Jakarta (Antara Babel) - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi mengungkapkan hubungannya dengan Eddy Sindoro yang dalam dakwaan jaksa penuntut umum KPK disebut sebagai Presiden Komisaris Lippo Group.

"Saya kenal dengan Pak Eddy sejak remaja karena saat SMA kurang lebih tahun 1975-1976 bertemu secara tidak sengaja di satu rumah makan khas di Semarang," kata Nurhadi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Nurhadi mengungkapkan Eddy Sindoro lebih tua satu tahun dibanding dirinya.

"Saya SMA-nya di Kudus, Pak Eddy di Semarang," kata Nurhadi.

Nurhadi menjadi saksi untuk  pegawai PT Artha Pratama Anugerah  Doddy Aryanto Supeno yang didakwa memberikan suap Rp150 juta kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution untuk menunda proses pelaksanaan 'aanmaning' terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan Kwang Yang Motor Co.LtD (PT Kymco)dan menerima pendaftaran  Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) dan PT First Media.

Kedua kawan lama itu kembali bertemu di Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC) Siloam Hospitals Semanggi, Jakarta pada periode 2015-2016.

"Bertemu di MRCCC sekitar 3 kali mulai 2015 dan pada awal 2016. Kami bertemu karena beliau tahu spesifik soal kesehatan," tambah Nurhadi.

Menurut Nurhadi, karena ia tidak punya telepon selular, yang mengatur pertemuan dirinya dengan Eddy Sindoro adalah ajudan Nurnadi bernama Ari atau Anto, sedangkan Doddy yang mengatur jadwal Eddy Sindoro.

Jaksa penuntut umum KPK Joko Hermawan menanyakan pernyataan Nurhadi dalam BAP yang menyebutkan pernah tiga kali ke MRCCC Siloam, dua kali pada 2015 yang tidak ingat tanggal pastinya.

Jaksa menguraikan kunjungan karena sakitnya cucu dan anak ketua MA selanjutnya pertemuan kedua pada 2015 di restoran 'Peach Garden' Siloam dan kunjungan terakhir 6 April 2016.

"Seingat saya, saya bersama Haswandi yang saat itu Ketua PN Jakarta Selatan. Yang melakuan koordinasi dengan doddy adalah ajudan saya Ari atau Anto. Saya bertemu Eddy Sindoro di lantai 36 yang ruangannya seperti ruang rapat dan membicarakan hanya mengenai hobi dan kesehatan, saat berkunjung saya menggunakan mobil Toyota Camry yang disupiri Royani', apakah benar keterangan saudara?" tanya jaksa penuntut umum KPK Joko Hermawan.

"Iya benar, selain di MRCCC pernah juga beberapa pertemuan di rumah saya maupun di rumah beliau tapi dalam konteks undangan dan acara misalkan pernikahan putri saya, akikah cucu saya, kemudian saat ulang tahun juga ada. Terakhir saya ke kediamannya dalam rangka lamaran anaknya yang kedua," jelas Nurnadi.

Pertemuan Nurhadi dan Eddy di rumah Nurhadi di Jalan Hang Lekir V no 6 berdasarkan BAP Nurhadi yang dibacakan jaksa KPK terjadi lebih dari 5 kali.

Pertemuan terkahir adalah pada sekitar Februari-Maret 2016, sedangkan pertemuan di rumah Eddy Sindoro di kawasan Lippo Karawaci juga terjadi lebih dari 5 kali, terakhir adalah pada acara lamaran putra kedua Eddy Sindoro 2016.

Pertemuan lain terjadi di Plaza Senayan dan Plaza Indonesia yang jumlahnya  tidak lebih dari 3 kali biasanya makan siang atau malam bersama. Agenda pertemuan adalah membahas permasalahan kesehatan, hobi mobil tua Eddy Sindoro dan motor tua Nurhadi ditambah pembicaraan mengenai cucu dan keluarga.

Namun belakangan, Nurhadi mengakui bahwa Eddy Sindoro pernah meminta bantuannya untuk mempercepat pengiriman berkas suatu perkara dari PN Jakarta Pusat ke MA sehingga Nurhadi menelepon panitera PN Jakspus saat itu Edy Nasution.

"Itu Pak Eddy bilang ada perkara di pusat tapi kok tidak dikirim-kirim, tapi saya tidak tahu betul isinya apa itu perkara, apakah seharusnya bisa dikirim atau tidak saya tidak tahu," kata Nurhadi.

Nurhadi bahkan berkilah bahwa teleponnya kepada Edy Nasution demi peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan.

"Tidak ingat lagi tapi seandainya, itu terjadi semata kami lakukan dalam rangka aspek pelayanan karena kewenangan dalam hal administratif perkara itu berada di panitera. Saya selaku sekretaris dan pembina kepegawaian mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk pada bahasanya untuk menegur atau meminta aparatur peradilan menjalankan tugas dengan baik sejalan azas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan," ungkap Nurhadi beralasan.

Dalam dakwaan, JPU KPK menyatakan Nurhadi pernah menghubungi panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution agar segera mengirimkan berkas perkara niaga PT Across Asia Limited (AAL) ke MA.

Padahal berdasarkan putusan kasasi MA 31 Juli 2013 PT AAL dinyatakan pailit. Atas putusan kasasi tersebut hingga batas waktu 180 hari PT AAL tidak melakukan upaya PK. Namun untuk menjaga kredibilitas PT AAL yang sedang ada perkara di Hong Kong, Eddy Sindoro pada pertengahan Februari 2016 memerintahkan Wresti melakukan pengajuan PK meski waktunya sudah lewat dengan balasan Rp50 juta kepada Edy Nasution yang diberikan melalui Doddy pada 20 April 2016.

Meski sudah pensiun dini sejak 1 Agustus 2016 lalu, dalam sidang hari ini Nurhadi mendapat keistimewaan dengan masuk dan keluar ruang sidang dari pintu samping yang langsung menembus gang menuju "basement" dan elevator. Padahal jaksa, pengacara, terdakwa, saksi dan pengunjung biasanya hanya boleh masuk lewat pintu depan ruang sidang, bahkan saat Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi saksi pada 14 Januari 2016 lalu.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016