mengenai paham Aswaja dari PBNU tidak terdistribusi ke daerah itu secara cukup.
"Distribusi buku dan bahan informasi mengenai Aswaja itu seperti 'terputus' di PW (Pengurus Wilayah) NU," kata wakil dari Musi Banyuasin.
Sedangkan "muktamirin" dari Kalimantan juga menyampaikan kondisi yang sama, yakni informasi mengenai ke-NU-an dengan Aswaja-nya sangat minim di daerah tersebut.
"Kalau toh ada bahan informasi mengenai Islam, justru dari paham-paham lain yang bukan Aswaja," kata peserta dari Kalimantan.
"Kami merasa tertinggal untuk mengakses informasi mengenai NU, yang sepertinya lebih merata di kawasan yang dekat dengan NU pusat," tambahnya.
Peserta dari Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan juga mengangkat ikhwal minimnya informasi tentang Aswaja.
Selain itu, kebutuhan mendasar yang ditunggu adalah hadirnya sekolah-sekolah NU di daerah tersebut.
Wakil dari NU Lampung Ahmad Jaelani menyampaikan bahwa di era teknologi informasi (TI) saat ini, maka informasi mengenai NU dan Aswaja membutuhkan program penggunaan media "online".
"Penggunaan IT sekarang ini adalah cara ampuh untuk mengimbangi informasi yang utuh mengenai NU dengan Aswaja-nya," katanya.
Ia mengusulkan juga disediakan program pengadaan sejuta bahan informasi dalam bentuk VCD untuk dapat diakses "Nahdliyin" di pelosok.
Gerakan masif
Atas pandangan dan aspirasi tersebut, Arifin Junaidi saat diwawancarai Antara usai sidang mengakui kondisi belum terdistribusinya secara merata bahan informasi mengenai paham Aswaja itu, sehingga dibutuhkan gerakan masif untuk menyebarkan hingga daerah terpencil.
"Sebenarnya bahan informasi mengenai NU dan Aswaja dalam bentuk buku, bahan cetakan lain, 'online' dan juga VCD sudah tersedia, hanya memang membutuhkan pendistribusian yang lebih merata lagi," katanya.
Ia mengaku sebenarnya setiap mengunjungi daerah, seperti di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan dan juga Papua juga mengecek adanya kebutuhan informasi dimaksud bagi warga NU setempat.
"Insya Allah pasca-muktamar, program distribusi akan ditingkatkan lagi," katanya.
Mengenai sidang komisi program sendiri, ia menjelaskan draft yang sudah disiapkan telah disepakati menjadi program oleh 549 "muktamirin" yang menjadi peserta dari 540 wakil dari pengurus wilayah (PW) dan pengurus cabang (PC) NU se-Indonesia.
Tema besar yang disepakati untuk dibawa ke sidang pleno paripurna di antaranya soal program 10 tahun ke depan, menjalin jejaring kerja sama dengan parapihak, dan juga lahirnya Badan Pengembangan Ekonomi NU.
"Sedangkan usulan lain yang belum ada dalam draft akan diselaraskan oleh tim penyelaras, yang terdiri atas unsur PBNU, wakil dari NU dari Indonesia wilayah barat, tengah dan timur," katanya.
Wakil dari NU daerah berasal dari tuan rumah Jombang, Riau dan Paniai, Provinsi Papua.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
Aspirasi itu menguat adalam persidangan komisi program pada Mukmatar NU Ke-33 di Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso-Peterongan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Selasa.
Aswaja secara umum dimaknai sebagai orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW dan mayoritas sahabat, dan "nahdliyin" adalah julukan bagi warga NU.
Dalam berbagi literatur Wahabi adalah gerakan yang dikembangkan oleh seorang teolog Muslim abad ke-18 Muhammad bin Abdul Wahhab dari Najd, Arab Saudi, yang menganjurkan membersihkan Islam dari "ketidakmurnian", dan Wahhabisme adalah bentuk dominan dari Islam di Arab Saudi. Kaum Wahabi biasanya selalu bersikap keras kepada pekerjaan sunnah yang sudah biasa dilakukan umat Muslim ahlus sunnah wal jama'ah (Sunni).
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif NU KH Arifin Djunaidi itu, wakil peserta dari Pengurus NU Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel melaporkan bahwa bahan informasi mengenai paham Aswaja dari PBNU tidak terdistribusi ke daerah itu secara cukup.
"Distribusi buku dan bahan informasi mengenai Aswaja itu seperti 'terputus' di PW (Pengurus Wilayah) NU," kata wakil dari Musi Banyuasin.
Sedangkan "muktamirin" dari Kalimantan juga menyampaikan kondisi yang sama, yakni informasi mengenai ke-NU-an dengan Aswaja-nya sangat minim di daerah tersebut.
"Kalau toh ada bahan informasi mengenai Islam, justru dari paham-paham lain yang bukan Aswaja," kata peserta dari Kalimantan.
"Kami merasa tertinggal untuk mengakses informasi mengenai NU, yang sepertinya lebih merata di kawasan yang dekat dengan NU pusat," tambahnya.
Peserta dari Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan juga mengangkat ikhwal minimnya informasi tentang Aswaja.
Selain itu, kebutuhan mendasar yang ditunggu adalah hadirnya sekolah-sekolah NU di daerah tersebut.
Wakil dari NU Lampung Ahmad Jaelani menyampaikan bahwa di era teknologi informasi (TI) saat ini, maka informasi mengenai NU dan Aswaja membutuhkan program penggunaan media "online".
"Penggunaan IT sekarang ini adalah cara ampuh untuk mengimbangi informasi yang utuh mengenai NU dengan Aswaja-nya," katanya.
Ia mengusulkan juga disediakan program pengadaan sejuta bahan informasi dalam bentuk VCD untuk dapat diakses "Nahdliyin" di pelosok.
Gerakan masif
Atas pandangan dan aspirasi tersebut, Arifin Junaidi saat diwawancarai Antara usai sidang mengakui kondisi belum terdistribusinya secara merata bahan informasi mengenai paham Aswaja itu, sehingga dibutuhkan gerakan masif untuk menyebarkan hingga daerah terpencil.
"Sebenarnya bahan informasi mengenai NU dan Aswaja dalam bentuk buku, bahan cetakan lain, 'online' dan juga VCD sudah tersedia, hanya memang membutuhkan pendistribusian yang lebih merata lagi," katanya.
Ia mengaku sebenarnya setiap mengunjungi daerah, seperti di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan dan juga Papua juga mengecek adanya kebutuhan informasi dimaksud bagi warga NU setempat.
"Insya Allah pasca-muktamar, program distribusi akan ditingkatkan lagi," katanya.
Mengenai sidang komisi program sendiri, ia menjelaskan draft yang sudah disiapkan telah disepakati menjadi program oleh 549 "muktamirin" yang menjadi peserta dari 540 wakil dari pengurus wilayah (PW) dan pengurus cabang (PC) NU se-Indonesia.
Tema besar yang disepakati untuk dibawa ke sidang pleno paripurna di antaranya soal program 10 tahun ke depan, menjalin jejaring kerja sama dengan parapihak, dan juga lahirnya Badan Pengembangan Ekonomi NU.
"Sedangkan usulan lain yang belum ada dalam draft akan diselaraskan oleh tim penyelaras, yang terdiri atas unsur PBNU, wakil dari NU dari Indonesia wilayah barat, tengah dan timur," katanya.
Wakil dari NU daerah berasal dari tuan rumah Jombang, Riau dan Paniai, Provinsi Papua.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015