Jakarta (Antara Babel) - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan, ketika berbincang di LP Nusakambangan, terpidana mati Freddy Budiman tidak menyebut nama-nama pejabat yang diduga terlibat bisnis narkoba.

"Tidak ada (sebut nama). Namun ada beberapa informasi lain di luar tulisan yang tidak bisa saya sebutkan," ujar Haris di Jakarta, Selasa.

Dia melanjutkan, saat ini Kontras dan berbagai elemen sipil lain masih mengumpulkan informasi karena menganggap masih banyak petunjuk yang bisa digali dari keterangan Freddy Budiman, sama seperti yang dilakukan oleh lembaga lain seperti Badan Narkotika Nasional (BNN).

Oleh karena itu, Haris menganggap momen ini bisa dimanfaatkan untuk mengonsolidasikan semua elemen bangsa untuk memberantas kejahatan narkoba dan tidak dilakukan secara terpisah-pisah.

"Karena tidak mungkin keterlibatan oknum hanya dari satu institusi. Mereka berbagai peran dan berlindung di balik lembaga dan jabatannya," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Haris Azhar menampik bahwa dia memiliki bukti-bukti keterlibatan pejabat BNN, Polri dan TNI yang berasal dari keterangan Freddy Budiman.

Haris mengatakan kabar yang meminta dia untuk memberikan bukti telah memojokkan dirinya.

"Saya hanya punya informasi dan itu akan diberikan jika ada kejelasan hukum, jangan ada kesan 'balap-balapan' yang menimbulkan keraguan saksi dan masyarakat," tuturnya.

Adapun terkait hal ini, pakar hukum pidana Universitas Indonesia Gandjar Laksmana pun mengamini bahwa Haris hanya memiliki informasi dan tidak berkewajiban untuk membongkar kebenaran di dalamnya.

Sebagai pembawa informasi, Gandjar menganggap Koordinator Kontras itu tidak pantas dilaporkan ke polisi.

"Tulisan itu kan informasi, jadi tugas penegak hukum adalah menelusuri apakah itu mengandung kebenaran atau tidak, bukan melaporkan Haris sebagai pembawa informasi," ujar dia.

Haris Azhar sendiri saat ini berstatus terlapor di Bareskrim Polri setelah tiga institusi negara yaitu BNN, Polri dan TNI mengadukannya dengan sangkaan melanggar Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Laporan itu berawal dari tulisan Haris hasil wawancaranya dengan terpidana mati Freddy Budiman yang berjudul "Cerita Busuk dari Seorang Bandit: Kesaksian bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)".

Pada tulisan yang telah menyebar luas melalui media sosial itu, Freddy mengaku memberikan uang ratusan miliar rupiah kepada penegak hukum di Indonesia untuk melancarkan bisnis haramnya di Tanah Air.

"Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang Rp450 miliar ke BNN. Saya sudah kasih Rp90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua," kata Freddy dalam tulisan Haris seperti dikutip dari laman Facebook Kontras. 

Pewarta: Michael Siahaan

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016