Anggota DPR RI Luqman Hakim menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU RI menunda pelaksanaan Pemilu 2024 memberi peringatan keras adanya ancaman keselamatan bangsa dan negara.
"Dari sisi politik, saya melihat putusan PN Jakpus yang memerintahkan penundaan pemilu merupakan 'alarm' keras adanya ancaman sangat serius terhadap keselamatan bangsa dan negara," kata Luqman dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut, kata dia, karena putusan PN Jakarta Pusat tersebut menyiratkan adanya pihak-pihak yang berusaha menggulirkan wacana penundaan atau berupaya menggagalkan pelaksanaan Pemilu 2024.
"Kedua, pihak-pihak yang ingin menggagalkan pelaksanaan Pemilu 2024 pastilah memiliki kekuatan kekuasaan sangat besar sehingga bisa memengaruhi dan memperalat lembaga hukum negara," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, putusan PN Jakarta Pusat yang kontroversial tersebut dapat berpotensi memecah belah NKRI dengan memperalat lembaga negara untuk menggagalkan pemilu, termasuk dugaan adanya campur tangan pihak-pihak tertentu yang membawa kepentingan asing di dalamnya.
"Maka patut diduga sesungguhnya mereka tidak hanya ingin menggagalkan pemilu, lebih jauh lagi ingin memecah belah dan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tuturnya.
Pemilu 2024, katanya, tidak sekadar menjadi momentum kontestasi antarpartai politik maupun capres-cawapres, melainkan menjadi ajang pertempuran poros-poros kekuatan global yang berebut ingin menancapkan pengaruhnya di Indonesia.
"Oleh karena itu, poros-poros asing kekuatan global itu pastilah terlibat dalam tarik ulur penundaan pemilu," katanya.
Adapun secara hukum, dia menilai putusan PN Jakarta Pusat tersebut keliru dan melampaui kewenangannya karena pengadilan negeri tidak memiliki yuridiksi mengadili masalah sengketa proses pemilu.
"Bertentangan dengan konstitusi, tidak berkekuatan hukum tetap, dan harus dilawan, karena itu tidak boleh dilaksanakan. Terhadap semua pendapat itu, saya sangat sepaham dan mendukung," imbuhnya.
Luqman mengajak semua pihak untuk kembali kepada tujuan dan kepentingan bangsa dengan menjadikan pemilu sebagai sarana rakyat mengejawantahkan kedaulatannya.
Baca juga: Wapres: Tahapan pemilu tetap berlanjut
Baca juga: Prima klarifikasi hentikan proses pemilu agar bisa berpartisipasi
"Jadikanlah pemilu pada 14 Februari 2024 sebagai jalan konstitusional untuk berkuasa secara damai dan bermartabat. Bukan dengan cara-cara inkonstitusional apalagi menggadaikan kedaulatan negara ini kepada pihak asing," ucapnya.
Sebelumnya, Kamis (3/2), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Dengan demikian, maka secara otomatis PN Jakarta Pusat memerintahkan untuk menunda pemilihan umum yang sebelumnya telah dijadwalkan berlangsung pada 14 Februari 2024.
"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," ucap Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Oyong, dikutip dari Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, diakses dari Jakarta.
Baca juga: Bawaslu: tunda pemilu tak mungkin dilakukan hanya dengan putusan PN
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
"Dari sisi politik, saya melihat putusan PN Jakpus yang memerintahkan penundaan pemilu merupakan 'alarm' keras adanya ancaman sangat serius terhadap keselamatan bangsa dan negara," kata Luqman dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut, kata dia, karena putusan PN Jakarta Pusat tersebut menyiratkan adanya pihak-pihak yang berusaha menggulirkan wacana penundaan atau berupaya menggagalkan pelaksanaan Pemilu 2024.
"Kedua, pihak-pihak yang ingin menggagalkan pelaksanaan Pemilu 2024 pastilah memiliki kekuatan kekuasaan sangat besar sehingga bisa memengaruhi dan memperalat lembaga hukum negara," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, putusan PN Jakarta Pusat yang kontroversial tersebut dapat berpotensi memecah belah NKRI dengan memperalat lembaga negara untuk menggagalkan pemilu, termasuk dugaan adanya campur tangan pihak-pihak tertentu yang membawa kepentingan asing di dalamnya.
"Maka patut diduga sesungguhnya mereka tidak hanya ingin menggagalkan pemilu, lebih jauh lagi ingin memecah belah dan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tuturnya.
Pemilu 2024, katanya, tidak sekadar menjadi momentum kontestasi antarpartai politik maupun capres-cawapres, melainkan menjadi ajang pertempuran poros-poros kekuatan global yang berebut ingin menancapkan pengaruhnya di Indonesia.
"Oleh karena itu, poros-poros asing kekuatan global itu pastilah terlibat dalam tarik ulur penundaan pemilu," katanya.
Adapun secara hukum, dia menilai putusan PN Jakarta Pusat tersebut keliru dan melampaui kewenangannya karena pengadilan negeri tidak memiliki yuridiksi mengadili masalah sengketa proses pemilu.
"Bertentangan dengan konstitusi, tidak berkekuatan hukum tetap, dan harus dilawan, karena itu tidak boleh dilaksanakan. Terhadap semua pendapat itu, saya sangat sepaham dan mendukung," imbuhnya.
Luqman mengajak semua pihak untuk kembali kepada tujuan dan kepentingan bangsa dengan menjadikan pemilu sebagai sarana rakyat mengejawantahkan kedaulatannya.
Baca juga: Wapres: Tahapan pemilu tetap berlanjut
Baca juga: Prima klarifikasi hentikan proses pemilu agar bisa berpartisipasi
"Jadikanlah pemilu pada 14 Februari 2024 sebagai jalan konstitusional untuk berkuasa secara damai dan bermartabat. Bukan dengan cara-cara inkonstitusional apalagi menggadaikan kedaulatan negara ini kepada pihak asing," ucapnya.
Sebelumnya, Kamis (3/2), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Dengan demikian, maka secara otomatis PN Jakarta Pusat memerintahkan untuk menunda pemilihan umum yang sebelumnya telah dijadwalkan berlangsung pada 14 Februari 2024.
"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," ucap Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Oyong, dikutip dari Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, diakses dari Jakarta.
Baca juga: Bawaslu: tunda pemilu tak mungkin dilakukan hanya dengan putusan PN
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023