Manajer Keuangan PT Refined Bangka Tin (RBT) Ayu Lestari Yusman mengatakan PT RBT mendapatkan keuntungan sebesar Rp1,1 triliun dari kerja sama dengan penyewaan smelter dengan PT Timah Tbk.
“(Total sekitar) Rp1,1 triliun,” ujar Ayu saat menjawab pertanyaan dari jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin.
Ayu menjelaskan bahwa pada 2018, PT RBT menerima pendapatan dari PT Timah sebesar Rp69,34 miliar. Kemudian, pada 2019, PT RBT menerima pendapatan dari PT Timah sebesar Rp736,570 miliar.
“Tahun 2020, kami menerima pendapatan sebesar Rp315.584.116.009,” ucap Ayu.
Keseluruhan pendapatan tersebut berasal dari sewa jasa penglogaman dan pemurnian dari PT Timah Tbk., yang berarti pendapatan tersebut di luar penerimaan PT RBT dari ekspor timah.
Terkait dengan pendapatan dari ekspor, Ayu mengungkapkan rata-rata tercatat lebih dari Rp1 triliun per tahunnya.
Dengan demikian, melalui kerja sama penyewaan smelter dengan PT Timah Tbk. terjadi penambahan sumber pendapatan, yakni penyewaan smelter dengan PT Timah.
“Tercapai (penambahan pendapatan), dalam arti memang ada dua pendapatan kami. Penambahannya, selain dari ekspor, juga ada dari sewa peralatan penglogaman,” kata Ayu.
Ayu bersaksi dalam kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015–2022.
Kasus tersebut menyeret tiga perwakilan PT RBT sebagai terdakwa, yakni Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT, Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.
Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun itu.
Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima. Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
“(Total sekitar) Rp1,1 triliun,” ujar Ayu saat menjawab pertanyaan dari jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin.
Ayu menjelaskan bahwa pada 2018, PT RBT menerima pendapatan dari PT Timah sebesar Rp69,34 miliar. Kemudian, pada 2019, PT RBT menerima pendapatan dari PT Timah sebesar Rp736,570 miliar.
“Tahun 2020, kami menerima pendapatan sebesar Rp315.584.116.009,” ucap Ayu.
Keseluruhan pendapatan tersebut berasal dari sewa jasa penglogaman dan pemurnian dari PT Timah Tbk., yang berarti pendapatan tersebut di luar penerimaan PT RBT dari ekspor timah.
Terkait dengan pendapatan dari ekspor, Ayu mengungkapkan rata-rata tercatat lebih dari Rp1 triliun per tahunnya.
Dengan demikian, melalui kerja sama penyewaan smelter dengan PT Timah Tbk. terjadi penambahan sumber pendapatan, yakni penyewaan smelter dengan PT Timah.
“Tercapai (penambahan pendapatan), dalam arti memang ada dua pendapatan kami. Penambahannya, selain dari ekspor, juga ada dari sewa peralatan penglogaman,” kata Ayu.
Ayu bersaksi dalam kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015–2022.
Kasus tersebut menyeret tiga perwakilan PT RBT sebagai terdakwa, yakni Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT, Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.
Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun itu.
Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima. Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024