Dokter spesialis anak konsultan lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan bedak tabur yang seringkali diberikan oleh orang tua usai memandikan bayi dapat berpotensi menyebabkan bayi yang baru lahir kesulitan bernapas.
“Itu tidak boleh, sudah enggak boleh (pakai bedak tabur). Ada penelitiannya kalau bayi baru lahir ditaburi bedak, dia akan terhirup dan masuk ke paru-paru. Dulu mungkin belum ada penelitiannya, tapi sekarang tidak boleh diberikan lagi,” kata dr. Attila Dewanti Poerboyo Sp.A (K) dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Menanggapi masih adanya orang tua yang memberikan bedak tabur pada bayi baru lahir, Attila menekankan bahwa bedak tabur memiliki berbentuk seperti serbuk-serbuk kecil yang mudah berterbangan di udara.
Dikarenakan bentuknya yang kecil dan sulit untuk dilihat oleh mata, bedak dapat dengan mudah menyebar dan masuk ke dalam saluran pernapasan bayi baik ketika sedang menangis maupun membuka mulutnya.
Menurutnya kebiasaan ini dapat memberikan dampak buruk yang berkepanjangan seperti anak terus menerus batuk, mengalami gangguan konsentrasi hingga sulit sekolah karena terganggu akan kondisi kesehatannya hingga bisa mengalami tumbuh kembang yang tidak optimal dibanding anak-anak lain.
“Jadi bedak sudah tidak kita pakai lagi seterusnya, mau di muka saja atau di seluruh bagian tubuh itu tidak boleh,” ucapnya.
Kondisi bayi dapat semakin parah, katanya, bila mempunyai riwayat alergi yang diturunkan oleh kedua orang tuanya.
“Kalau ada alergi misalnya dari bapaknya ada asma dan ibunya alergi debu, maka si kecil akan membawa alergi sebesar 70-80 persen. Kalau Cuma salah satu, maka bayi akan membawa 50 persen, tapi kalau bapak ibunya tidak ada alergi dan kakek neneknya yang membawa alergi, itu akan bahaya. Paru-parunya bisa semakin sensitif dan jadi penyakit,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Attila turut mengingatkan bahwa tubuh bayi masih memiliki kulit yang lima kali lebih tipis daripada orang dewasa.
Selain itu, bayi masih berusaha beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga baik orang tua atau anggota keluarga seperti kakek dan nenek, tidak boleh sembarang memberi sesuatu yang bersifat “asing” pada kulit bayi yang baru lahir.
“Nantinya bisa jadi kalau kulit bayi sensitif bisa jadi merah-merah. Jadi pilihlah produk bayi yang sudah teruji secara dermatologis dan sesuai dengan keadaan bayi. Apalagi kalau baru lahir, itu (produknya) harus khusus new born,” ujar perempuan yang melangsungkan praktik di Rumah Sakit Brawijaya Antasari Jakarta itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
“Itu tidak boleh, sudah enggak boleh (pakai bedak tabur). Ada penelitiannya kalau bayi baru lahir ditaburi bedak, dia akan terhirup dan masuk ke paru-paru. Dulu mungkin belum ada penelitiannya, tapi sekarang tidak boleh diberikan lagi,” kata dr. Attila Dewanti Poerboyo Sp.A (K) dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Menanggapi masih adanya orang tua yang memberikan bedak tabur pada bayi baru lahir, Attila menekankan bahwa bedak tabur memiliki berbentuk seperti serbuk-serbuk kecil yang mudah berterbangan di udara.
Dikarenakan bentuknya yang kecil dan sulit untuk dilihat oleh mata, bedak dapat dengan mudah menyebar dan masuk ke dalam saluran pernapasan bayi baik ketika sedang menangis maupun membuka mulutnya.
Menurutnya kebiasaan ini dapat memberikan dampak buruk yang berkepanjangan seperti anak terus menerus batuk, mengalami gangguan konsentrasi hingga sulit sekolah karena terganggu akan kondisi kesehatannya hingga bisa mengalami tumbuh kembang yang tidak optimal dibanding anak-anak lain.
“Jadi bedak sudah tidak kita pakai lagi seterusnya, mau di muka saja atau di seluruh bagian tubuh itu tidak boleh,” ucapnya.
Kondisi bayi dapat semakin parah, katanya, bila mempunyai riwayat alergi yang diturunkan oleh kedua orang tuanya.
“Kalau ada alergi misalnya dari bapaknya ada asma dan ibunya alergi debu, maka si kecil akan membawa alergi sebesar 70-80 persen. Kalau Cuma salah satu, maka bayi akan membawa 50 persen, tapi kalau bapak ibunya tidak ada alergi dan kakek neneknya yang membawa alergi, itu akan bahaya. Paru-parunya bisa semakin sensitif dan jadi penyakit,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Attila turut mengingatkan bahwa tubuh bayi masih memiliki kulit yang lima kali lebih tipis daripada orang dewasa.
Selain itu, bayi masih berusaha beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga baik orang tua atau anggota keluarga seperti kakek dan nenek, tidak boleh sembarang memberi sesuatu yang bersifat “asing” pada kulit bayi yang baru lahir.
“Nantinya bisa jadi kalau kulit bayi sensitif bisa jadi merah-merah. Jadi pilihlah produk bayi yang sudah teruji secara dermatologis dan sesuai dengan keadaan bayi. Apalagi kalau baru lahir, itu (produknya) harus khusus new born,” ujar perempuan yang melangsungkan praktik di Rumah Sakit Brawijaya Antasari Jakarta itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024