Hanya lima hari menjelang Natal 2023, kabar yang menggembirakan datang. Harapan Derfi Bisilisin (37), pekerja migran Indonesia asal Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk bisa pulang merayakan Natal di kampung halaman terkabul.
Departemen Imigrasi Malaysia mengabulkan permohonan dia untuk bisa pulang ke Tanah Air, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Derfi tidak bisa menutupi kegembiraannya mendengar kabar itu, setelah lebih dari 12 tahun tidak bisa pulang dan bertemu orang tua dan keluarganya.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur yang memfasilitasi Derfi segera mengurus keperluan administrasi kepulangannya di Putrajaya, termasuk menyiapkan transportasi untuk kepulangan Derfi ke Kupang, NTT.
Pada saat yang sama Derfi yang selama lebih dari dua tahun terakhir tinggal di shelter KBRI Kuala Lumpur, sambil menjalani proses persidangan di pengadilan Malaysia, segera mengemas semua barang-barang yang bisa dibawanya pulang.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur memfasilitasi Derfi untuk mengajukan tuntutan perdata demi memperjuangkan hak atas gajinya yang tidak diterimanya selama bekerja sembilan tahun lebih dengan majikannya di Kelantan.
Proses peradilan itu masih berjalan dan kini diwakili oleh pengacaranya. Derfi juga telah bersaksi di depan majelis hakim pada September 2023.
Sehari sebelum kepulangan Derfi, Kamis (21/12/2023), tampak beberapa temannya di salah satu kamar di shelter yang juga merupakan pekerja migran Indonesia membantunya berkemas, ikut memilah barang yang dianggap paling penting untuk dibawa pulang.
Ada batik, tumbler, payung, kaos yang diperolehnya dari sponsor Misa Natal tahun sebelumnya di KBRI. Beberapa potong pakaian anak-anak yang akan diberikannya untuk keponakan yang belum pernah dijumpainya sekalipun semenjak mereka lahir.
Ada pula perlengkapan mandi hingga sikat yang hendak dibawanya, namun segera memicu perdebatan dengan teman-temannya. Menurut mereka barang-barang serupa bisa diperoleh nanti saat sudah ada di Indonesia, namun Derfi bersikeras membawanya karena beberapa barang itu tentu memiliki kenangan dan di kampung tidak bisa diperolehnya lagi.
Yang paling penting, tentu saja tas untuk ibunya di kampung. Derfi menunjukkan dua tas kepada ANTARA, sebelum memasukkannya ke dalam koper.
Kebanyakan barang-barang yang ia bawa pulang merupakan pemberian. Karena selama bekerja sembilan tahun tiga bulan sebagai pembantu rumah tangga merangkap montir di bengkel keluarga majikannya di Kota Bharu, Kelantan, dirinya tidak menerima gaji.
Hingga kepulangannya ke NTT, proses sidang perdata Derfi yang menuntut majikan membayar semua gaji yang tidak pernah diterimanya masih berjalan di pengadilan Malaysia.
Pamitan
Usai berkemas, Derfi membawa koper ukuran 24 inci yang telah tertutup rapat keluar kamar untuk ditimbang, memastikan bagasi yang akan dibawanya pulang tidak kelebihan beban.
Beberapa dari puluhan rekan-rekan sesama pekerja migran Indonesia yang menunggu di luar kamar kaget dan bertanya,”Kak Derfi pulang sekarang?” Derfi membalasnya dengan lambaian tangan yang sontak membuat beberapa di antara mereka histeris dan mengulangi pertanyaan yang sama.
Satu per satu dari mereka mengucapkan perpisahan, menjabat tangan, memeluk, merangkul. Beberapa dari mereka menyampaikan pesan agar jangan kembali lagi ke Malaysia, sedangkan yang lainnya menangis sambil memeluk erat Derfi.
Derfi juga meninggalkan pesan dan memberikan semangat agar mereka tetap bersabar, dan tetap yakin mereka dapat segera pulang ke Indonesia.
