Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Pangkalpinang menggelar diskusi publik yang bertema "Kemerdekaan Pers Dalam Pemilu 2024", dalam rangka memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia yang jatuh pada kemarin.
"Dalam diskusi ini kita memberi masukan kepada insan pers dan pihak terkait yang terlibat dalam Pemilu 2024 untuk lebih memahami masalah dan solusi yang dapat dilaksanakan dalam pengawasan Pemilu," kata Ketua AJI Pangkalpinang Barliyanto, di Pangkalpinang, Jumat malam.
Ia mengatakan dalam memperingati hari kebebasan pers sedunia ini sejumlah organisasi dan jurnalis diluar daerah Bangka Belitung melakukan aksi damai. Namun AJI Kota Pangkalpinang memperingatinya dengan diskusi dan dialog bersama tiga narasumber kompeten yakni Ketua Bawaslu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, EM Osykar, Dosen Ilmu Politik UBB, Ranto dan Praktisi Jurnalis Bangka Belitung, Albana.
"Pengawasan menjelang tahun politik ini menjadi dilema bagi media, artinya media kampanye bukan konvensional tapi digital. Pemberitaan hoaks juga banyak tersebar di media sosial. AJI Kota Pangkalpinang berharap diskusi publik ini, pers dan pelaksana Pemilu dapat bersama-sama menangkal semua pemberitaan hoaks," ujarnya.
Ketua Bawaslu Babel EM Osykar, mengapresiasi kegiatan yang dilaksanakan AJI Kota Pangkalpinang.
"Ambiguitas atau kebenaran yang bersumber pada subjektivitas membuat pers harus menjaga bagaimana kebenaran tidak hanya subjektivitas," kata Osykar.
Menurutnya, ujaran kebencian biasanya disenangi netizen dan berimbas ke masyarakat.
"Kami dari pengawas pemilu soal informasi di media sosial ini, memang jadi tantangan tersendiri dalam pola pengawasan kami, bahwa mengawal pesta demokrasi ini tidak hanya tatap mata fisik tapi juga mata yang ada di dunia maya," jelasnya.
Sedangkan, Dosen Ilmu Politik UBB Ranto, memaparkan dalam membangun solidaritas pers untuk keadilan pemilu, setelah 25 tahun pasca reformasi yang jadi pertanyaan siapa sih musuhnya.
Apakah negara karena pembungkaman, musuh pers itu ada di internal dan eksternalnya, sehingga pers mengalami dilema.
"Yang bisa untuk mengkonter tulisan di media sosial, pers sangat penting karena informasi pers ketika dia mampu tampil bersikap adil itu akan menyampaikan pendidikan politik kepada masyarakat," terang Ranto.
Berdasarkan hasil penelitian UBB, informasi yang didapat dari masyarakat masih satu arah karena pemilih belum menerima informasi penting dari peserta pemilu.
"Masyarakat hanya dapat informasi dari baleho, sedangkan baleho tidak menyampaikan pendidikan politik. Kenyataannya masyarakat kekosongan info politik sehingga masyarakat tidak punya sumber informasi yang bisa dipercaya," ujarnya.
"Disini pers bisa hadir menyampaikan pendidikan politik seiring proses tahapan pemilu yang berlangsung. Pers bisa menyampaikan informasi yang bisa menjadi pendidikan politik," ujarnya.
Seperti pemberitaan calon yang pernah dipidana, hanya yang umum saja. Masyarakat tidak tahu kandidat pernah bermasalah secara hukum. Pengawalan seperti ini tidak sampai dan informasi ini jarang didapat masyarakat.
"Informasi seperti ini penting disampaikan kepada pemilih supaya publik tahu, masyarakat tahu. Jika Ia dipilih itu soal lain," ujarnya.
Sementara itu Praktisi Pers Babel Albana, menuturkan terkait Pemilu penyelenggara perlu diawasi, apa lagi peserta. Pemilu bisa jadi cuan yang luar biasa sehingga jadi godaan baik secara personal maupun kelembagaan atau perusahaan.
Menurutnya dalam mengatasi itu kembali saja ke undang-undang pers, harus jujur, adil, berimbang, tidak sara. Ini yang bisa menyelamatkan media saat pemilu.
Ketika pers tidak berpegang pada itu, maka celaka. Jika teguh pada undang-undang dan kode etik maka akan aman. Namun saat berbenturan dengan bisnis ada tembok api antara ruang redaksi dan iklan.
