Pangkalpinang (Antara Babel) - Para petani karet di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung enggan menyadap dan mengurus kebun karet mereka karena harga komoditas itu terus mengalami penurunan.
"Saat ini harga karet anjlok dan tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga," kata salah seorang petani karet, Danung di Pangkalpinang, Sabtu.
Ia menjelaskan saat ini harga karet basah turun menjadi Rp2.000 per kilogram dari sebelumnya Rp4.000, sehingga petani kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan biaya sekolah anak.
"Saat ini kami menghentikan sementara menyadap karet, karena hasil penjualan karet tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga," ujarnya.
Ia mengatakan hasil karet juga mengalami penurunan, karena kondisi cuaca yang tidak menentu. Terkadang cuaca panas dan tiba-tiba hujan lebat sehingga hasil sadapan di mangkok penampungan tumpah ke tanah.
"Kondisi ini sangat menyulitkan petani, sehingga pada akhirnya kita menghentikan menyadap dan mencari pekerjaan lain seperti menjadi buruh bangunan dan lainnya," ujarnya.
Demikian juga Basri petani karet lainnya mengaku beralih menjadi buruh bangunan, karena harga yang rendah.
"Upah buruh bangunan lebih tinggi dibandingkan hasil penjualan karet. Upah buruh bangunan Rp90 ribu per hari dibandingkan hasil penjualan karet hanya kisaran Rp150 ribu hingga Rp200 ribu per minggu," ujar seorang penyadap karet lainnya Ilham.
Ia berharap pemerintah peduli dengan harga yang rendah itu agar bisa memberikan kesejahteraan pada kehidupan keluarga petani kecil yang penghasilannya tergantung dari getah karet.
"Kami berharap pemerintah dapat meningkatkan harga karet, sehingga petani bergairah menyadap dan mengurus kebun karetnya," harapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
"Saat ini harga karet anjlok dan tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga," kata salah seorang petani karet, Danung di Pangkalpinang, Sabtu.
Ia menjelaskan saat ini harga karet basah turun menjadi Rp2.000 per kilogram dari sebelumnya Rp4.000, sehingga petani kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan biaya sekolah anak.
"Saat ini kami menghentikan sementara menyadap karet, karena hasil penjualan karet tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga," ujarnya.
Ia mengatakan hasil karet juga mengalami penurunan, karena kondisi cuaca yang tidak menentu. Terkadang cuaca panas dan tiba-tiba hujan lebat sehingga hasil sadapan di mangkok penampungan tumpah ke tanah.
"Kondisi ini sangat menyulitkan petani, sehingga pada akhirnya kita menghentikan menyadap dan mencari pekerjaan lain seperti menjadi buruh bangunan dan lainnya," ujarnya.
Demikian juga Basri petani karet lainnya mengaku beralih menjadi buruh bangunan, karena harga yang rendah.
"Upah buruh bangunan lebih tinggi dibandingkan hasil penjualan karet. Upah buruh bangunan Rp90 ribu per hari dibandingkan hasil penjualan karet hanya kisaran Rp150 ribu hingga Rp200 ribu per minggu," ujar seorang penyadap karet lainnya Ilham.
Ia berharap pemerintah peduli dengan harga yang rendah itu agar bisa memberikan kesejahteraan pada kehidupan keluarga petani kecil yang penghasilannya tergantung dari getah karet.
"Kami berharap pemerintah dapat meningkatkan harga karet, sehingga petani bergairah menyadap dan mengurus kebun karetnya," harapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016