Terlalu banyak kenangan selama dua tahun lebih mereka bersama dalam shelter. Pada akhirnya mereka hanya bisa saling menguatkan dan berdoa agar semua persoalan yang mereka hadapi segera selesai dan dapat kembali ke Tanah Air.
Acara pamitan spontan itu ditutup dengan foto bersama sebagai kenang-kenangan.
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Malaysia Hermono mengatakan Derfi memang sudah boleh pulang, tapi proses peradilan untuk kasus pidana maupun perdata yang berkaitan dengan dirinya di Malaysia masih tetap berjalan.
Sudah hampir tiga tahun Derfi berada di shelter KBRI Kuala Lumpur sambil menjalani proses persidangan.
Ke Tanah Air
Pada Jumat (22/12), sejak sore staf Konsuler KBRI Kuala Lumpur telah mengantar Derfi ke Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur (KLIA). Semua berjalan lancar, petugas Imigrasi Malaysia mengantar hingga ke pintu keberangkatan menuju pesawat saat menjelang boarding.
Dengan menggunakan maskapai Batik Air nomor penerbangan OD 0318, Derfi yang ditemani ANTARA meninggalkan Kuala Lumpur pada sekitar pukul 20.45 waktu setempat dan tiba di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) sekitar pukul 22.00 WIB.
Selama penerbangan ia tampak tidak tenang, namun mengaku senang dan sudah tidak sabar untuk sampai di rumah. Begitupun setelah tiba di Tanah Air dan melewati Imigrasi dengan mudah, Derfi masih tampak seperti menyimpan kekhawatiran.
Petugas dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menjemputnya di Terminal 2 Soekarno Hatta dan sempat ingin mengantar ke ruang tunggu khusus untuk para pekerja migran yang kembali ke Tanah Air. Upaya itu batal karena waktu mendekati waktu keberangkatan ke Kupang, yakni pukul 02.00 dini hari.
Sekitar pukul 06.00 WITA pesawat yang membawa Derfi mendarat di Bandar Udara Internasional El Tari di Kupang. Pagi itu wajahnya tampak lebih ceria. Ia mengaku jauh lebih baik dan merasa lega akhirnya bisa sampai di Kupang.
Ia mengatakan dengan tegas tidak akan pernah kembali lagi ke Malaysia. Sudah cukup baginya dengan semua pengalaman buruk yang diperolehnya selama di negeri jiran.
Sambil menunggu bagasi yang lumayan lama, Derfi menghubungi teman-temannya di shelter KBRI untuk mengabarkan bahwa dirinya tiba dengan selamat di Kupang, pagi itu. Setelah itu ia menghubungi temannya yang lain, yang juga baru tiba dengan penerbangan berbeda dari Jakarta.
“Saya harus serahkan gitar itu ke Kak Ita,” kata Derfi. Ita adalah rekan pekerja migran dari NTT yang dulu sama-sama pernah berada di shelter KBRI Kuala Lumpur dan menitipkan gitarnya pada Derfi.
Saat akhirnya berjumpa, mereka langsung berpelukan, mata keduanya tampak memerah menahan tangis, meski akhirnya tak terbendung. Sesekali mereka menyekanya sambil tersenyum, keduanya mengaku sangat bersyukur dapat bertemu lagi dan sama-sama sudah ada di Tanah Air.
Di pintu kedatangan, Koordinator Antiperdagangan Manusia dari Kongregasi Suster Penyelenggaraan Ilahi (PI) Suster Laurentina SDP bersama Kepala Biro NTT Perum LKBN ANTARA Bernadus Tokan menyambut Derfi dengan hangat. Suster memeluk Derfi erat, itu kali pertama mereka bertemu.
Siang itu juga Sabtu (23/12), sekitar pukul 14.00 WITA, ANTARA dan Suster Laurentina mengantar Derfi pulang ke kampungnya di Desa Bakuin, Kecamatan Amfoang Utara, Kabupaten Kupang, bersama dengan Operator Krisis Center Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTT Januarius Katadon.
