Jakarta (Antara Babel) - Lembaga pemasyarakatan atau lapas di berbagai kota dan daerah kini menjadi target operasi bagi Badan Narkotika Nasional (BNN) maupun Polri dalam pemberantasan narkoba.

Pasalnya banyak narapidana atau napi yang menjadi pengendali sindikat jaringan narkoba dari dalam lapas. Sebagai contoh pada 2015 terungkap fakta bahwa terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman,
terlibat dalam peredaran narkotika jaringan internasional dan mengendalikan bisnis haram tersebut dari balik penjara.

Jeruji penjara seakan tidak menghalangi para napi untuk tetap berbisnis narkoba. Itu terlihat dari beberapa kasus narkoba yang dikendalikan dari dalam lapas yang diungkap baik oleh BNN ataupun Polri.

Beberapa kasus tersebut di antaranya Kepolisian Sektor Bukit Raya, Kota Pekanbaru, Riau meringkus seorang kurir narkoba jenis sabu-sabu berinisial MI yang dikendalikan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan setempat pada Kamis (7/4).

Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan berhasil mendapatkan nomor kontak bandar narkoba yang saat ini mendekam di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Pekanbaru itu. Selanjutnya petugas menyusun strategi penjebakan dengan menghubungi tahanan Lapas tersebut untuk memesan sabu-sabu. Tahanan yang diketahui berinisial A itu selanjutnya memerintahkan tersangka MI untuk mengantarkan satu paket sabu-sabu yang dipesan petugas.

Tersangka MI mengaku mendapatkan sabu-sabu atau juga disebut shabu tidak langsung dari A, melainkan dari seorang pelaku lainnya berinisial F.

Jaringan narkoba di lapas diketahui menggunakan sistem mata rantai terputus.

"Tersangka tidak mengenal secara langsung dengan tahanan tersebut," kata Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Bukit Raya, Ipda Bahari Abdi.

Kasus lainnya, pengungkapan kasus narkoba pada Minggu (8/4), yang melibatkan narapidana Asanudin di Lapas Cirebon sebagai pengendali. Sementara kurirnya adalah Ahmad Fadilah yang ditangkap BNN di Hotel FM 1 Boutiq, Jakarta Barat dengan barang bukti (barbuk) shabu 10,22 gram yang disita dari tangan tersangka Ahmad.

"Kemudian dilakukan penggeledahan di rumah tersangka Ahmad di kawasan Sunter. Dan ditemukan shabu seberat 96 gram yang dikemas menjadi delapan bungkus, 20 butir ekstasi dan ganja seberat 245 gram dikemas dalam lima bungkus," kata Deputi Pemberantasan BNN, Brigjen Pol Arman Depari.

Sementara di sisi lain, juga terungkap fakta bahwa tak sedikit napi yang terbukti menggunakan narkoba selama menjalani masa tahanan. Hal terlihat dari sebanyak 77 penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas II A dan Rumah Tahanan Negara Kelas II B Kota Balikpapan, Kalimantan Timur terbukti menggunakan narkoba setelah menjalani tes urine pada Rabu (13/4).

Tujuh puluh tujuh orang tersebut rinciannya sebanyak 56 orang penghuni rutan dan 21 narapidana di Lapas Balikpapan menjalani tes urine dan terbukti positif menggunakan narkoba.

Sementara dari tes urine yang dilakukan jajaran kepolisian dan TNI dalam rangka Operasi Bersinar 2016 terhadap narapidana penghuni Lapas Kelas IIB Ngawi, Jawa Timur, sembilan orang di antaranya terdeteksi telah menggunakan narkoba.

Kepala Polres Ngawi AKBP Suryo Sudarmadi, di Ngawi, Rabu (13/4), mengatakan jumlah penghuni yang menjalani tes urine secara dadakan tersebut mencapai 217 orang.

"Dari jumlah tersebut, terdiri dari 75 narapidana dan 142 tahanan. Hasilnya, sembilan orang penghuni Lapas Ngawi dinyatakan positif menggunakan narkoba," ujar AKBP Suryo.

    
Pemisahan Napi Kasus Narkoba
   
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, lembaga pemasyarakatan (lapas) yang menahan para pengedar narkoba perlu dipisah dari narapidana kasus lainnya.

"Sebanyak 50 persen peredaran narkoba dikendalikan dari balik penjara, dengan menyelesaikan masalah ini, maka kita telah menyelesaikan setengah isu narkoba," kata Menko Luhut.

Oleh karena itu, menurut dia, pemisahan lapas diperkirakan dapat mengurangi peredaran narkotika dari lapas.

Dengan pemisahan lapas, ia menilai, petugas akan lebih mudah mengawasi pergerakan para narapidana sehingga mereka tidak lagi dapat mengedarkan narkoba.

Dia juga meminta para kepala lapas untuk tegas dalam menindak pelaku peredaran narkoba di penjara.

Menurut Luhut, perlu kepemimpinan yang kuat untuk memberantas narapidana yang masih bisa melakukan aksinya di penjara.

Ia pun meminta kepada para kepala lapas untuk membatasi komunikasi para narapidana terhadap dunia di luar lapas dengan menindak tegas warga binaan yang membawa alat komunikasi ke dalam lembaga pemasyarakatan.

Dengan alat komunikasi tersebut, ia menambahkan, dapat menjadi sarana bagi tahanan untuk mengerjakan niat jahatnya seperti mengedarkan narkoba dan juga melakukan tindakan terorisme.

    
Pilot Project Penjara Tanpa Ponsel dan Narkoba
   
Senada dengan Menkopolhukam, pihak Kementerian Hukum dan HAM juga memerintahkan seluruh kantor wilayah untuk menetapkan lapas dan rutan sebagai proyek perintis untuk pemberantasan peredaran narkoba dan telepon genggam.