"Harus lebih jago dari KPU dan Bawaslu. Penyelenggara jarang turun. Pers pasti mobile. Problem pers hanya terima rilis dari KPU dan Bawaslu tanpa mengecek kebenaran. Apabila tidak berpegang teguh pada aturan, tidak akan ada peran pers dalam demokrasi, karena demokrasi tidak hanya bebas menyampaikan pendapat," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
"Dalam diskusi ini kita memberi masukan kepada insan pers dan pihak terkait yang terlibat dalam Pemilu 2024 untuk lebih memahami masalah dan solusi yang dapat dilaksanakan dalam pengawasan Pemilu," kata Ketua AJI Pangkalpinang Barliyanto, di Pangkalpinang, Jumat malam.
Ia mengatakan dalam memperingati hari kebebasan pers sedunia ini sejumlah organisasi dan jurnalis diluar daerah Bangka Belitung melakukan aksi damai. Namun AJI Kota Pangkalpinang memperingatinya dengan diskusi dan dialog bersama tiga narasumber kompeten yakni Ketua Bawaslu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, EM Osykar, Dosen Ilmu Politik UBB, Ranto dan Praktisi Jurnalis Bangka Belitung, Albana.
"Pengawasan menjelang tahun politik ini menjadi dilema bagi media, artinya media kampanye bukan konvensional tapi digital. Pemberitaan hoaks juga banyak tersebar di media sosial. AJI Kota Pangkalpinang berharap diskusi publik ini, pers dan pelaksana Pemilu dapat bersama-sama menangkal semua pemberitaan hoaks," ujarnya.
Ketua Bawaslu Babel EM Osykar, mengapresiasi kegiatan yang dilaksanakan AJI Kota Pangkalpinang.
"Ambiguitas atau kebenaran yang bersumber pada subjektivitas membuat pers harus menjaga bagaimana kebenaran tidak hanya subjektivitas," kata Osykar.
Menurutnya, ujaran kebencian biasanya disenangi netizen dan berimbas ke masyarakat.
"Kami dari pengawas pemilu soal informasi di media sosial ini, memang jadi tantangan tersendiri dalam pola pengawasan kami, bahwa mengawal pesta demokrasi ini tidak hanya tatap mata fisik tapi juga mata yang ada di dunia maya," jelasnya.
Sedangkan, Dosen Ilmu Politik UBB Ranto, memaparkan dalam membangun solidaritas pers untuk keadilan pemilu, setelah 25 tahun pasca reformasi yang jadi pertanyaan siapa sih musuhnya.
Apakah negara karena pembungkaman, musuh pers itu ada di internal dan eksternalnya, sehingga pers mengalami dilema.
"Yang bisa untuk mengkonter tulisan di media sosial, pers sangat penting karena informasi pers ketika dia mampu tampil bersikap adil itu akan menyampaikan pendidikan politik kepada masyarakat," terang Ranto.
Berdasarkan hasil penelitian UBB, informasi yang didapat dari masyarakat masih satu arah karena pemilih belum menerima informasi penting dari peserta pemilu.
"Masyarakat hanya dapat informasi dari baleho, sedangkan baleho tidak menyampaikan pendidikan politik. Kenyataannya masyarakat kekosongan info politik sehingga masyarakat tidak punya sumber informasi yang bisa dipercaya," ujarnya.
"Disini pers bisa hadir menyampaikan pendidikan politik seiring proses tahapan pemilu yang berlangsung. Pers bisa menyampaikan informasi yang bisa menjadi pendidikan politik," ujarnya.
Seperti pemberitaan calon yang pernah dipidana, hanya yang umum saja. Masyarakat tidak tahu kandidat pernah bermasalah secara hukum. Pengawalan seperti ini tidak sampai dan informasi ini jarang didapat masyarakat.
"Informasi seperti ini penting disampaikan kepada pemilih supaya publik tahu, masyarakat tahu. Jika Ia dipilih itu soal lain," ujarnya.
Sementara itu Praktisi Pers Babel Albana, menuturkan terkait Pemilu penyelenggara perlu diawasi, apa lagi peserta. Pemilu bisa jadi cuan yang luar biasa sehingga jadi godaan baik secara personal maupun kelembagaan atau perusahaan.
Menurutnya dalam mengatasi itu kembali saja ke undang-undang pers, harus jujur, adil, berimbang, tidak sara. Ini yang bisa menyelamatkan media saat pemilu.
Ketika pers tidak berpegang pada itu, maka celaka. Jika teguh pada undang-undang dan kode etik maka akan aman. Namun saat berbenturan dengan bisnis ada tembok api antara ruang redaksi dan iklan.
"Harus lebih jago dari KPU dan Bawaslu. Penyelenggara jarang turun. Pers pasti mobile. Problem pers hanya terima rilis dari KPU dan Bawaslu tanpa mengecek kebenaran. Apabila tidak berpegang teguh pada aturan, tidak akan ada peran pers dalam demokrasi, karena demokrasi tidak hanya bebas menyampaikan pendapat," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023