Untuk sementara Derfi beristirahat sejenak melepas penat sambil mengambil kesempatan membersihkan diri di Yayasan Sosial Penyelenggaraan Ilahi yang lokasinya tidak terlampau jauh dari bandara.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Departemen Imigrasi Malaysia mengabulkan permohonan dia untuk bisa pulang ke Tanah Air, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Derfi tidak bisa menutupi kegembiraannya mendengar kabar itu, setelah lebih dari 12 tahun tidak bisa pulang dan bertemu orang tua dan keluarganya.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur yang memfasilitasi Derfi segera mengurus keperluan administrasi kepulangannya di Putrajaya, termasuk menyiapkan transportasi untuk kepulangan Derfi ke Kupang, NTT.
Pada saat yang sama Derfi yang selama lebih dari dua tahun terakhir tinggal di shelter KBRI Kuala Lumpur, sambil menjalani proses persidangan di pengadilan Malaysia, segera mengemas semua barang-barang yang bisa dibawanya pulang.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur memfasilitasi Derfi untuk mengajukan tuntutan perdata demi memperjuangkan hak atas gajinya yang tidak diterimanya selama bekerja sembilan tahun lebih dengan majikannya di Kelantan.
Proses peradilan itu masih berjalan dan kini diwakili oleh pengacaranya. Derfi juga telah bersaksi di depan majelis hakim pada September 2023.
Sehari sebelum kepulangan Derfi, Kamis (21/12/2023), tampak beberapa temannya di salah satu kamar di shelter yang juga merupakan pekerja migran Indonesia membantunya berkemas, ikut memilah barang yang dianggap paling penting untuk dibawa pulang.
Ada batik, tumbler, payung, kaos yang diperolehnya dari sponsor Misa Natal tahun sebelumnya di KBRI. Beberapa potong pakaian anak-anak yang akan diberikannya untuk keponakan yang belum pernah dijumpainya sekalipun semenjak mereka lahir.
Ada pula perlengkapan mandi hingga sikat yang hendak dibawanya, namun segera memicu perdebatan dengan teman-temannya. Menurut mereka barang-barang serupa bisa diperoleh nanti saat sudah ada di Indonesia, namun Derfi bersikeras membawanya karena beberapa barang itu tentu memiliki kenangan dan di kampung tidak bisa diperolehnya lagi.
Yang paling penting, tentu saja tas untuk ibunya di kampung. Derfi menunjukkan dua tas kepada ANTARA, sebelum memasukkannya ke dalam koper.
Kebanyakan barang-barang yang ia bawa pulang merupakan pemberian. Karena selama bekerja sembilan tahun tiga bulan sebagai pembantu rumah tangga merangkap montir di bengkel keluarga majikannya di Kota Bharu, Kelantan, dirinya tidak menerima gaji.
Hingga kepulangannya ke NTT, proses sidang perdata Derfi yang menuntut majikan membayar semua gaji yang tidak pernah diterimanya masih berjalan di pengadilan Malaysia.
Pamitan
Usai berkemas, Derfi membawa koper ukuran 24 inci yang telah tertutup rapat keluar kamar untuk ditimbang, memastikan bagasi yang akan dibawanya pulang tidak kelebihan beban.
Beberapa dari puluhan rekan-rekan sesama pekerja migran Indonesia yang menunggu di luar kamar kaget dan bertanya,”Kak Derfi pulang sekarang?” Derfi membalasnya dengan lambaian tangan yang sontak membuat beberapa di antara mereka histeris dan mengulangi pertanyaan yang sama.
Satu per satu dari mereka mengucapkan perpisahan, menjabat tangan, memeluk, merangkul. Beberapa dari mereka menyampaikan pesan agar jangan kembali lagi ke Malaysia, sedangkan yang lainnya menangis sambil memeluk erat Derfi.
Derfi juga meninggalkan pesan dan memberikan semangat agar mereka tetap bersabar, dan tetap yakin mereka dapat segera pulang ke Indonesia.
Terlalu banyak kenangan selama dua tahun lebih mereka bersama dalam shelter. Pada akhirnya mereka hanya bisa saling menguatkan dan berdoa agar semua persoalan yang mereka hadapi segera selesai dan dapat kembali ke Tanah Air.
