Sajeriah (65), seorang nenek asal Pare-pare, Sulawesi Selatan, akhirnya dapat berangkat ke Tanah Suci, setelah 14 tahun menanti panggilan Ilahi Robbi.

Tergabung dalam Kelompok Terbang (Kloter) 3 Embarkasi Makassar (UPG-03), Sajeriah adalah peserta calon haji yang berkebutuhan khusus, yakni disabilitas netra.

Di tengah keterbatasan, semangat Sajeriah berapi-api ketika tahu dirinya masuk dalam daftar anggota jamaah calon haji 2024. Dia menyiapkan sendiri perlengkapan hajinya, mulai dari mencuci, melipat, dan menyusunnya di dalam koper.

Bibirnya tak bisa berhenti mengucap syukur, doa-doa terus dirapalkan dalam setiap sujud, agar ia bisa benar-benar menginjakkan kaki di Tanah Suci.

Tak ada keraguan sedikitpun yang terpancar dalam raut muka yang telah mengeriput itu. Tekad, keyakinan, dan harapan mengitari diri Sajeriah.

Sajeriah tak khawatir melakukan perjalanan haji. Bahkan, jika saat menjalankan ibadah dia ditakdirkan meninggal, Sajeriah mengaku ikhlas dan semuanya adalah ketetapan dari Sang Maha Pencipta.

"Saya tidak takut, kalaupun saya meninggal, tidak apa-apa," kata Sajeriah, saat berbincang dengan tim media center, termasuk ANTARA.

Keikhlasan Sajeriah membuat orang-orang di sekitarnya tak bisa menyembunyikan rasa haru. Saat itu, tim Media Center Haji yang tengah berbincang pun tak kuasa menahan air matanya.

Pun demikian dengan Hasmia (53), keponakan yang mendampingi Sajeriah menunaikan ibadah haji. Ia juga tak bisa menahan tangis haru.

Sejak kecil, Hasmia mengaku dekat dengan sang bibi. Sajeriah begitu mandiri. Dia biasa mengurus keponakan-keponakannya, termasuk menanak nasi, mencuci, dan mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga.

Bahkan, Hasmia seolah tak merasa bahwa Sajeriah, bibinya itu, memiliki keterbatasan karena dia begitu terampil dalam berbagai hal.

Di mata Hafidah Jufri, perawat yang memeriksa kesehatan dan pendamping haji, Sajeriah memiliki semangat yang luar biasa. Kondisi kesehatannya sangat baik, karena hasil tes kesehatan, baik darah, urine, dan lain-lain, masih di bawah ambang batas.

Hasyim Usman, Ketua Kloter 3 UPG juga mengaku salut akan semangat Sajeriah yang berkeyakinan besar untuk berangkat ke Tanah Suci Mekkah, meski memiliki keterbatasan.

Awalnya, pendampingan dia tidak masuk, karena yang diusulkan untuk mendampingi adalah keponakannya yang serumah, tetapi tidak bisa.

Begitu Sajeriah dinyatakan berangkat, Hasyim pun memberikan semangat. Salah satunya, membagi anggota rombongan dengan komposisi beragam, mulai dari tua muda, dan lansia. Juga dibagi ada anggota yang sehat dan yang memiliki masalah kesehatan.

Meski tak bisa melihat secara langsung kemegahan dan sucinya Madinah dan Makkah, Sajeriah mengindera kedua kota penting umat Muslim itu dengan mata hatinya.

Sajeriah meresapi setiap derap kaki yang menginjak Madinah dan Mekkah, mengirup aroma yang menuntaskan rindu, dan mengamini segala rapalan doa-doa yang dilangitkan.

Lansia dan disabilitas

Direktur Bina Haji pada Ditjen Penyelenggaran Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Arsad Hidayat mengajak jamaah calon haji 1445 H/2024 M untuk memiliki kepedulian sosial, khususnya kepada jamaah lanjut usia (lansia) dan yang berstatus disabilitas.

Tahun ini, Pemerintah Republik Indonesia memberangkatkan 241.000 calon haji. Dari jumlah itu, sekitar 45.000 merupakan orang lansia. Maka dari itu, Kementerian Agama masih mengusung tema Haji Ramah Lansia untuk pemberangkatan haji Tahun 2024 ini.

Salah satu kunci kemabruran haji itu adalah peduli kepada sesama. Mabrur juga berarti adalah mereka yang memiliki kepedulian sosial.

Bagi Arsad, kemabruran haji seseorang bukan hanya cukup dengan shalat jamaah di Masjidil Haram, Masjid Nabawi, atau prosesi ibadah lainnya. Ciri mabrur, salah satunya peduli kepada sesama.


Fasilitas

Kementerian Agama menyiapkan 20 bus salawat, kendaraan yang ramah lansia dan disabilitas pada penyelenggaraan haji tahun ini. Bus ini disiapkan di Kota Mekkah, saat jamaah memulai melaksanakan rukun haji.

Untuk memudahkan jamaah naik, dek bus ini bisa diturunkan. Selain itu, pintu bus juga dilengkapi dek yang bisa dilewati kursi roda.

Bus salawat produksi tertua adalah tahun 2019. Banyak juga yang diproduksi pada 2022 dan 2023. Ada dua tipe, yaitu city bus dan bus ramah disabilitas atau kaum lansia.

Untuk city bus, kapasitas mencapai 70 orang (duduk dan berdiri). Sementara bus disabilitas dan lansia, ada 18 kursi yang tersedia. Pada bagian tengah bus, ada ruang untuk meletakkan kursi roda dari jamaah.

Setiap bus dilengkapi dengan pendingin udara, pemecah kaca, P3K, Apar, GPS, ban cadangan, tombol pintu darurat, dan lainnya.

Bus salawat akan melayani jamaah dari hotel ke Masjidil Haram selama 24 jam. Ada 22 rute yang disiapkan untuk antar dan jemput jamaah yang tinggal di lima wilayah, yaitu Syisyah, Raudhah, Misfalah, Jarwal, dan Rei Bakhsy.

Sebagai ikhtiar, Kemenag juga menginisiasi sejumlah program ramah lansia sejak dalam negeri.

Program-program tersebut, seperti bimbingan manasik dengan mengedepankan rukhshah (keringanan), seremoni yang singkat (maksimal 30 menit dan 2 sambutan), layanan prioritas di asrama haji dalam bentuk makan dengan menu khusus dan penempatan kamar di lantai bawah.

Sementara saat di Tanah Suci, khususnya di Madinah, jamaah lansia dan disabilitas diberi perlakuan khusus. Mereka yang ingin beribadah di Masjid Nabawi difasilitasi dengan kursi roda.

Pemerintah Indonesia ingin kebahagiaan dan kenyamanan melaksanakan ibadah jamaah haji dapat dirasakan oleh semua orang, tanpa terkecuali.

Pewarta: Asep Firmansyah

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024