Setiap memasuki bulan kelima dalam kalender, masyarakat Tionghoa di berbagai daerah Nusantara mulai mempersiapkan salah satu upacara tahunan yang disebut Ceng Beng atau ziarah kubur untuk menghormati para leluhur.
Sama halnya dengan sebagian masyarakat Muslim yang memiliki tradisi ziarah kubur sebelum Ramadhan, masyarakat Tionghoa memiliki Ceng Beng atau ziarah kubur yang dilaksanakan sekitar dua bulan setelah Hari Raya Imlek. Bahkan di beberapa negara Asia Ceng Beng diperingati sebagai hari libur nasional.
Provinsi Bangka Belitung sebagai salah satu daerah dengan persebaran etnis Tionghoa yang besar di Indonesia sejak masa Belanda diketahui memiliki perkuburan Tionghoa terbesar se-Asia tenggara, yakni perkuburan Sentosa yang dibangun pada tahun 1935.
Ritual Ceng Beng atau sembahyang kubur merupakan upacara perwujudan dari sikap masyarakat Tionghoa yang sangat mencintai dan menghormati leluhurnya. Seluruh keluarga, baik yang ada di Pangkalpinang atau di perantauan, berupaya pulang dan melaksanakan ritual.
Kegiatan ritual dimulai dengan membersihkan kuburan atau pendem yang biasanya dilakukan 10 hari sebelum pelaksanaan Ceng Beng.
Tak heran Negeri Serumpun Sebalai itu menjadi salah satu dari berbagai daerah di Indonesia selain Kalimantan dan Jawa yang ramai dikunjungi saat perayaan Ceng Beng.
Perayaan Ceng Beng faktanya turut menjadi angin segar bagi sektor perekonomian daerah. Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencatat jumlah penumpang angkutan udara datang pada Februari 2023 sebanyak 66,56 ribu orang, atau turun 20,23 persen dibandingkan bulan sebelumnya 83,44 ribu orang karena tidak adanya perayaan hari besar sehingga mengakibatkan berkurangnya kunjungan wisatawan ke daerah itu.
Begitu melekatnya harmonisasi masyarakat Tionghoa dan Melayu di Bangka Belitung, ini menjadikan perayaan Ceng Beng masuk sebagai kalender event pariwisata di Bangka Belitung.
Selain Ceng Beng, pada bulan April juga terdapat event pariwisata lainnya yakni Festival Jeramba Sungai Padang dan Beruah Massal di Belitung, Festival Taber Laut di Bangka Tengah, Selamat Laut dan Maras Taun Desa Tanjung Batu Itam di Belitung Timur, Api Likur Desa Mancung di Bangka Barat, dan Habang Ramadhan Bazar di Bangka Selatan.
Plt. Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, dan Kepemudaan Olahraga Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Herwanita mengatakan perayaan Ceng Beng adalah pusat agenda pariwisata Babel pada bulan April.
Wisata religi ini diharapkan berdampak terhadap pembangunan pariwisata dan perekonomian masyarakat di daerah ini karena memang bisa mengundang ribuan wisatawan untuk datang ke daerah ini.
Untuk itu, diharapkan pemerintah setempat bisa mengemas berbagai wisata religi, seperti Ceng Beng ini agar menjadi pendorong pembangunan dan perekonomian masyarakat Bangka Belitung.
Arti Ceng Beng
Pada dasarnya Ceng Beng disebut juga Qingmingjie di Negeri Tirai Bambu. Kata Ceng Beng pada bahasa Hokkian terdiri atas dua kata. Budayawan Bangka Belitung Akhmad Elvian menyatakan kata ceng memiliki arti bersih dan beng berarti terang.
"Ceng itu sendiri artinya bersih atau resik, jadi seminggu sebelum hari H tanggal 4 atau 5 itu keluarga sudah mulai melaksanakan pembersihan terhadap makam, kemudian tanggal 4 atau 5 Beng yakni artinya terang. Menjelang terbitnya Matahari sampai siang mereka akan melakukan ritual kepada leluhur," kata Elvian.
Tradisi yang biasanya dilaksanakan pada tanggal 4 atau 5 April dalam kalender Masehi itu dilakukan oleh orang-orang Tionghoa khususnya yang beragama Konghucu dalam rangka menghormati leluhur.