"Masing-masing wilayah menetapkan minimal dua lapas dan rutan untuk pilot project bebas narkoba dan telepon genggam sebagai wujud hasil rapat kerja yang telah dilakukan," kata Sekretaris Jenderal Kemenkumham Bambang Rantam Sariwanto dalam telekonferensi dengan 33 kanwil di Ruang Kontrol Kemenkumham.

Dalam telekonferensi yang juga dihadiri oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tersebut, beberapa kanwil menyampaikan program di lapas dan rutan wilayahnya untuk dijadikan proyek perintis pemberantasan narkoba dan telepon genggam.

Kantor Wilayah Sumatera Utara menyampaikan ada 12 UPT untuk proyek perintis yaitu di tiga lapas, lima rutan, dan empat cabang rutan. Beberapa di antaranya Lapas Wanita Kelas IIA Medan, Lapas Kelas IIB Panyabungan, dan Lapas Narkotika Langkat.

Kantor Wilayah Sumatera Selatan menetapkan beberapa UPT yg menjadi perintis antara lain Lapas Lubuklinggau (kapasitas 710 orang), Lapas Wanita Palembang, dan Lapas Kelas I Palembang.

Kantor Wilayah Sulawesi Tengah menetapkan enam UPT untuk proyek perintis di antaranya Lapas Kelas IIB Toli-Toli dan Lapas Donggala.

Kemudian, Kantor Wilayah Banten Lapas Wanita Kelas IIA Tangerang dan Rutan Kelas 1 Tangerang dan Lapas Cilegon.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mendorong kepala kantor wilayah untuk memilih lapas yang memiliki potensi besar dalam peredaran narkoba.

"Operasi tetap harus jalan tanpa diketahui, tapi (lapas dan rutan) yang berat harus yang pertama jadi pilot project," kata Yasonna.

Sebelumnya dalam 704 operasi sidak di seluruh Indonesia yang telah dilakukan, Kemenkumham masih menemukan telepon gengam dan narkoba.

Yasonna mengajak kepala kantor wilayah mampu melakukan langkah preventif dan represif agar narkoba dan telepon genggam tidak ditemukan lagi di lapas dan rutan.

"Semua sudah harus melakukan upaya pembersihan narkoba di lapas. Kita harus melakukan ini dalam rangka menggagalkan upaya bandar narkoba memasukkan jaringannya di lapas," kata dia.

Sementara perang BNN terhadap narkoba tampak mendapatkan perlawanan. Hal ini terlihat dari kasus kerusuhan berujung pembakaran lapas yang bermula dari penggeledahan BNN Provinsi Bengkulu.

Rutan Malabero Bengkulu terbakar karena adanya aksi pembakaran oleh penghuni rutan yang dilatarbelakangi penggeledahan BNN Provinsi Bengkulu dan peminjaman seorang tahanan berinisial A oleh BNNP.

Peminjaman tersebut diduga melatarbelakangi terjadinya tindak solidaritas dalam bentuk negatif dari penghuni rutan sehingga berujung pada aksi pembakaran.

Sebanyak 27 orang napi menjadi tersangka atas kasus tersebut. Dari 27 tersangka tersebut, sebanyak 17 orang merupakan tahanan tindak pidana kasus narkoba dan 10 tersangka lainnya merupakan tahanan tindak pidana umum.

Sementara kasus lainnya, Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan, Ibnu Mundzakir menyatakan sedikitnya tiga orang pejabat lapas terindikasi positif mengkonsumsi narkoba setelah dilakukan tes urin serentak beberapa waktu lalu.

"Sebanyak 145 pejabat struktural dari empat Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang dilakukan tes urine sedikitnya ada tiga orang dinyatakan positif," kata Mundzakir.

Ia menjelaskan empat Lapas yang dilakukan tes urin serentak itu adalah Lapas Musirawas, Musirawas Utara, dan Lapas Musi Banyuasin yang dipusatkan di Lapas Kelas II A Kota Lubuklinggau.

Tes urine yang dilakukan serentak itu sengaja digelar terkait sosialisasi arahan dari Presiden RI dan Menteri Hukum dan HAM (Menkum-HAM).

    
Buaya Sebagai Penjaga Lapas?
   
Terkait adanya petugas lapas yang ikut terlibat peredaran narkoba bersama napi, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Budi Waseso mengeluarkan wacana untuk membangun kolam yang dihuni buaya di sekitar lapas narkotika, menggantikan personel penjaga lapas.

Hal itu, menurutnya, sebagai wujud realisasi program sterilisasi dan membuat efek jera bagi para pengedar dan bandar narkoba yang ditahan di balik jeruji penjara.

Jenderal bintang tiga itu menjelaskan bahwa harus ada upaya pencegahan agar para pelaku narkoba kelas kakap menjadi jera dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.

"Kalau yang menjaga buaya, mana mungkin mau disuap? Ini semata-mata demi menyelamatkan generasi muda dan bangsa tidak hancur karena perilaku-perilaku bandar narkoba itu," kata Budi.

Lapas yang seharusnya membina napi yang sudah terjerumus dalam peredaran narkoba kini malah menjadi pusat peredaran narkoba.

Dibutuhkan pengawasan yang ketat untuk memberantas peredaran narkoba di lapas dan kerja sama yang optimal antar-institusi penegak hukum baik BNN, Polri maupun Kemenkumham untuk memberantas peredaran narkoba di penjara.

Para petugas lapas juga diharapkan agar memiliki integritas agar tidak dimanfaatkan oleh para napi yang masih nekad untuk tetap memakai atau berbisnis narkoba.

Pewarta: Anita Permata Dewi

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016