Belitung (ANTARA Babel) - Sudah biasa orang menyebut Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan daerah kaya timah. Hingga sekarang pun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Timah (Persero) Tbk masih terus mengeksplorasinya.

Sejarah pertimahan Bangka Belitung memang cukup panjang. Eksplorasi dengan pemboran saja telah dilakukan sekurangnya sejak awal abad ke-18.

Sementara, berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Belitung, sejarah pertimahan di Belitung dimulai setelah seorang kapten berkebangsaan Belgia bernama JP. De La Motte, yang menjabat Asisten Residen dan juga pimpinan tentara Kerajaan Belanda, menemukan timah di Belitung.

Selanjutnya, pada 1850 penambangan diambilalih "Billiton Maatschapij", perusahaan penambangan timah milik Pemerintah Belanda di Belitung.

Atas desakan JF. Louden, Kepala Pemerintahan Pusat di Batavia, pada 1852 Belitung dipisahkan dari Bangka dalam urusan administrasi dan kewenangan penambangan timah demi mengantisipasi kesenjangan Residen Bangka dari pesatnya pertambangan timah di Belitung.

Sejak itulah, menurut tetua sekaligus tokoh masyarakat Belitung, Rosihan Sahip, Kepala Administrator, mulai tinggal di rumah kayu di pinggir pantai.

Lalu, pada 1862, Rumah Eks Tuan Kuase mulai dibangun. Rumah ini diperkirakan menjadi bangunan pertama yang dibangun di daerah itu. "Rumah Eks Tuan Kuase kira-kira dibangun sekitar tahun 1862, dan konon merupakan bangunan pertama di kawasan Tanjung Pendam itu," kata Rosihan yang juga ketua pecinta bangunan bersejarah; "Billiton Heritage Society".

Rosihan yang mengaku paham "sedikit-sedikit" Bahasa Belanda ini memperkirakan penghuni pertama "Hoofdadministrateur" atau Rumah Tuan Kuase adalah JF. Louden sendiri.

"Lalu disusul Heydeman, HG Dielwart, kemudian RJ Van Lier pada 1917, dan lain-lain," kata Rosihan merujuk sebuah buku sejarah berbahasa Belanda yang sering dibacanya.

Wisma Bougenville

Eks Rumah Tuan Kuase dulunya adalah rumah Hoofd Administratie atau rumah Pembantu Pengawas.

Seperti telah dijelaskan Rosihan, rumah yang hanya berjarak kurang lebih 200 meter dari objek wisata Pantai Tanjung Pendam itu dulunya adalah kediaman Sang Pembantu Pengawas pertambangan di Belitung.

"Orang sini menyebutnya sebagai Eks Rumah Tuan Kuase karena dulu memang itu tempat tinggal Tuan Kuase atau Tuan Pemimpin, pemimpin pertambangan," kata Rosihan.

Bangunan di atas lahan kurang lebih satu hektar ini berciri kolonial yang kental.

Pondasi tinggi dengan kusen-kusen jendela serta pintu megah menjulang dapat dilihat di sana. Selain itu, halaman luas yang asri menambah keindahan bangunan ini. Pada beberapa sudut di halaman bangunan terdapat batu granit raksasa. Beringin-beringin raksasa berumur ratusan tahun menambah kesan "wah" pada bangunan tua itu.

Seiring perkembangan jaman, penghuni dan pengelola rumah datang dan pergi silih berganti.

Saat PT Timah masih beroperasi di Belitung, bangunan ini menjadi rumah dinas Kepala UPT Belitung. Sekarang, Pemerintah Provinsi Bangka Belitung mengelolanya menjadi mess yang dinamai "Wisma Bougenville".

Plesir ala menir

Hanya sekitar 200 meter dari kawasan pantai Tanjung Pendam, Wisma Bougenville memang menarik untuk disinggahi, dan jika Anda ingin mengunjungi Belitung dengan cara unik, cobalah menginap di Wisma Bougenville yang ada di Jalan Melati itu.

Di sana, Anda dapat menikmati "pelesir ala menir" dengan atmosfer era kolonial.

Di rumah bekas Tuan Kuase itu, pengunjung dapat menikmati ruang-ruang besar dalam rumah yang sebagian besar masih asli.

Bukalah salah satu jendela kamar di wisma ini, niscaya hamparan rumput hijau dan desiran angin pantai nan melankolis akan tersuguh di depan mata Anda.

Berdiri menghadap ambang jendela berkusen jati raksasa, rasanya seperti ditarik beberapa abad ke belakang di mana pemerintah kolonial masih berkuasa di Belitung.

Sementara memandang Belitung dari dalam rumah itu, kita merasa perkasa tapi juga rapuh karena pemandangan di luar terlalu indah untuk dilewatkan, mungkin itu yang dirasakan menir-menir Belanda yang dulu menghuni rumah itu.

Rosihan menyebutkan, dulu sebelum rumah diserahterimakan kepada pemerintah, daerah sekitar wisma adalah kawasan "terlarang".

"Dulu daerah sekitar sana adalah kawasan elit, masyarakat tidak boleh mendekat karena sangat dijaga ketat keamanannya, bahkan setelah dikelola oleh pihak PT Timah masih seperti itu, kawasan wisma masih dijaga satpam dan jalan menuju ke sana pun ditutup," kata Rosihan.

Namun sekarang, masyarakat tidak hanya bisa melintas di depan wisma tapi juga menginap di hunian bersejarah tersebut dengan uma-cuma karena sudah dalam kelolaan pemerintah daerah.

Isabela, seorang staf penjaga wisma, menjelaskan Wisma berluas lahan 8.602 meter persegi dan berluas bangunan lebih kurang 1.065 meter persegi itu telah dibeli dari PT Timbah oleh Pemprov Babel dengan kompensasi hampir Rp2 miliar pada 2011 lalu.

Di wisma ini  ada 15 kamar yang disewakan, kecuali dua ruang tidur utama yang biasa digunakan menginap oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Bangka Belitung jika bertugas di Belitung.

Konon, menurut warga lokal, di bawah Wisma Bougenville ada terowongan bawah tanah yang langsung terhubung dengan pantai.

Eksotis dan tapi juga menyimpan misteri.  Jika Anda ke Belitung, tidak ada salahnya mencoba bermalam di "Hoofdadministrateur".

Pewarta: Ida Nurcahyani

Editor : Ida


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2012