Di tengah konflik berdarah Israel-Hamas yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, Sajida Musabeh (13), seorang gadis Palestina dari pusat kota Deir al-Balah, menemukan cara untuk bersenang-senang.
Sajida bersama teman-temannya membuat aksesoris dengan menggunakan bahan berwarna dan manik-manik plastik.
"Bermain dan bersenang-senang adalah satu-satunya cara bagi kami untuk meringankan beban di tengah pemboman Israel," kata Sajida sambil membuat gelang di halaman rumahnya.
Semua anak-anak di seluruh Jalur Gaza, mulai sejak mereka bangun di pagi hari hingga tidur di malam hari, selalu mendengar suara ledakan yang tak henti akibat serangan bom Israel selama lebih dari dua bulan.
"Sangat menakutkan. Kami mencoba untuk mengatasi ketakutan kami dengan bermain dan merasa bahwa kami berhak hidup dengan damai," kata Sajida.
Ibunda dari Sajida mengatakan dengan bermain, anak-anak berusaha untuk menjalani kehidupan mereka di tengah gempuran konflik di Jalur Gaza.
"Bermain merupakan satu-satunya cara bagi anak-anak, karena dengan bermain, anak-anak berusaha untuk mencintai kehidupan semaksimal mungkin dan melupakan pembunuhan," kata ibu Sajida.
Saat ibu Sajida melontarkan pernyataan itu, terdengar suara drone dan pesawat tempur Israel di area tersebut.
Sejak tanggal 7 Oktober 2023, Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap kelompok Hamas yang berkuasa di Gaza.
Serangan tersebut menyebabkan lebih dari 18.600 warga Palestina tewas yang sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan.
"Jalur Gaza adalah tempat paling berbahaya di dunia bagi anak-anak, karena laporan menunjukkan bahwa puluhan anak terbunuh dan terluka setiap harinya," kata Direktur Regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Adele Khader.
Di ujung selatan Kota Rafah, Jamal Abu Kayed (14) juga menemukan cara untuk menghilangkan rasa takutnya dengan bermain sepak bola di dalam tempat penampungan pengungsi bersama sekelompok anak lainnya.
Jamal mengatakan dirinya berusaha memanfaatkan setiap peluang untuk melepaskan diri dari mimpi buruk serangan Israel, yang menurutnya tidak ada anak yang dapat selamat dari serangan tersebut.
Seluruh lingkungan, tempat anak-anak biasa bermain dan belajar, kini menjadi puing-puing bangunan yang hancur, kata Jamal.
Gencatan senjata kemanusiaan yang segera dan bersifat permanen menjadi satu-satunya cara untuk mengakhiri pembunuhan dan pencederaan anak-anak, melindungi warga sipil, serta memungkinkan bantuan yang sangat dibutuhkan dalam menyelamatkan nyawa dapat masuk ke wilayah kantong yang dilanda perang tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
Sajida bersama teman-temannya membuat aksesoris dengan menggunakan bahan berwarna dan manik-manik plastik.
"Bermain dan bersenang-senang adalah satu-satunya cara bagi kami untuk meringankan beban di tengah pemboman Israel," kata Sajida sambil membuat gelang di halaman rumahnya.
Semua anak-anak di seluruh Jalur Gaza, mulai sejak mereka bangun di pagi hari hingga tidur di malam hari, selalu mendengar suara ledakan yang tak henti akibat serangan bom Israel selama lebih dari dua bulan.
"Sangat menakutkan. Kami mencoba untuk mengatasi ketakutan kami dengan bermain dan merasa bahwa kami berhak hidup dengan damai," kata Sajida.
Ibunda dari Sajida mengatakan dengan bermain, anak-anak berusaha untuk menjalani kehidupan mereka di tengah gempuran konflik di Jalur Gaza.
"Bermain merupakan satu-satunya cara bagi anak-anak, karena dengan bermain, anak-anak berusaha untuk mencintai kehidupan semaksimal mungkin dan melupakan pembunuhan," kata ibu Sajida.
Saat ibu Sajida melontarkan pernyataan itu, terdengar suara drone dan pesawat tempur Israel di area tersebut.
Sejak tanggal 7 Oktober 2023, Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap kelompok Hamas yang berkuasa di Gaza.
Serangan tersebut menyebabkan lebih dari 18.600 warga Palestina tewas yang sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan.
"Jalur Gaza adalah tempat paling berbahaya di dunia bagi anak-anak, karena laporan menunjukkan bahwa puluhan anak terbunuh dan terluka setiap harinya," kata Direktur Regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Adele Khader.
Di ujung selatan Kota Rafah, Jamal Abu Kayed (14) juga menemukan cara untuk menghilangkan rasa takutnya dengan bermain sepak bola di dalam tempat penampungan pengungsi bersama sekelompok anak lainnya.
Jamal mengatakan dirinya berusaha memanfaatkan setiap peluang untuk melepaskan diri dari mimpi buruk serangan Israel, yang menurutnya tidak ada anak yang dapat selamat dari serangan tersebut.
Seluruh lingkungan, tempat anak-anak biasa bermain dan belajar, kini menjadi puing-puing bangunan yang hancur, kata Jamal.
Gencatan senjata kemanusiaan yang segera dan bersifat permanen menjadi satu-satunya cara untuk mengakhiri pembunuhan dan pencederaan anak-anak, melindungi warga sipil, serta memungkinkan bantuan yang sangat dibutuhkan dalam menyelamatkan nyawa dapat masuk ke wilayah kantong yang dilanda perang tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023