"Ceng Beng dilaksanakan pada tanggal 4 atau 5 April dalam kalender Masehi, jika jatuh pada tanggal 4 April biasanya pelaksanaannya pada tahun kabisat dan pada 5 April pada tahun biasa," kata Elvian.
Tradisi Ceng Beng turut menjadi momen berharga bagi masyarakat Tionghoa karena melaksanakan Ceng Beng artinya akan berkumpul bersama keluarga besar yang tinggal di daerah mana pun untuk pulang dan melaksanakan tradisi ziarah kubur bersama.
Pada tahun 2023, puncak perayaan Ceng Beng jatuh pada tanggal 5 April. Untuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung setiap tahunnya tradisi ziarah kubur bagi masyarakat Tionghoa ini berpusat di permakaman Sentosa.
Mulai dari dini hari hingga siang masyarakat Tionghoa yang melaksanakan Ceng Beng sudah memadati perkuburan Sentosa. Mereka terlihat sibuk membersihkan makam para leluhur, menyiapkan berbagai persembahan, dan bersembahyang.
Biasanya mereka juga akan menyiapkan beberapa jenis persembahan yakni samsang yang terdiri atas tiga jenis daging yang berasal dari darat, air , dan udara. Kemudian samguo yakni tiga jenis buah-buahan, dan minuman yang terdiri atas teh, arak atau jiu sebagai persembahan dan bakti kepada leluhur.
Selain menyiapkan persembahan itu, saat melaksanakan upacara Ceng Beng masyarakat Tionghoa juga wajib menyiapkan kimchi atau uang-uangan kertas.
Uang kertas itu nantinya akan akan mereka bakar bersama dengan hio atau garu untuk dipersembahkan kepada leluhur.
Selain menjadi momen bakti pada leluhur, Ceng Beng juga dimanfaatkan menjadi ajang berkumpul bersama untuk menjaga tali silaturahmi oleh masyarakat Tionghoa.
Ritual-ritual berdimensi perekatan antar-sesama itulah yang selama ini ikut memberi sumbangsih memperkuat ikatan sosial hingga kebangsaan di negeri ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
Sama halnya dengan sebagian masyarakat Muslim yang memiliki tradisi ziarah kubur sebelum Ramadhan, masyarakat Tionghoa memiliki Ceng Beng atau ziarah kubur yang dilaksanakan sekitar dua bulan setelah Hari Raya Imlek. Bahkan di beberapa negara Asia Ceng Beng diperingati sebagai hari libur nasional.
Provinsi Bangka Belitung sebagai salah satu daerah dengan persebaran etnis Tionghoa yang besar di Indonesia sejak masa Belanda diketahui memiliki perkuburan Tionghoa terbesar se-Asia tenggara, yakni perkuburan Sentosa yang dibangun pada tahun 1935.
Ritual Ceng Beng atau sembahyang kubur merupakan upacara perwujudan dari sikap masyarakat Tionghoa yang sangat mencintai dan menghormati leluhurnya. Seluruh keluarga, baik yang ada di Pangkalpinang atau di perantauan, berupaya pulang dan melaksanakan ritual.
Kegiatan ritual dimulai dengan membersihkan kuburan atau pendem yang biasanya dilakukan 10 hari sebelum pelaksanaan Ceng Beng.
Tak heran Negeri Serumpun Sebalai itu menjadi salah satu dari berbagai daerah di Indonesia selain Kalimantan dan Jawa yang ramai dikunjungi saat perayaan Ceng Beng.
Perayaan Ceng Beng faktanya turut menjadi angin segar bagi sektor perekonomian daerah. Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencatat jumlah penumpang angkutan udara datang pada Februari 2023 sebanyak 66,56 ribu orang, atau turun 20,23 persen dibandingkan bulan sebelumnya 83,44 ribu orang karena tidak adanya perayaan hari besar sehingga mengakibatkan berkurangnya kunjungan wisatawan ke daerah itu.
Begitu melekatnya harmonisasi masyarakat Tionghoa dan Melayu di Bangka Belitung, ini menjadikan perayaan Ceng Beng masuk sebagai kalender event pariwisata di Bangka Belitung.
