Padang (Antara Babel) - Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan negara mengakui keberadaan hutan adat yang merupakan hak adat dan ulayat, namun terlebih dahulu harus ada peraturan daerah (Perda) yang mengaturnya.
"Sebab hutan negara sendiri ada hak pinjam pakai, atau hak pengelolaan," kata Zulkifli di Padang, hari ini.
Dia menambahkan, kementeriannya berposisi menunggu, sebaliknya pemerintah kabupatan atau kota yang harus aktif mengajukan perda tersebut mengingat yang mengetahui kawasan hutan adat adalah pemerintah daerah.
Terkait hutan adat, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengabulkan sebagian pengujian UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang dimohonkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
MK membatalkan sejumlah kata, frasa dan ayat dalam UU Kehutanan, misalnya menghapus kata "negara" dalam Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan, sehingga Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan menjadi: "Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat."
MK juga menafsirkan bersyarat Pasal 5 ayat (1) UU Kehutanan sepanjang tidak dimaknai "Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat" dan menghapus frasa "dan ayat (2) dalam Pasal 5 ayat (3).
Mahkamah berpendapat hutan negara dan hutan adat harus ada perbedaan perlakuan sehingga dibutuhkan pengaturan hubungan antara hak menguasai negara dengan hutan negara, dan hak menguasai negara terhadap hutan adat.
Terhadap hutan negara, negara berwenang penuh mengatur peruntukan, pemanfaatan, dan hubungan-hubungan hukum yang terjadi di wilayah hutan negara, sedangkan terhadap hutan adat, wewenang negara dibatasi sejauh isi wewenang dalam hutan adat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2013
"Sebab hutan negara sendiri ada hak pinjam pakai, atau hak pengelolaan," kata Zulkifli di Padang, hari ini.
Dia menambahkan, kementeriannya berposisi menunggu, sebaliknya pemerintah kabupatan atau kota yang harus aktif mengajukan perda tersebut mengingat yang mengetahui kawasan hutan adat adalah pemerintah daerah.
Terkait hutan adat, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengabulkan sebagian pengujian UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang dimohonkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
MK membatalkan sejumlah kata, frasa dan ayat dalam UU Kehutanan, misalnya menghapus kata "negara" dalam Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan, sehingga Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan menjadi: "Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat."
MK juga menafsirkan bersyarat Pasal 5 ayat (1) UU Kehutanan sepanjang tidak dimaknai "Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat" dan menghapus frasa "dan ayat (2) dalam Pasal 5 ayat (3).
Mahkamah berpendapat hutan negara dan hutan adat harus ada perbedaan perlakuan sehingga dibutuhkan pengaturan hubungan antara hak menguasai negara dengan hutan negara, dan hak menguasai negara terhadap hutan adat.
Terhadap hutan negara, negara berwenang penuh mengatur peruntukan, pemanfaatan, dan hubungan-hubungan hukum yang terjadi di wilayah hutan negara, sedangkan terhadap hutan adat, wewenang negara dibatasi sejauh isi wewenang dalam hutan adat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2013