Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Sugito meluncurkan gerakan Makan Telur Antisipasi Resiko Anak Stunting (Mata Ranting), sebagai langkah mencegah dan menekan kasus anak stunting di daerah dengan sebutan "Negeri Serumpun Sebalai" itu.
"Gerakan Mata Ranting ini momentum kita semua untuk memahami bahwa dengan mengonsumsi satu sampai dua butir telur setiap hari mampu menjamin ketersediaan protein tinggi bagi anak-anak," kata dia di Pangkalpinang, Kamis.
Ia mengatakan penanganan stunting sebagai program prioritas nasional dalam rangka menyiapkan generasi penerus yang sehat, tangguh, dan mumpuni sehingga mampu menjawab tantangan bangsa ini pada masa mendatang.
"Gerakan Mata Ranting ini sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penanganan Stunting disebutkan bahwa salah satu upaya yang dilakukan adalah pemenuhan gizi dan nutrisi," ujarnya.
Ia menyatakan gerakan Mata Ranting yang dilakukan pada hari ini juga menjadi bagian upaya untuk investasi sumber daya manusia menuju Indonesia Emas 2045.
"Jika dikaitkan dengan bonus demografi, sebenarnya ada yang mengatakan bukan di 2045, namun di 2030-2035 dan itu sudah nampak apa yang dimaksud dengan bonus demografi, yakni pada tahapan tersebut angka usia produktif itu lebih tinggi daripada usia yang nonproduktif," katanya.
Menurut dia. penanganan stunting kalau tidak dikelola dengan baik akan menjadi permasalahan dan justru bukan menjadi suatu bonus yang bernilai positif, akan tetapi malah menjadi beban, baik pengangguran, kesehatan, maupun kesejahteraan.
"Dengan pencanangan gerakan Mata Ranting saya mengajak untuk menjadikannya momentum untuk memahami bahwa dengan mengonsumsi satu sampai dua butir telur setiap hari mampu menjamin ketersediaan protein tinggi bagi anak-anak kita," katanya.
Ia mengatakan penyebab stunting tak hanya permasalahan ekonomi, namun juga karena kurangnya pemahaman terkait dengan strunting dan pemenuhan gizi pada ibu hamil dan anak-anak.
Selain itu, tingginya usia perkawinan anak masih menjadi salah satu penyebab stunting yang perlu mendapat perhatian semua pihak, termasuk peran tokoh masyarakat yang ikut menyosialisasikan untuk tidak menikah dini.
"Kepada calon pengantin agar melakukan pemeriksaan dan juga tentu ada edukasi pranikah. Juga dari intervensi sensitif yakni dengan menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat karena air ini juga ternyata memengaruhi dari upaya penanganan stunting itu, dan yang terakhir adalah tentu bagaimana kita menjaga pola makan pada anak itu agar tumbuh dan berkembang secara optimal," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
"Gerakan Mata Ranting ini momentum kita semua untuk memahami bahwa dengan mengonsumsi satu sampai dua butir telur setiap hari mampu menjamin ketersediaan protein tinggi bagi anak-anak," kata dia di Pangkalpinang, Kamis.
Ia mengatakan penanganan stunting sebagai program prioritas nasional dalam rangka menyiapkan generasi penerus yang sehat, tangguh, dan mumpuni sehingga mampu menjawab tantangan bangsa ini pada masa mendatang.
"Gerakan Mata Ranting ini sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penanganan Stunting disebutkan bahwa salah satu upaya yang dilakukan adalah pemenuhan gizi dan nutrisi," ujarnya.
Ia menyatakan gerakan Mata Ranting yang dilakukan pada hari ini juga menjadi bagian upaya untuk investasi sumber daya manusia menuju Indonesia Emas 2045.
"Jika dikaitkan dengan bonus demografi, sebenarnya ada yang mengatakan bukan di 2045, namun di 2030-2035 dan itu sudah nampak apa yang dimaksud dengan bonus demografi, yakni pada tahapan tersebut angka usia produktif itu lebih tinggi daripada usia yang nonproduktif," katanya.
Menurut dia. penanganan stunting kalau tidak dikelola dengan baik akan menjadi permasalahan dan justru bukan menjadi suatu bonus yang bernilai positif, akan tetapi malah menjadi beban, baik pengangguran, kesehatan, maupun kesejahteraan.
"Dengan pencanangan gerakan Mata Ranting saya mengajak untuk menjadikannya momentum untuk memahami bahwa dengan mengonsumsi satu sampai dua butir telur setiap hari mampu menjamin ketersediaan protein tinggi bagi anak-anak kita," katanya.
Ia mengatakan penyebab stunting tak hanya permasalahan ekonomi, namun juga karena kurangnya pemahaman terkait dengan strunting dan pemenuhan gizi pada ibu hamil dan anak-anak.
Selain itu, tingginya usia perkawinan anak masih menjadi salah satu penyebab stunting yang perlu mendapat perhatian semua pihak, termasuk peran tokoh masyarakat yang ikut menyosialisasikan untuk tidak menikah dini.
"Kepada calon pengantin agar melakukan pemeriksaan dan juga tentu ada edukasi pranikah. Juga dari intervensi sensitif yakni dengan menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat karena air ini juga ternyata memengaruhi dari upaya penanganan stunting itu, dan yang terakhir adalah tentu bagaimana kita menjaga pola makan pada anak itu agar tumbuh dan berkembang secara optimal," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024