Jakarta (Antara Babel) - Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi SP mengatakan sikap Presiden Joko Widodo atas usulan revisi Undang-Undang KPK tetap mendukung penguatan kinerja lembaga anti rasuah tersebut.

"Presiden tetap konsisten bahwa kalau pun ada revisi UU KPK, maka revisi itu harus dimaksudkan untuk memperkuat kelembagaan KPK sekaligus memperkuat upaya pemberantasan korupsi," kata Johan ditemui di kompleks Istana Negara pada Rabu pagi.

Menurut Johan, Presiden akan menarik diri dari pembahasan revisi UU KPK jika tujuannya adalah semakin membuat kinerja lembaga menjadi lemah.

Presiden juga akan melakukan evaluasi sikap pemerintah atas revisi UU KPK yang sebelumnya diajukan oleh pemerintah dan diambil alih oleh DPR RI, jelas Juru Bicara Presiden.

Johan menjelaskan penentangan dari masyarakat terhadap revisi UU KPK yang dianggap melemahkan kinerja lembaga itu juga menjadi perhatian Jokowi.

"Karena Presiden sangat 'concern' terkait pertama kepentingan publik dan yang kedua memperkuat KPK," jelas Johan.

Jubir menambahkan sekembalinya Presiden setelah kunjungan kerja dari Amerika Serikat, Jokowi akan mengevaluasi rencana revisi UU KPK setelah ada kepastian isi draf revisi tersebut.

Menurut Johan, Presiden sangat menekankan draf revisi UU KPK tidak memperlemah lembaga anti rasuah.

"Saya ambil contoh misalnya kalau di revisi misalnya KPK dibatasi 12 tahun, itu jelas memperlemah. Kemudian KPK kewenangan penuntutannya dicabut, itu jelas memperlemah. Kemudian penyadapan harus izin pengadilan, nah itu dalam perspektif presiden itu memperlemah," kata Johan.

Sebelumnya, pimpinan KPK tidak menyetujui revisi tersebut karena dinilai melemahkan KPK.

Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, sebagian besar poin dalam draf termasuk upaya pelemahan lembaga anti rasuah.

"Lebih dari 90 persen bukan penguatan terhadap KPK," kata Laode.

Dari total 47 pasal yang ada dalam UU KPK, setidaknya ada empat butir pembahasan yang menimbulkan penolakan tegas dari masyarakat Indonesia.

Pertama, pembatasan kewenangan tindak pidana korupsi yang boleh ditangani KPK. Kedua, soal pembatasan kewenangan penyadapan KPK yang tertera pada pasal 12A.

Ketiga yaitu Dewan Pengawas yang diatur dalam pasal 37A-D yang dinilai publik terlalu kuat untuk mengawasi kinerja pimpinan KPK.

Keempat, KPK dalam draft revisi UU ini berwenang untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dan penuntutan dalam perkara Tipikor (pasal 40) yang berpotensi untuk disalahgunakan.

Pewarta: Bayu Prasetyo

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016