Selain Ceng Beng, pada bulan April juga terdapat event pariwisata lainnya yakni Festival Jeramba Sungai Padang dan Beruah Massal di Belitung, Festival Taber Laut di Bangka Tengah, Selamat Laut dan Maras Taun Desa Tanjung Batu Itam di Belitung Timur, Api Likur Desa Mancung di Bangka Barat, dan Habang Ramadhan Bazar di Bangka Selatan.
Plt. Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, dan Kepemudaan Olahraga Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Herwanita mengatakan perayaan Ceng Beng adalah pusat agenda pariwisata Babel pada bulan April.
Wisata religi ini diharapkan berdampak terhadap pembangunan pariwisata dan perekonomian masyarakat di daerah ini karena memang bisa mengundang ribuan wisatawan untuk datang ke daerah ini.
Untuk itu, diharapkan pemerintah setempat bisa mengemas berbagai wisata religi, seperti Ceng Beng ini agar menjadi pendorong pembangunan dan perekonomian masyarakat Bangka Belitung.
Arti Ceng Beng
Pada dasarnya Ceng Beng disebut juga Qingmingjie di Negeri Tirai Bambu. Kata Ceng Beng pada bahasa Hokkian terdiri atas dua kata. Budayawan Bangka Belitung Akhmad Elvian menyatakan kata ceng memiliki arti bersih dan beng berarti terang.
"Ceng itu sendiri artinya bersih atau resik, jadi seminggu sebelum hari H tanggal 4 atau 5 itu keluarga sudah mulai melaksanakan pembersihan terhadap makam, kemudian tanggal 4 atau 5 Beng yakni artinya terang. Menjelang terbitnya Matahari sampai siang mereka akan melakukan ritual kepada leluhur," kata Elvian.
Tradisi yang biasanya dilaksanakan pada tanggal 4 atau 5 April dalam kalender Masehi itu dilakukan oleh orang-orang Tionghoa khususnya yang beragama Konghucu dalam rangka menghormati leluhur.
"Ceng Beng dilaksanakan pada tanggal 4 atau 5 April dalam kalender Masehi, jika jatuh pada tanggal 4 April biasanya pelaksanaannya pada tahun kabisat dan pada 5 April pada tahun biasa," kata Elvian.
Tradisi Ceng Beng turut menjadi momen berharga bagi masyarakat Tionghoa karena melaksanakan Ceng Beng artinya akan berkumpul bersama keluarga besar yang tinggal di daerah mana pun untuk pulang dan melaksanakan tradisi ziarah kubur bersama.
Pada tahun 2023, puncak perayaan Ceng Beng jatuh pada tanggal 5 April. Untuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung setiap tahunnya tradisi ziarah kubur bagi masyarakat Tionghoa ini berpusat di permakaman Sentosa.
Mulai dari dini hari hingga siang masyarakat Tionghoa yang melaksanakan Ceng Beng sudah memadati perkuburan Sentosa. Mereka terlihat sibuk membersihkan makam para leluhur, menyiapkan berbagai persembahan, dan bersembahyang.
Biasanya mereka juga akan menyiapkan beberapa jenis persembahan yakni samsang yang terdiri atas tiga jenis daging yang berasal dari darat, air , dan udara. Kemudian samguo yakni tiga jenis buah-buahan, dan minuman yang terdiri atas teh, arak atau jiu sebagai persembahan dan bakti kepada leluhur.
Selain menyiapkan persembahan itu, saat melaksanakan upacara Ceng Beng masyarakat Tionghoa juga wajib menyiapkan kimchi atau uang-uangan kertas.
Uang kertas itu nantinya akan akan mereka bakar bersama dengan hio atau garu untuk dipersembahkan kepada leluhur.
Selain menjadi momen bakti pada leluhur, Ceng Beng juga dimanfaatkan menjadi ajang berkumpul bersama untuk menjaga tali silaturahmi oleh masyarakat Tionghoa.
Ritual-ritual berdimensi perekatan antar-sesama itulah yang selama ini ikut memberi sumbangsih memperkuat ikatan sosial hingga kebangsaan di negeri ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023