PBB menyoroti dampak dari perintah evakuasi massal yang sedang berlangsung di Jalur Gaza oleh angkatan bersenjata Israel, dengan mengatakan bahwa seluruh perintah tersebut kini mencakup lebih dari 85 persen wilayah Gaza.
"Per 16 September, lebih dari 55 perintah evakuasi masih berlaku, mencakup lebih dari 85 persen wilayah Gaza. Perintah evakuasi terbaru dikeluarkan di utara Gaza pada Sabtu," kata Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric dalam konferensi pers pada Senin (16/9), mengutip Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).
Dujarric mengatakan bahwa pemindahan yang berulang juga memisahkan keluarga, serta mengikis sistem perlindungan sosial, terutama untuk perempuan dan anak-anak.
Perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh Israel turut menghambat pengiriman bantuan di seluruh Gaza. Dujarric mencatat bahwa selama 1-15 September, dari 94 misi kemanusiaan yang direncanakan dan dikoordinasikan dengan otoritas Israel untuk Gaza utara, hanya 3739 persen yang dapat dilaksanakan.
"Di Gaza selatan, hanya lebih dari 50 persen dari 243 upaya kemanusiaan yang dikoordinasikan yang berhasil dilaksanakan," ucapnya.
Dirinya menambahkan bahwa OCHA tidak dapat mengakses Gaza utara selama 28 hari. Tak hanya itu, konvoi bantuan turut ditembaki atau mengalami kondisi yang mengancam nyawa, dihentikan dan tertunda selama berjam-jam di zona pertempuran.
Ketika ditanya apakah PBB menganggap perintah evakuasi yang dilakukan Israel sebagai pemindahan paksa, Dujarric berkata PBB melihatnya itu sebagai memberikan sedikit pilihan kepada masyarakat untuk tetap hidup dan bertahan hidup.
Dirinya menekankan agar orang-orang perlu dilindungi, baik bagi yang pindah atau tetap tinggal di sana. Termasuk diperlukannya bantuan kemanusiaan yang menjangkau mereka yang membutuhkan.
Apa yang kami lihat adalah tidak ada tempat yang aman di Gaza, ujarnya.
Sumber : Anadolu
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
"Per 16 September, lebih dari 55 perintah evakuasi masih berlaku, mencakup lebih dari 85 persen wilayah Gaza. Perintah evakuasi terbaru dikeluarkan di utara Gaza pada Sabtu," kata Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric dalam konferensi pers pada Senin (16/9), mengutip Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).
Dujarric mengatakan bahwa pemindahan yang berulang juga memisahkan keluarga, serta mengikis sistem perlindungan sosial, terutama untuk perempuan dan anak-anak.
Perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh Israel turut menghambat pengiriman bantuan di seluruh Gaza. Dujarric mencatat bahwa selama 1-15 September, dari 94 misi kemanusiaan yang direncanakan dan dikoordinasikan dengan otoritas Israel untuk Gaza utara, hanya 3739 persen yang dapat dilaksanakan.
"Di Gaza selatan, hanya lebih dari 50 persen dari 243 upaya kemanusiaan yang dikoordinasikan yang berhasil dilaksanakan," ucapnya.
Dirinya menambahkan bahwa OCHA tidak dapat mengakses Gaza utara selama 28 hari. Tak hanya itu, konvoi bantuan turut ditembaki atau mengalami kondisi yang mengancam nyawa, dihentikan dan tertunda selama berjam-jam di zona pertempuran.
Ketika ditanya apakah PBB menganggap perintah evakuasi yang dilakukan Israel sebagai pemindahan paksa, Dujarric berkata PBB melihatnya itu sebagai memberikan sedikit pilihan kepada masyarakat untuk tetap hidup dan bertahan hidup.
Dirinya menekankan agar orang-orang perlu dilindungi, baik bagi yang pindah atau tetap tinggal di sana. Termasuk diperlukannya bantuan kemanusiaan yang menjangkau mereka yang membutuhkan.
Apa yang kami lihat adalah tidak ada tempat yang aman di Gaza, ujarnya.
Sumber : Anadolu
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024