Acara pamitan spontan itu ditutup dengan foto bersama sebagai kenang-kenangan.
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Malaysia Hermono mengatakan Derfi memang sudah boleh pulang, tapi proses peradilan untuk kasus pidana maupun perdata yang berkaitan dengan dirinya di Malaysia masih tetap berjalan.
Sudah hampir tiga tahun Derfi berada di shelter KBRI Kuala Lumpur sambil menjalani proses persidangan.
Ke Tanah Air
Pada Jumat (22/12), sejak sore staf Konsuler KBRI Kuala Lumpur telah mengantar Derfi ke Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur (KLIA). Semua berjalan lancar, petugas Imigrasi Malaysia mengantar hingga ke pintu keberangkatan menuju pesawat saat menjelang boarding.
Dengan menggunakan maskapai Batik Air nomor penerbangan OD 0318, Derfi yang ditemani ANTARA meninggalkan Kuala Lumpur pada sekitar pukul 20.45 waktu setempat dan tiba di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) sekitar pukul 22.00 WIB.
Selama penerbangan ia tampak tidak tenang, namun mengaku senang dan sudah tidak sabar untuk sampai di rumah. Begitupun setelah tiba di Tanah Air dan melewati Imigrasi dengan mudah, Derfi masih tampak seperti menyimpan kekhawatiran.
Petugas dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menjemputnya di Terminal 2 Soekarno Hatta dan sempat ingin mengantar ke ruang tunggu khusus untuk para pekerja migran yang kembali ke Tanah Air. Upaya itu batal karena waktu mendekati waktu keberangkatan ke Kupang, yakni pukul 02.00 dini hari.
Sekitar pukul 06.00 WITA pesawat yang membawa Derfi mendarat di Bandar Udara Internasional El Tari di Kupang. Pagi itu wajahnya tampak lebih ceria. Ia mengaku jauh lebih baik dan merasa lega akhirnya bisa sampai di Kupang.
Ia mengatakan dengan tegas tidak akan pernah kembali lagi ke Malaysia. Sudah cukup baginya dengan semua pengalaman buruk yang diperolehnya selama di negeri jiran.
Sambil menunggu bagasi yang lumayan lama, Derfi menghubungi teman-temannya di shelter KBRI untuk mengabarkan bahwa dirinya tiba dengan selamat di Kupang, pagi itu. Setelah itu ia menghubungi temannya yang lain, yang juga baru tiba dengan penerbangan berbeda dari Jakarta.
“Saya harus serahkan gitar itu ke Kak Ita,” kata Derfi. Ita adalah rekan pekerja migran dari NTT yang dulu sama-sama pernah berada di shelter KBRI Kuala Lumpur dan menitipkan gitarnya pada Derfi.
Saat akhirnya berjumpa, mereka langsung berpelukan, mata keduanya tampak memerah menahan tangis, meski akhirnya tak terbendung. Sesekali mereka menyekanya sambil tersenyum, keduanya mengaku sangat bersyukur dapat bertemu lagi dan sama-sama sudah ada di Tanah Air.
Di pintu kedatangan, Koordinator Antiperdagangan Manusia dari Kongregasi Suster Penyelenggaraan Ilahi (PI) Suster Laurentina SDP bersama Kepala Biro NTT Perum LKBN ANTARA Bernadus Tokan menyambut Derfi dengan hangat. Suster memeluk Derfi erat, itu kali pertama mereka bertemu.
Siang itu juga Sabtu (23/12), sekitar pukul 14.00 WITA, ANTARA dan Suster Laurentina mengantar Derfi pulang ke kampungnya di Desa Bakuin, Kecamatan Amfoang Utara, Kabupaten Kupang, bersama dengan Operator Krisis Center Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTT Januarius Katadon.
Untuk sementara Derfi beristirahat sejenak melepas penat sambil mengambil kesempatan membersihkan diri di Yayasan Sosial Penyelenggaraan Ilahi yang lokasinya tidak terlampau jauh dari bandara.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024