Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi meyakini pembunuhan kepala politik Hamas, Yahya Sinwar, tidak akan menjadi alasan bagi gerakan Palestina itu untuk menghentikan kegiatannya.

"Kematian Sinwar tidak akan menghentikan kegiatan Hamas, tetapi justru akan memperkuat tekad gerakan dan memotivasi pemuda Palestina," kata Araghchi dalam sebuah wawancara dengan penyiar Turki NTV.

Ia kemudian menyoroti risiko konflik di banyak negara Timur Tengah, termasuk Suriah.

Menurut dia, Israel tidak mampu bertahan bahkan melakukan kejahatan di Gaza dan Lebanon, tanpa dukungan AS.

"Jika Washington memiliki kemauan politik yang nyata, mereka akan mampu menghentikan serangan dan menghentikan Israel. Bagi kami, AS adalah sekutu Zionis. Jika perang skala besar pecah di kawasan itu, AS akan terseret ke dalamnya, dan kami sama sekali tidak menginginkan ini," kata Araghchi.

"Perang itu mungkin menyebar ke negara-negara Teluk. Namun, saya yakin masih ada peluang untuk diplomasi, kita tidak bisa menyerahkan semuanya pada kemauan satu orang di rezim Zionis," ujarnya, melanjutkan.

Sinwar tewas dengan luka tembak di kepala, demikian laporan CNN mengutip ahli patologi Chen Kugel, yang melakukan autopsi terhadap jenazah kepala biro politik Hamas itu.

Pada Kamis (17/10), Pasukan Pertahanan Israel (IDF) secara resmi mengumumkan bahwa Sinwar, yang dianggap sebagai penghasut dan penyelenggara utama serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, telah dibunuh di Jalur Gaza oleh militer Israel.

Menurut militer, Sinwar terbunuh pada 16 Oktober.

Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa intelijen AS telah membantu Israel melacak pemimpin Hamas tersebut.

Wakil Presiden AS Kamala Harris mengatakan bahwa pasukan khusus Amerika juga membantu melacak Sinwar.

Pada Jumat (18/10), Hamas mengakui kematian kepala biro politik gerakan tersebut.


Sumber: Sputnik-OANA 

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024